Usai Rp 2,4 Triliun, Norwegia Mau Guyur Lagi Dana ke Indonesia Atasi Perubahan Iklim

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya melakukan pertemuan dengan Duta Besar Norwegia untuk Indonesia, Rut Kruger Giverin membahas lebih lanjut implementasi pendanaan tahap ke-4 atas kerjasama kedua negara.

oleh Septian Deny diperbarui 13 Feb 2024, 12:20 WIB
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya melakukan pertemuan dengan Duta Besar Norwegia untuk Indonesia, Rut Kruger Giverin di Jakarta. Pertemuan ini dilakukan untuk membahas lebih lanjut implementasi pendanaan tahap ke-4 atas kerjasama kedua negara. (Dok. KLHK)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya melakukan pertemuan dengan Duta Besar Norwegia untuk Indonesia, Rut Kruger Giverin di Jakarta. Pertemuan ini dilakukan untuk membahas lebih lanjut implementasi pendanaan tahap ke-4 atas kerjasama kedua negara. 

Secara khusus, pertemuan ini juga mengawali proses verifikasi atas kontribusi berbasis hasil (Result Based Contribution/RBC) tahap keempat untuk pengurangan emisi. Proses verifikasi akan mencakup semuanya hasil yang tersedia dari total pengurangan emisi dari deforestasi dan hutan degradasi (REDD+).

Menteri Siti menekankan bahwa kemitraan ini dibangun atas dasar kesetaraan dan didasarkan pada bukti berdasarkan fakta. Dengan begitu, kerja sama ini juga akan memungkinkan kedua belah pihak mengambil tindakan nyata bersama untuk mencapai tujuan iklim negara kita masing-masing.

Menteri Siti menjelaskan untuk RBC pertama, kedua, dan ketiga sudah selesai sampai dengan Januari kemarin. Hingga pada tahap ketiga itu, kontribusi yang dihasilkan kurang lebih USD 156 juta atau sekitar Rp 2,4 triliun (kurs 15.586 per USD)

 

“Buat kita sebetulnya bukan soal uangnya, yang lebih penting adalah karena dengan demikian Norwegia memberikan pengakuan bahwa Indonesia cukup baik di dalam melakukan aksi-aksi mitigasi iklim,” ungkapnya dikutip Selasa (13/2/2024).

Krisis Iklim

Lebih lanjut, Menteri Siti mengatakan saat ini Indonesia juga tengah berupaya mengatasi krisis iklim mulai dari tingkat akar rumput, termasuk melalui implementasi Indonesia FOLU Net Sink 2030. Melalui kerja sama ini, ia optimis tujuan tersebut akan dapat dipenuhi.

Menanggapi hal tersebut, Dubes Rut Kruger mengungkapkan Norwegia sangat bangga atas kemitraan dengan Indonesia. Ia juga menyatakan Indonesia memimpin dengan memberikan contoh, bagaimana negara ini mampu mengurangi emisi dari deforestasi. Hal ini adalah sesuatu yang harus diakui di tingkat global.

“Seperti yang dijelaskan Menteri Siti Nurbaya, kami telah mengucurkan USD 156 juta sebagai kontribusi atas hasil yang sangat mengesankan di Indonesia. Menurut kami hal tersebut juga tidak lepas dari kepemimpinan Menteri Siti Nurbaya, benar-benar merupakan contoh kelas dunia,” ungkapnya.

 

 

 


Perubahan Iklim

Emisi karbon merupakan kunci penting untuk menghindari perubahan iklim saat ini. Solusinya adalah mesin penghisap karbon di Swiss. (Pixabay)

Lebih lanjut, Dubes Rut Kruger menyampaikan alasan Norwegia melakukan hal ini adalah karena perubahan iklim merupakan tantangan global.

Indonesia dinilai telah melakukan pekerjaan yang sangat mengesankan dan mempunyai arti penting bagi seluruh dunia. Jadi tidak hanya di Indonesia, tapi juga di tingkat global.

“Dan saya pikir Norwegia dan Indonesia kini menunjukkan contoh yang sangat baik tentang bagaimana negara-negara barat dan negara-negara dengan banyak hutan hujan dapat bekerja sama untuk mengatasi tantangan iklim. Maka dengan itu, saya rasa sekali lagi kami sangat senang bisa bekerja sama dengan Indonesia dan kami sangat menantikan untuk melanjutkan kerjasama kami,” katanya.


Pakar Masih Pertanyakan Implementasi Transisi Energi Para Capres 2024

Ketua Dewan Pembina The Habibie Center, Ilham Akbar Habibie, mengatakan setiap kata kunci soal transisi energi sudah masuk dalam visi-misi setiap Capres.

Sebelumnya, seluruh Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres-Cawapres) diketahui memuat sejumlah ambisi dan komitmen melaksanakan transisi energi. Namun, proses implementasinya dinilai masih menjadi pertanyaan.

Ketua Dewan Pembina The Habibie Center, Ilham Akbar Habibie, mengatakan setiap kata kunci soal transisi energi sudah masuk dalam visi-misi setiap Capres. Meski begitu, hal tersebut masih sebatas pada lingkup makro, dan belum merujuk pada tahapan implementasi.

"Saya tidak bisa menelaah secara rinci semuanya, tapi saya lihat kata kunci itu ada di semuanya, tapi bagaimana implementasinya itu buat saya masih tanda tanya," ujar Ilham dalam Diskusi Publik The Habibie Center, di Jakarta, Selasa (6/2/2024).

Dia pun mewajarkan kalau wacana-wacana transisi yang dibawa setiap capres tidak dituangkan secara rinci. Dia memandang komitmen itu bisa jadi dituangkan dalam rencana implementasi ketiga capres.

Ilham melihat, rencana Capres Prabowo Subianto misalnya, yang masih melekat dengan program-program yang dijalankan oleh pemerintah saat ini. Mengingat, Prabowo merupakan bagian dari kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan pasangannya, Gibran Rakabuming Raka adalah putra sulung Kepala Negara.

"Jadi meneruskan apa yang sudah berjalan saat ini, tentu ada hilrisasi, tentu ada program-program yang saat ini sudah berjalan," kata dia.

Sementara itu, Anies Baswedan yang mengusung perubahan, dinilai akan memberikan sedikit pembeda dari corak pemerintah sekarang. Misalnya, adanya usulan keterlibatan masyarakat dalam transisi energi.

"Seperti yang saya katakan, partisipasi masyarakat, kalau diizinkan juga mereka bisa menjadi produsen, dalam arti kata misalnya kincir angin yang jarang bisa berjalan di Indonesia karena memang Indonesia bukan negara angin, tapi untuk solar panel mungkin itu bisa," tuturnya.

 


Masyarakat Sadar Pentingnya Energi Bersih

PLTB ini bisa mengaliri listrik 360 ribu pelanggan 450 KV. Proyek ini bagian dari proyek percepatan pembangunan pembangkit 35.000 MW, sekaligus bagian dari upaya Pemerintah mencapai target bauran energi nasional 23 persen dari EBT pada 2025.

Kendati begitu, Ilham memandang kalau para calon pemilih nanti, termasuk generasi milenial dan generasi muda sudah mulai sadar pentingnya transisi energi ke energi baru terbarukan. Tujuannya, termasuk untuk mengejar ambisi nol emisi karbon.

"Saya kira pada dasarnya mereka sadar bahwa generasi saat ini, milenial yang lebih muda sangat sadar mengenai keperluan kita mempunyai satu rencana energi yang menuju ke energi terbarukan yang juga ke net zero karena kalau itu juga tidak kita perhatikan, kita sendiri sebagai negara bis amenajdi salah satu korban," urainya.

Mengingat lagi, berkaca pada banyak analisis, Indonesia masuk dalam daftar negara yang rentan terdampak imbas dari perubahan iklim global.

"Karena kita negara kepulauan dengan banyak pulau yang memang tidak terlalu tinggi jadi kita terancam sekali, jadi saya kira itu ada di dalam benak para voters dan itu yang disebut oleh semua paslon dengan cara yang sedikit berbeda," pungkasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya