Harga Beras di Atas HET, Peritel: Kami Tak Ada Pilihan, dari Produsen Sudah Mahal

Peritel saat ini mulai kesulitan mendapatkan suplai beras untuk tipe premium lokal kemasan 5 kilogram. Keterbatasan ini disebabkan karena masa panen diperkirakan baru akan terjadi pada pertengahan Maret 2024.

oleh Arthur Gideon diperbarui 11 Feb 2024, 15:08 WIB
Dengan kenaikan harga tersebut, beras memberi andil sekitar 0,02 persen terhadap inflasi IHK April 2023 yang sebesar 0,33 persen secara bulanan atau 4,33 persen secara tahunan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengungkapkan penyebab harga beras di pusat perbelanjaan, minimarket dan supermarket berada di atas harga eceran tertinggi (HET). Hal ini terjadi karena memang harga beras dari produsen sudah mahal. 

Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey menjelaskan, produsen telah menaikkan harga beli (tebus) di kisaran 20 persen hingga 35 persen di atas HET dalam sepekan terakhir. Mau tidak mau, peritel juga harus menaikkan harga jual ke konsumen.

 

"Faktanya saat ini kami tidak ada pilihan dan harus membeli dengan harga di atas HET dari para produsen atau pemasok beras lokal, bagaimana mungkin kami menjual dengan HET," ujar Roy dikutip dari Antara, Minggu (11/2/2024).

 

Roy menyampaikan, Aprindo tidak memiliki wewenang untuk mengatur dan mengontrol harga yang ditentukan oleh produsen bahan pokok.

Harga yang ditetapkan oleh produsen sebagai sektor hulu selanjutnya mengalir kepada peritel di sektor hilir melalui jaringan distribusi, kemudian dibeli atau dibelanjakan oleh masyarakat pada gerai ritel modern.

Kenaikan harga dari produsen dapat menyebabkan kekosongan atau kelangkaan bahan pokok di gerai ritel modern Indonesia.

Menurut Roy, kelangkaan yang terjadi di kemudian hari mampu menimbulkan panic buying atau pembelian secara berlebihan karena takut kekurangan stok.

Sudah Dapat Pasokan

Peritel saat ini disebut mulai kesulitan mendapatkan suplai beras untuk tipe premium lokal kemasan 5 kilogram. Keterbatasan ini disebabkan karena masa panen diperkirakan baru akan terjadi pada pertengahan Maret 2024.

Selain itu, belum masuknya beras tipe medium (SPHP) yang diimpor pemerintah juga menjadi penyebab kelangkaan dan tingginya harga beras.

"Situasi dan kondisi yang tidak seimbang antara suplai dan demand inilah yang mengakibatkan kenaikan HET beras pada pasar ritel modern dan pasar rakyat," kata Roy.

Aprindo pun meminta pemerintah untuk merelaksasi HET dan harga acuan lainnya agar peritel dapat membeli bahan pokok dari produsen.

Relaksasi ini pun bertujuan untuk mencegah kekosongan dan kelangkaan bahan pokok, terlebih pada Februari ini, para peritel mulai melakukan pembelian dari produsen guna persiapan pasokan Ramadhan dan Idul Fitri di gerai ritel modern.


Harga Beras Masih Mahal Meski Sudah Ada Bansos, BPS Bongkar Penyebabnya

Pekerja melakukan pengemasan beras dalam ukuran 3 Kg dan 5 Kg di kawasan Pisangan Baru, Jakarta Timur, Selasa (20/4/2021). Di bulan Ramadhan, pengemasan ulang beras 3 kg dan 5 Kg mengalami kenaikan permintaan masyarakat untuk kebutuhan zakat dan paket sembako. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sebelumnya, Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengungkap penyebab harga beras masih mahal di pasaran. Meskipun, pemerintahan Presiden Jokowi gencar membagikan bantuan sosial (bansos) pangan berupa beras.

Amalia menyebut, mahalnya harga beras di pasaran akibat beberapa negara penghasil masih menahan ekspor beras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sehingga, terjadi kelangsungan pasokan beras di pasar internasional.

"Harga beras yang tinggi karena memang pertama kembali lagi ini dipengaruhi oleh suplai yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan demand (permintaan). Karena beberapa negara menahan dari ekspor berasnya," ujar Amalia dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (1/4/2042).

Selain itu, tren kenaikan harga beras juga terjadi akibat produksi yang lebih rendah dibandingkan sejumlah sentra wilayah. Ini disebabkan oleh faktor cuaca akibat El-Nino berkepanjangan.

"Sementara itu kalau di dalam negeri juga panen beras yang relatif lebih rendah dikarenakan faktor cuaca El Nino," ungkap Amalia.


Produksi Beras Masih Rendah

Petani menanam padi di persawahan di kawasan Tangerang, Kamis (3/12/2020). Kementerian Pertanian menargetkan pada musim tanam pertama 2020-2021 penanaman padi mencapai seluas 8,2 juta hektare menghasilkan 20 juta ton beras. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Oleh karena itu, BPS memproyeksikan produksi beras untuk periode Januari - Februari 2024 masih lebih rendah dibandingkan permintaan. Namun, Amalia tidak menyebutkan data produksi beras untuk periode Januari - Februari 2024.

"BPS memperkirakan bahwa produksi beras masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan konsumsi atau terjadi defisit sesuai dengan angka yang kami peroleh,"  pungkasnya.

Infografis Harga Beras Naik hingga Beli Beras Dibatasi (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya