Moody’s Turunkan Peringkat Utang Israel Imbas Perang dengan Hamas

Lembaga pemeringkat internasional Moody’s Investors Service menurunkan peringkat utang Israel dari A1 menjadi A2.

oleh Agustina Melani diperbarui 10 Feb 2024, 17:19 WIB
Perang berkepanjangan Israel dengan Hamas akan menjadi beban ekonomi dan politik yang signifikan bagi Israel dalam jangka panjang.(AP Photo/Victor R. Caivano)

Liputan6.com, Jakarta - Perang berkepanjangan Israel dengan Hamas akan menjadi beban ekonomi dan politik yang signifikan bagi Israel dalam jangka panjang. Hal itu disampaikan lembaga pemeringkat internasional Moody’s pada Jumat, 9 Februari 2024.

Dikutip dari CNN, Sabtu (10/2/2024), lembaga pemeringkat internasional Moody’s Investors  Service menurunkan peringkat utang Israel dari A1 menjadi A2 pada Jumat, 9 Februari 2024. Hal ini menekankan ekonomi yang terdampak akibat perang di Israel dengan Hamas yang telah akibatkan ribuan korban jiwa dan memicu ketegangan geopolitik di dunia.

Dalam sebuah pernyataannya, Moody’s mengatakan, pendorong utama keputusannya adalah penilaian konflik militer yang sedang berlangsung dengan Hamas, dampaknya dan konsekuensi yang lebih luas signifikan meningkatkan risiko politik bagi Israel serta melemahkan lembaga eksekutif dan legislative serta kekuatan fiskal pada masa mendatang.

Meskipun peringkat A2 masih dianggap layak investasi, penurunan peringkat tersebut kemungkinan akan membuat Israel meminjam dana lebih mahal.

Pada pertengahan Oktober, kurang dari dua minggu setelah serangan mematikan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, Moody’s memperingatkan peringkat kredit Israel berada dalam bahaya penurunan peringkat.

Pada saat itu, Moody’s mengatakan, meski profil kredit Israel bertahan terhadap konflik militer pada masa lalu, parahnya konflik militer saat ini meningkatkan kemungkinan dampak kredit yang material dan bertahan lama.

Pada Jumat, lembaga pemeringkat kredit mengatakan keputusannya didasarkan pada proyeksi defisit anggaran Israel lebih tinggi karena peningkatan belanja militer. Moody’s juga prediksi belanja pertahanan Israel akan meningkat hampir dua kali lipat dari 2022 pada akhir 2024 dan berpotensi meningkat lebih tinggi pada tahun yang akan datang.

“Meskipun saat ini ada negosiasi yang sedang dilakukan untuk menjamin pembebasan sandera melalui gencatan senjata sementara dan lebih banyak bantuan kemanusiaan ke Gaza, tidak ada kejelasan mengenai kemungkinan jangka waktu dan ketahanan perjanjian tersebut,” tulis lembaga pemeringkat itu.

Moody’s juga memperingatkan risiko signifikan dari eskalasi konflik saat ini termasuk potensi keterlibatan Hizbullah.

“Konflik dengan Hizbullah akan menimbulkan risiko yang jauh lebih besar terhadap wilayah Israel,” ujar Moody’s.


Perang Israel-Hamas Bakal Berdampak terhadap Ekonomi Eropa

Ilustrasi bendera Uni Eropa (AFP Photo)

Sebelumnya diberitakan, Goldman Sachs menilai perang Israel-Hamas dapat berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan inflasi di zona euro kecuali tekanan harga energi tetap terkendali.

Dikutip dari CNBC, ditulis Minggu (5/11/2023),dalam sebuah riset, Analis Goldman Sachs, Katya Vashkinskaya menilai, konflik Israel-Hamas yang sedang berlangsung dapat pengaruhi ekonomi Eropa melalui perdagangan regional yang lebih rendah, kondisi keuangan lebih ketat, harga energi lebih tinggi dan kepercayaan konsumen yang rendah.

Kekhawatiran semakin meningkat di kalangan ekonom kalau konflik tersebut dapat meluas dan melanda Timur Tengah. Hal ini menyusul Israel dan Lebanon saling tembak rudal saat Israel terus memborbardir Gaza yang akibatkan banyak korban sipil dan krisis kemanusiaan yang semakin parah.

