Liputan6.com, Jakarta Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori menilai kuota impor daging sapi seharusnya mengacu kepada rekomendasi Kementerian Pertanian.
“Harusnya kuota itu ditetapkan dalam rakor yang dipimpin Menko Perekonomian. Bapanas yang mengeksekusi dan Kemendag,” kata dia dikutip dari Antara, Selasa (6/2/2024).
Advertisement
Dia menyampaikan hal itu menanggapi adanya dugaan pemangkasan volume impor daging sapi yang sudah ditetapkan sebesar 400 ribu ton menjadi 147 ribu ton. Pemangkasan volume impor daging sapi tersebut dilakukan Bapanas disaat kebutuhan rakyat sedang sangat besar.
Khudori menerangkan, dalam tugasnya Kemendag akan mengeluarkan persetujuan impor. Kemudian, Bapanas bertugas untuk memberikan penugasan impor tersebut.
“Kemendag ngeluarin persetujuan impor. Bapanas penugasan diberikan ke siapa. Ada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2022 tentang neraca komoditas,” papar dia.
Khudori menerangkan, bahwa kuota impor merupakan bagian dari data yang ada di neraca komoditas termasuk soal pasokan dan suplai.
Indonesia Diakui Sulit Capai Swasembada Daging Sapi
Sebelumnya, BUMN di sektor pangan mengakui bahwa mewujudkan swasembada pangan bukanlah hal yang mudah. Salah satunya untuk daging sapi.
VP Perencanaan Strategis dan Transformasi PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau RNI, Dipta Erlangga, mengungkapkan sulit untuk mencari lahan peternakan sapi yang luas dan sesuai di Indonesia. Terutama dengan hijauan yang mencukupi, sehingga penggemukan sapi bisa optimal.
“Berbeda dengan Australia, di mana lahan peternakannya itu bisa seluas Pulau Bali untuk satu perusahaan. Jadi, sapinya itu dilepas gitu aja sampai yang punya juga nggak tahu berapa jumlah sapinya,” ujar Dipta dalam BUMN Holding Outlooks 2024, Selasa (14/11/2023).
”Jadi akan sangat sulit kalau (swasembada) untuk bidang peternakan sapi,” katanya.
Namun, Indonesia tentunya masih punya kesempatan lain untuk meningkatkan produksi lokal, salah satunya beras dan gula. “Pemerintah juga sudah mencanangkan agar kita bisa mencapai swasembada gula pada tahun 2027/2028,” ungkap Dipta.
Swasembada
Adapun pangan ikan yang sudah tercapai swasembadanya. Di sisi lain, keinginan masyarakat untuk mengkonsumsi ikan masih masih perlu ditingkatkan.
“Karena Indonesia itu negara kepulauan, jadi alih-alih mengkonsumsi daging sapi kita malah seharusnya banyak mengkonsumsi ikan,” imbuh Dipta.
Dia pun mendorong masyarakat untuk bangga dalam mengkonsumsi produk ikan dalam negeri, yang sudah banyak diperkenalkan kepada konsumen di luar negeri melalui ekspor.
“Kalau tadi pertanyaannya bagaimana supaya kita bisa memperkenalkan produk Indonesia, itu sudah kami lakukan pada produk ikan,” beber Dipta.
”Karena kebutuhan konsumsi nasional sudah terpenuhi, dan kami juga sudah melakukan ekspor untuk sejumlah produk yang memang diminati di luar salah satunya adalah tuna, kemudian cumi,” ujarnya.
Advertisement
Menteri Suharso Usul Sapi Dipasangi RFID
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa mengusulkan agar ternak sapi di Indonesia dipasangi dengan teknologi "Radio Frequency Identification (RFID). Langkah pemasangan RFID di sapi ini untuk mendukung pencapaian target swasembada daging sapi.
"Saya bilang bagaimana kalau pembuatan robot dengan RFID, RFID itu taruh saja di sapi, taruh saja di ternak-ternak," kata Suharso di Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada (UGM) Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dikutip dari Antara, Selasa (26/9/2023).
Suharso meyakini pemasangan teknologi RFID pada ternak dapat membantu memonitor kondisi kesehatan, khususnya ketercukupan nutrisi atau gizi pada sapi.
"Di situ dimonitor mengenai nutrisi, gizi dari ternak. Itu mudah-mudahan akan terjadi perbaikan atas peternakan kita," kata dia.
Suharso menyampaikan solusi itu saat ditanya mengenai peluang mengimpor sapi demi mencukupi kebutuhan daging sapi nasional.
Menurut Suharso, penggunaan teknologi RFID tersebut sekaligus berpeluang mencegah "biodiversity loss" atau menghilangnya keanekaragaman hayati di Indonesia.
"Peluang itu kalau bisa dikembangkan termasuk untuk bagaimana mencegah 'biodiversity loss', kemudian ketahansn pangan kita termasuk soal daging tadi," kata dia.
Produk Unggulan
Sementara itu, Dekan Sekolah Vokasi UGM Agus Maryono menuturkan pihaknya siap mendukung pengembangan produk-produk unggulan yang dapat diterapkan untuk mendukung penanganan pangan di Indonesia.
"Juga ide-ide untuk mengembangkan IT dalam rangka pangan sehingga tadi 'RIFD' yang dipasang di ternak-ternak," ujar dia.
Sebelumnya, Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) terus berupaya untuk mewujudkan swasembada daging sapi pada 2026.
Upaya untuk mewujudkan program ini tidak sebatas hanya pada kemampuan penyediaan daging yang cukup bagi masyarakat, tetapi juga harus disertai dengan peningkatan kualitas konsumsi pangan masyarakat yang berbasis sumber daya lokal.