Liputan6.com, Jakarta - BlackRock iShares Bitcoin Trust (IBIT) telah menjadi salah satu dari lima ETF teratas pada 2024 berdasarkan arus masuk.
Menurut data dari Bloomberg Intelligence, posisi itu dicapai hanya 17 hari setelah peluncurannya. Melansir Coindesk, Rabu (7/2/2024), satu-satunya dana atau fund yang melampaui arus masuk IBIT sebesar USD 3,2 miliar sepanjang tahun ini, adalah indeks ETF raksasa yang sudah lama ada dari iShares dan Vanguard yang menawarkan eksposur ke S&P 500 atau total pasar saham.
Advertisement
Di posisi nomor satu dengan arus masuk USD 13 miliar sepanjang tahun ini, ditempati oleh iShares Core S&P 500 ETF (IVV), yang memiliki total kelolaan aset (assets under management/AUM) sebesar USD 428 miliar. Posisi nomor dua dengan arus masuk USD 11,1 miliar, yakni Vanguard 500 Index Fund ETF (VOO), yang memiliki AUM hampir USD 398 miliar.
Yang juga masuk dalam 10 besar pengumpul aset ETF tahun ini adalah Wise Origin Bitcoin Fund (FBTC) dari Fidelity, yang arus masuknya sebesar USD 2,7 miliar menempatkannya di urutan ke-delapan dalam daftar.
Meskipun hal tersebut merupakan pencapaian yang mengesankan, keseluruhan investasi ke semua ETF bitcoin spot baru telah melambat dalam beberapa hari terakhir. Namun, IBIT BlackRock dan FBTC Fidelity tetap menjadi dua dana yang terus mengalami aliran positif sejak dipasarkan.
Sebelumnya, kendaraan investasi yang berfokus pada Bitcoin menerima lebih dari USD 700 juta dana segar minggu lalu karena arus masuk ke ETF bitcoin spot (BTC) baru, mengimbangi arus keluar yang mereda dari Grayscale, GBTC.
Arus Keluar
IBTC yang dikelola BlackRock dan FBTC Fidelity, dua pemimpin yang jelas di antara ETF bitcoin spot yang baru diterbitkan, masing-masing membukukan arus masuk mingguan sebesar USD 884 juta dan USD 674 juta. Kedua angka tersebut sedikit lebih tinggi dibandingkan minggu sebelumnya.
Sementara itu, investor menarik sekitar USD 927 juta dari GBTC, penurunan signifikan dari penarikan USD 2,2 miliar minggu sebelumnya.
Arus keluar dari dana bitcoin yang ada seperti GBTC telah menjadi sumber kekhawatiran selama beberapa minggu terakhir karena ETF BTC spot mulai diperdagangkan di AS pada 11 Januari. Setelah gelombang penarikan yang berumur pendek, di mana sebagian besar terkait dengan aksi ambil untung dan penjualan FTX GBTC kepemilikan, arus keluar telah melambat sementara arus masuk ke pendatang baru tetap konsisten.
Advertisement
CEO JPMorgan Wanti-wanti Investor Jauhi Aset Kripto
Sebelumnya diberitakan, CEO JPMorgan Chase, Jamie Dimon, kembali menyarankan investor untuk menjauhi Bitcoin. Komentarnya muncul di tengah meningkatnya minat institusional terhadap kripto dan persetujuan ETF Bitcoin Spot oleh Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC).
“Saran pribadi saya adalah jangan terlibat. Tetapi saya tidak ingin memberi tahu siapapun apa yang harus dilakukan. Ini adalah negara bebas,” kata Dimon, dikutip dari Bitcoin.com, Sabtu (20/1/2024).
Eksekutif tersebut menambahkan dia juga tidak peduli dengan Blackrock, manajer aset terbesar di dunia, yang menggunakan bitcoin. Dimon tetap bersikeras kasus penggunaan cryptocurrency adalah aktivitas terlarang.
BlackRock meluncurkan ETF bitcoin spot, Ishares Bitcoin Trust, minggu lalu dengan JPMorgan sebagai peserta resmi utama. Dimon telah lama menjadi seorang yang skeptis terhadap bitcoin dan kripto. Dia mengatakan pada Desember tahun lalu dia akan menutup kripto jika dia menjadi pemerintah.
Meskipun memberikan kritik pada Bitcoin, tetapi Dimon tetap memuji teknologi blockchain yang mendasari aset kripto.
“Blockchain itu nyata. Itu adalah sebuah teknologi. Kami menggunakannya. Ini akan memindahkan uang, akan memindahkan data, dan efisien. Kami juga telah membicarakan hal itu selama 12 tahun,” jelas dia.
Dimon menambahkan, pada bitcoin ada kasus penggunaan untuk penipuan, anti pencucian uang, penghindaran pajak, perdagangan seks dan itu adalah kasus penggunaan kripto yang nyata.
Regulator Turki Rancang Peraturan Kripto, Ini Alasannya
Sebelumnya diberitakan, menurut Menteri Keuangan Turki Mehmet Simsek, rancangan peraturan mata uang kripto, diharapkan dapat membantu negara tersebut keluar dari daftar abu-abu. Setelah diberlakukan, peraturan baru ini juga akan meminimalkan risiko perdagangan aset kripto.
Dalam sambutannya yang diterbitkan oleh Reuters, Menteri Keuangan mengungkapkan nama badan yang akan menerbitkan lisensi untuk platform kripto serta standar operasi yang diperlukan.
“Platform perdagangan aset kripto akan dilisensikan oleh Dewan Pasar Modal (CMB), dan standar operasi minimum akan diperlukan, termasuk beberapa persyaratan untuk pendiri dan manajer, kewajiban organisasi, persyaratan modal,” kata Simsek dikutip dari Bitcoin.com, Minggu (4/2/2024).
Pada Oktober 2021, Turki dimasukkan ke dalam daftar abu-abu setelah mekanisme anti pencucian uang dan pendanaan teroris dianggap tidak efektif oleh Satuan Tugas Aksi Keuangan (FATF). Sejak itu, Turki telah berupaya mengatasi beberapa permasalahan atau kekhawatiran yang diangkat oleh FATF.
Menurut laporan FATF pada Juli 2023, Turki telah mencapai beberapa kemajuan dalam mengatasi sebagian besar kekurangan kepatuhan teknis yang diungkapkan dalam Laporan Evaluasi Bersama pada 2019 yang dikeluarkan badan pengawas tersebut.
Negara tersebut kemudian dinilai ulang berdasarkan enam rekomendasi. Namun, pengawas global juga mencatat dalam laporan yang sama bahwa kemampuan Turki untuk mengatur penyedia layanan aset virtual (VASP) mungkin terpengaruh oleh kurangnya undang-undang yang mewajibkan mereka untuk memberikan lisensi atau mendaftar.
Sementara itu, Simsek menyatakan tujuan Turki untuk membuat perdagangan kripto lebih aman tidak berarti negaranya menentang teknologi baru seperti blockchain. Dia menjelaskan:
“Kami bertujuan untuk membuka jalan bagi pengembangan teknologi blockchain dan ekosistem aset kripto,” pungkas Simsek.
Advertisement