Ketegangan meski dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi Eropa melalui perdagangan yang lebih rendah dengan Timur Tengah, Vashkinskaya menyoroti paparan terhadap benua ini terbatas mengingat ekspor kawasan euro sekitar 0,4 persen produk domestik bruto (PDB) ke Israel dan negara-negara tetangganya, sedangkan paparan perdagangan Inggris lebih sedikit sekitar 0,2 persen terhadap PDB.

Ia mencatat kondisi keuangan yang lebih ketat dapat membebani pertumbuhan dan memperburuk hambatan yang ada pada aktivitas ekonomi akibat kenaikan suku bunga di kawasan euro dan Inggris.

Namun, Goldman Sachs tidak melihat pola yang jelas antara kondisi keuangan dan episode ketegangan sebelumnya di kawasan Eropa Timur.

“Cara paling penting dan berpotensi berdampak pada ketegangan yang dapat meluas ke ekonomi Eropa adalah melalui pasar minyak dan gas,” ujar Vashkinskaya.

Ia menuturkan, sejak konflik saat ini terjadi, pasar komoditas mengalami peningkatan volatilitas. Harga minyak mentah Brent dan gas alam Eropa masing-masing naik 9 persen dan 34 persen pada puncaknya.

 


Harga Minyak Melonjak

Ilustrasi Harga Minyak Dunia. Foto: AFP

Tim komoditas Goldman Sachs menilai serangkaian skenario penurunan di mana harga minyak dapat naik antara 5 persen dan 20 persen, tergantung pada tingkat keparahan guncangan pasokan minyak.

"Kenaikan harga minyak 10 persen yang terus menerus biasanya menguarangi PDB riil kawasan Euro sekitar 0,2 persen setelah satu tahun, dan meningkatkan harga konsumen hampir 0,33pp selama periode tersebut, dengan dampak serupa yang diamati di Inggris,” ujar Vashkinskaya.

Ia menambahkan, harga minyak harus tetap tinggi secara konsisten. Hal ini sudah menjadi pertanyaan karena harga minyak mentah Brent hampir kembali ke tingkat sebelum konflik pada akhir Oktober 2023.

Ia menilai, perkembangan harga gas hadirkan tantangan lebih besar. Hal ini karena kenaikan harga didorong pengurangan ekspor LNG atau gas alam cair global dari ladang gas Israel. Selain itu, pasar gas saat ini kurang mampu merespons guncangan pasokan yang merugikan.

"Meskipun perkiraan tim komoditas kami menunjukkan peningkatan cukup besar pada harga gas alam Eropa jika terjadi skenario penurunan pasokan di kisaran 102-200 EUR/MWh, kami yakini respons kebijakan akan melanjutkan biaya energi yang ada atau memulai kembali biaya energi sebelumnya. Kebijakan dukungan akan menahan dampak laba yang dapat dibelanjakan dan mendukung perusahaan, jika risiko itu terwujud,” tutur dia.

 


Risiko Kendalikan Inflasi

Ilustrasi harga minyak dunia hari ini (Foto By AI)

Kepada CNBC, Gubernur Bank of England Andrew Bailey menuturkan, dampak langsung dari konflik di pasar energi menimbulkan potensi risiko terhadap upaya bank sentral untuk kendalikan inflasi.

“Sejauh ini, menurut saya, kita belum melihat kenaikan harga energi yang nyata, dan itu jelas bagus. Tapi itu adalah sebuah risiko. Ini jelas merupakan risiko di masa depan,” ujar Bailey.

Harga minyak bergejolak sejak Hamas melancarkan serangan terhadap Israel pada 7 Oktober 2023. Bank Dunia memperingatkan dalam laporan triwulanan pada Senin, 30 Oktober 2023 kalau harga minyak mentah dapat naik hingga lebih dari USD 150 per barel jika konflik meningkat.

Vashkinskaya mencatat kawasan euro alami penurunan subtansial setelah invasi Rusia ke Ukraina pada Maret 2022. Dampak yang sama belum pernah diamati secara historis bersamaan dengan meningkatnya ketegangan antara Israel dan Hamas. Akan tetapi, pengukuran ketidakpastian terkait konflik yang dilakukan Goldman Sachs mencapai rekor tertinggi pada Oktober 2023.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya