Gugat Aturan Pajak Hiburan ke MK, Pengusaha Saat Ini Tetap Pakai Tarif Lama

Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) mengimbau para pelaku usaha sektor hiburan masih tetap menggunakan tarif pajak hiburan yang lama.

oleh Arief Rahman H diperbarui 13 Feb 2024, 11:00 WIB
Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Hariyadi Sukamdani dalam konferensi pers Pendaftaran Uji Materiil UU 1/2022 Yang Terkait Dengan Pajak Hiburan, di kantor Mahkamah Konstitusi, Rabu (7/2/2024). (Tira/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) telah resmi mengajukan uji materiil aturan pajak hiburan 40-75 persen. Untuk itu, asosiasi mengimbau para pelaku usaha sektor hiburan masih tetap menggunakan tarif pajak hiburan yang lama.

Hal ini tertuang dalam surat edaran yang ditandatangani Ketua Umum GIPI, Hariyadi sukamdani dan Sekjen GIPI, Pauline Suharno. Surat edaran itu menyebut, proses hukum soal aturan pajak hiburan tengah berjalan di Mahkamah Konstitusi (MK). Dengan begitu, pelaku usaha diimbau masih menggunakan tarif pajak hiburan yang sebelumnya.

 

"Dengan mulai berjalannya proses hukum di Mahkamah Konstitusi, maka DPP GlPl menyampaikan sikap bahwa selama menunggu putusan Uji l/lateri di Mahkamah Konstitusi, maka pengusaha jasa hiburan (diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa) membayar pajak hiburan dengan tarif lama," seperti dikutip dari salinan Surat Edaran tersebut, Selasa (13/2/2024).

 

Hariyadi menyampaikan, langkah ini dilakukan agar dapat menjaga keberlangsungan usaha hiburan dlskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa terhadap kenaikan tarif yang akan berdampak pada penurunan konsumen.

Subtansi Gugatan

Informasi, Dewan Pengurus Pusat GIPI telah mendaftarkan gygatan uji materiil ke Mahkamah Konstitus pada 7 Februari 2024 jam 13.56 WIB dengan nomor Tanda Terima Pengajuan Permahonan Online dengan nomor 23/PAN.ONLINE/2024 dan Tanda Terima Penyerahan Dokumen No. 23-1/PUU/PAN.MK/AP3 tertanggal 7 Februari 2A24 jam 13.59 WIB.

Subtansi gugatannya yakni Pengujian Materil atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pasal 58 Ayat (2) terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan pating rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.

"Adapun harapan DPP GIPI dalam Pengujian Materil ini bahwa Mahkamah Konstitusi dapat mencabut Pasal 58 Ayat (2) pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 sehingga penetapan Tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang termasuk dalam Jasa Kesenian dan Hiburan adalah sama, yaitu antara 0-10 persen," tutur Hariyadi.

"Dengan dicabutnya Pasal 58 Ayat (2) pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, maka tidak ada lagi diskriminasi penetapan besaran pajak dalam usaha Jasa Kesenian dan Hiburan," pungkasnya.

 


Pengusaha Layangkan Gugatan

Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Hariyadi Sukamdani dalam konferensi pers Pendaftaran Uji Materiil UU 1/2022 Yang Terkait Dengan Pajak Hiburan, di kantor Mahkamah Konstitusi, Rabu (7/2/2024). (Tira/Liputan6.com)

Sebelumnya, Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Hariyadi Sukamdani, menyadari gugatan uji materi atau judicial review terkait Pajak Hiburan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi akan membutuhkan waktu yang lama, lantaran sebentar lagi akan dilaksanakan Pemilu 2024.

Diketahui pengusaha industri hiburan telah mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terkait Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Pasal 58 Ayat (2) terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyebutkan, khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.

Pengajuan gugatan disampaikan langsung oleh Ketua Umum GIPI Hariyadi Sukamdani yang didampingi oleh Kuasa Hukum DPP GIPI Muhammad Joni, S.H., M.H, Managing Partner Law Office Joni & Tanamas dan Pengurus DPP GIPl beserta Pelaku Usaha Hiburan

Karena proses gugatan ini akan memakan waktu yang cukup panjang karena kita tahu akan dilaksanakan Pemilu. Jadi, kami memperkirakan ini prosesnya akan panjang," kata Hariyadi, dalam konferensi pers Pendaftaran Uji Materiil UU 1/2022 Yang Terkait Dengan Pajak Hiburan, di kantor Mahkamah Konstitusi, Rabu (7/2/2024).

Haryadi mengatakan, pengusaha di industri hiburan akan bersabar menunggu hingga uji materil terkait pajak hiburan dibahas oleh Mahkamah Konstitusi.

"Setelah proses sengketa Pemilu selesai, kemungkinan ini baru dibahas oleh hakim konstitusi," ujarnya.

 


Imbauan

Pengusaha Resmi Ajukan Uji Materi Pajak Hiburan ke MK, Tarif Pajak Lama Berlaku Kembali.  (Liputan6.com/Henry)

Oleh karena itu, kata Hariyadi, sembari menunggu uji materil dibahas oleh Mahkamah Konstitusi, pihaknya akan mengedarkan Surat Edaran (SE) kepada pelaku usaha jasa hiburan yang terdampak dari beleid tersebut.

"Intinya kami menghimbau mereka untuk membayar tarif pajaknya mengikuti tarif yang lama. Jadi, sementara begitu agar mereka tetap bisa bertahan, sambil kita menunggu kepala daerah setempat mengeluarkan diskresi kebijakan," tegasnya.

Menurutnya, jika tidak ada SE maka pelaku usaha industri hiburan dikhawatirkan membayar pajak sesuai dengan peraturan terbaru yakni sebesar 40-75 persen. Hal itu dapat membuat mereka mengalami kesulitan dan usahanya bangkrut.

"Karena kalau ini nanti mereka bayar sesuai tarif baru dapat dipastikan mereka akan mengalami kesulitan dan bahkan berhenti beroperasi. Kami menghindari itu, maka kami kirim SE yang posisinya tetap bayar pajak hiburan tapi mengikuti tarif yang lama," pungkasnya.

Infografis Heboh Kenaikan Pajak Hiburan 40-75 Persen. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya