Liputan6.com, Jakarta - Manajemen risiko menjadi salah satu aspek terpenting dalam operasional bank. Di tengah volatilitas pasar, bank perlu memahami risiko yang dihadapi, serta mengembangkan strategi yang efektif untuk mengelolanya.
Kegagalan dalam mengelola risiko dapat memiliki konsekuensi yang serius, bahkan hingga menutup operasi bank secara keseluruhan.
Advertisement
Seperti diketahui, pada 2023 ada 4 bank yang dicabut izin usahanya oleh Otoritas Jasa keuangan (OJK). Bank-bank tersebut menurut Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terpaksa harus ditutup lantaran memiliki tata kelola yang buruk sehingga bank menjadi tidak sehat.
Risk Management Division Head Bank Mega Syariah Rundi Derma Perkasa menegaskan, sebagai lembaga intermediasi, risiko terbesar yang dihadapi bank adalah risiko kredit atau pembiayaan.
Untuk mengantisipasi risiko tersebut, Bank Mega Syariah menerapkan pengelolaan risiko yang didasarkan pada SE OJK Nomor 25/SEOJK.03/2023 dan Basel Accord serta market best practice.
Bank Mega Syariah juga telah menetapkan Risk Acceptance Criteria (RAC) untuk pengelolaan pembiayaan secara bankwide. RAC khusus juga diterapkan untuk sektor-sektor industri tertentu yang menjadi fokus bisnis pembiayaan.
"Pada proses pemberian pembiayaan, Bank Mega Syariah menilai risiko berdasarkan prinsip 5C, yaitu character atau integritas nasabah, capacity yaitu kemampuan membayar, capital atau modal nasabah, collateral yaitu agunan, dan condition atau prospek usaha. Selain itu, bank menerapkan four eyes principle, dimana pemberian pembiayaan melibatkan dua unit kerja yang memiliki fungsi bisnis dan risiko," jelasnya, Minggu (11/2/2024).
Rundi juga menjelaskan, pengelolaan risiko yang baik tercermin dari penilaian parameter-parameter risiko yang sesuai atau lebih baik dari appetite yang telah ditetapkan. Salah satunya adalah rasio non performing financing (NPF).
"Selain itu, modal bank harus menjadi perhatian untuk menyerap potensi kerugian yang mungkin timbul. Kemudian, rendahnya tingkat NPF juga mencerminkan penerapan manajemen risiko kredit yang baik," imbuh Rundi.
Tak Cuma 2, Ada BPR Lain akan Bangkrut di 2024
Sebelumnya, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memastikan akan ada lebih dari dua bank perkreditan rakyat (BPR) yang mengalami kebangkrutan pada 2024 ini. Menyusul aksi LPS yang melikuidasi dan membayar klaim penjaminan simpanan terhadap dua BPR pada awal tahun ini.
Keduanya yakni PT BPR Syariah Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda) di Jawa Timur, dan BPR Wijaya Kusuma di Madiun, Jawa Timur.
Kepastian itu disampaikan Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa dalam konferensi pers hasil rapat I tahun 2024 Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (30/1/2024).
Kendati akan ada banyak BPR lain yang menyusul bangkrut, Purbaya menjamin peristiwa itu tidak sampai menimbulkan gejolak dalam sektor perekonomian nasional.
"Jadi akan ada BPR tambahan yang jatuh di tahun 2024 selain 2 tadi. Tapi dampaknya ke ekonomi tidak akan signifikan dan gejolak di perekonomiannya juga tidak terlalu besar, karena kita juga tutup dengan cepat dana-dana yang dibutuhkan masyarakat," ungkapnya.
Mengacu tren selama 18 tahun terakhir, Purbaya menuturkan, ada sekitar 7-8 BPR yang ditutup setiap tahunnya. Namun, situasi itu terjadi bukan karena kondisi ekonomi yang memburuk, lebih kepada ditemukannya fraud pada BPR bersangkutan.
Advertisement
Proses Likuidasi
Akan tetapi, ia menambahkan, LPS melakukan proses likuidasi dengan cepat. Sehingga tidak menimbulkan keresahan berlebih di masyarakat, khususnya kelompok nasabah.
"Yang penting adalah dana masyarakat diganti dengan cepat. Sehingga kami bisa merubah citra kami dari hanya LPS datang katanya malaikat maut, banknya jatuh," kata Purbaya.
"Sekarang kalau LPS datang nasabah senang. Sehingga kita bisa rubah citra itu dan sampai sekarang tidak ada gejolak yang berlebihan dari BPR-BPR yang kita tangani," imbuh dia.