Liputan6.com, Jakarta Para Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) diharapkan bisa membuktikan kepeduliannya terhadap para pekerja dan petani tembakau di Indonesia. Hal ini terutama di tengah keresahan akibat munculnya aturan yang memperketat penjualan rokok.
Advertisement
“Sejauh ini tidak ada keseriusan dan ketegasan dari ketiganya (pasangan Capres Pilpres 2024) dalam mengangkat nasib petani tembakau dan masa depan industri hasil tembakau,” ucap Koordinator Nasional Asosiasi Petani dan Pekerja Tembakau Nusantara (APPTN), Samukrah dikutip Kamis (8/2/2024).
Samukrah mengingatkan bahwa terdapat jutaan masyarakat yang menggantungkan hidupnya di sektor pertembakauan dan sangat menantikan komitmen serta gagasan para calon pemimpin Indonesia untuk menjaga keberlangsungan mata pencaharian mereka.
Hal ini juga akan menjadi penentu pasangan calon mana yang akan dipilih saat pencoblosan pada 14 Februari 2024.
Samukrah mengatakan, sektor pertembakauan di Indonesia sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja akibat munculnya berbagai aturan yang bersifat pengetatan. Maka, para pekerja dan petani tembakau meminta perhatian dan komitmen dari para Capres dan Cawapres untuk menunjukkan kepedulian serta gagasan positif terhadap nasib sektor pertembakauan di Indonesia.
Larangan Produk Tembakau
Dia melanjutkan, banyaknya pelarangan bagi produk tembakau dapat mengancam mata pencaharian, kesejahteraan, dan keberlangsungan pekerja dan petani tembakau. Bahkan, pelarangan tersebut juga berpotensi berimbas negatif ke pihak lain, termasuk pedagang, pelaku industri kreatif, dan media.
Penasihat Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI), Dr Zainal Abidin, menambahkan pentingnya bagi para Capres dan Cawapres untuk menunjukkan posisi keberpihakan, gagasan, dan rencana bagi industri hasil tembakau.
Hal ini lantaran secara umum keberadaan para petani dan pekerja tembakau perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Menurutnya, Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki kekayaan alam yang berlimpah, salah satunya adalah tembakau yang sudah ada sepanjang sejarah Indonesia.
Reporter: Idris Rusadi Putra
Sumber: Merdeka.com
Pedagang Kaki Lima Ketar-Ketir, Khawatir Gulung Tikar Gara-Gara Aturan Ini
Rencana pelarangan bagi produk tembakau menyangkut hajat hidup banyak orang. Salah satunya soal larangan penjualan rokok eceran atau rokok ketengan yang akan berdampak pada para pedagang kaki lima.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Asosiasi Pedagang Kaki Lima (APKL) dan Ketua Umum Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (KERIS), Ali Mahsum Atmo
"Bisa ratusan ribu pedagang asongan dan rokok itu akan mengalami gulung tikar. Itu kan mata pencaharian rakyat,” ungkapnya dikutip, Rabu (31/1/2024).Secara rinci, Ali memaparkan jumlah pedagang rokok eceran yang merupakan pedagang asongan mencapai sebanyak 50 ribu orang.
Jumlah Penjual Rokok
Sedangkan, penjual rokok dalam bentuk warung jumlahnya mencapai 4,1 juta gerai.
Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo, mengingatkan bahwa aturan terkait kesehatan dan tembakau tidak boleh mengabaikan aspek ekonomi. Apalagi, industri tembakau dari hulu ke hilir merupakan mata pencaharian jutaan orang masyarakat Indonesia.
“Utamanya tetap kesehatan, tapi dari sisi ekonomi jangan sampai kolaps atau terjadi kemunduran yang signifikan. Itu harus kita lindungi karena jutaan orang hidup bergantung dari industri tembakau,” pungkasnya.
Sumber: Merdeka.com
Advertisement
YLKI Minta Iklan Rokok Harus Dilarang Total
Sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah untuk melarang iklan rokok di berbagai media periklanan. Iklan rokok dinilai kontraproduktif terhadap upaya pengendalian konsumsi.
Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan rokok termasuk dalam kategori barang abnormal meski legal di Indonesia. Maka, peredarannya perlu dikendalikan di tingkat masyarakat selaku konsumen.
"Dia legal karena sampai sekarang Indoneisa dan banyak negara masih melegalkan rokok, tapi dia barang abnormal. Nah barang abnormal ini harus dkendalikan, perspektif perlindungan konsumennya juga berbeda dengan perlindungan konsumen pada barang normal," ucap Tulus dalam Diskusi Publik YLKI, di Jakarta, Kamis (25/1/2024).
Atas dasar itu, peredaran iklan rokok perlu juga diatur dengan ketat. Bahkan, menurutnya, iklan rokok harus dilarang secara total di berbagai platform periklanan.
"Nah konsekeunsinya apa, rokok sebagai barang abnormal maka iklan rokok menjadi sangat kontraproduktif, maka iklan rokok itu harus dilarang total," tegas dia."Jadi tidak sama dengan barang normal, karena rokok itu barang berbahaya jadi iklan rokok itu jadi kontraproduktif dan seharusnya dilarang total baik di media luar ruang, media elektronik, di media internet dan lain sebagainya," sambung Tulus.
Dia mengungkap, Indonesia masih jadi negara yang membolehkan iklan rokok. Sementara, sejumlah negara besar lain sudah melarang total iklan rokok sejak lama.
"Du seluruh dunia, iklan rokok itu sudah dilarang, hanya Indonesia yang masih melegalkan iklan rokok ya. Di Eropa itu sudah sejak tahun '60 iklan rokok dilarang, di Amerika tahun '73 sudah dilarang total.Nah di kita yang masih berkecamuk dengan iklan rokok, promosi dan sponsorship yang masih sampai sekarang dilegalisasi oleh struktural yang paradoks sebetulnya," tuturnya.