Kontroversi Iklan Israel di Super Bowl Saat IDF Serang Bertubi-tubi Pengungsi di Rafah Gaza

Para aktivis pro-Pelestina menyebut bahwa iklan Israel di Super Bowl sengaja ditayangkan saat IDF terus mengebom Rafah.

oleh Asnida Riani diperbarui 14 Feb 2024, 03:00 WIB
Gambar dari Rafah, asap mengepul di atas Khan Yunis Jalur Gaza selatan selama pemboman Israel pada 20 Januari 2024, di tengah pertempuran antara Israel dan militan Palestina Hamas. (AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Israel memasang iklan berdurasi 30 detik yang memuat narasi mereka tentang perang di Gaza selama NFL Super Bowl berlangsung pada Minggu, 11 Februari 2024. Tayangan berbuah protes sejumlah aktivis pro-Palestina itu ditonton banyak pasang mata ketika Rafah kembali jadi sasaran pengemboman bertubi-tubi Pasukan Pertahanan Israel (IDF).

Melansir New Arab, Selasa, 13 Februari 2024, iklan tersebut dimulai dengan menampilkan seorang atlet NFL bermain bersama putranya. Klip kemudian memotong memperlihatkan sandera Israel yang ditahan di Gaza bermain dengan anak-anak mereka sebelum 7 Oktober 2023 ketika sekitar 250 warga Israel ditawan.

Iklan tersebut didedikasikan untuk ayah-ayah Israel yang disandera di Gaza, diakhiri dengan tagar, "Bawa semua ayah pulang ke rumah." Ini adalah bagian dari kampanye pemerintah Israel, yang diawasi Direktorat Diplomasi Publik Nasional negara itu.

Mereka memproduksi dan mempromosikan narasi Israel mengenai perang di Gaza, sementara serangan militer Israel telah menewaskan lebih dari 28 ribu warga Palestina. Iklan lain menunjukkan stadion penuh sesak dengan tulisan, "Di stadion yang menderu-deru, keheningan mereka memekakkan telinga. 136 orang masih disandera Hamas."

Pemerintah Israel membeli slot iklan Super Bowl melalui siaran acara Paramount, dengan biaya kira-kira tujuh juta dolar AS (sekitar Rp109 miliar) untuk iklan berdurasi 30 detik, menurut harga yang dilaporkan The Wall Street Journal. Saat iklan tersebut ditayangkan, Israel melakukan operasi penyelamatan di kota Rafah di selatan Gaza dan menyaksikan dua warga Israel dibebaskan. 


Pembantaian yang Berkelanjutan

Kementerian kesehatan Gaza mengatakan bahwa serangan udara Israel di Rafah telah menewaskan 16 orang. (JACK GUEZ/AFP)

Di saat yang sama, bom Israel menewaskan sekitar 100 warga sipil sebagai bagian dari pengalihan operasi, menurut pejabat Israel. Direktur Jenderal Doctors Without Borders (MSF) Meinie Nicolai menggambarkan pemboman di Rafah sebagai "pembantaian yang berkelanjutan."

Perang Israel di Gaza telah menewaskan 28.340 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, dan 67.984 orang terluka, menurut angka dari otoritas kesehatan Gaza. Iklan Super Bowl di jam tayang utama mengudara ketika pesawat tempur Israel kembali melakukan pembantaian di Rafah, yang disebut sebagai zona aman.

Kelompok aktivis Jewish Voice for Peace menanggapi iklan tersebut dengan mengatakan, "Militer Israel mengebom Rafah, wilayah terpadat di dunia, sementara orang Amerika menonton Super Bowl." Ia menyambung, "Ini disengaja. Ini adalah genosida, sambil mengatakan "Kami menuntut orang-orang yang menyaksikan Super Bowl mengalihkan pandangan mereka ke Rafah."

Direktur Eksekutif Nasional Komite Anti-Diskriminasi Amerika-Arab, Abed A. Ayoub mengatakan, "Serangan di Rafah dimulai di saat yang sama ketika iklan Hentikan Kebencian/Antisemitisme diputar. Ini bukan suatu kebetulan. Ini memang direncanakan. Mereka tahu sebagian besar mata di AS terpaku pada permainan (Super Bowl) dan tidak menaruh perhatian (pada krisis di Gaza)."


Tolak Perjanjian Gencatan Senjata

Asap mengepul di Rafah setelah serangan udara Israel di Jalur Gaza Selatan pada 1 Desember 2023. (SAID KHATIB/AFP)

Jurnalis Mehdi Hassan, dengan me-retweet sebuah artikel di Haaretz, menyuarakan kritik pada kebijakan Israel terhadap para sandera. Ia menulis, "Ingat ini ketika Anda menonton iklan Super Bowl 'bawa sandera kami pulang' malam ini: Netanyahu, Ben-Gvir, dan rekan-rekannya sebenarnya tidak peduli dengan para sandera."

"Mereka 'mempersiapkan opini publik untuk kebutuhan' membiarkan mereka mati. Semua demi melanggengkan perang brutal ini dan menyelamatkan pekerjaan mereka," imbuhnya.

Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu telah menolak perjanjian gencatan senjata dengan Hamas, yang akan membebaskan para sandera. Sekitar 134 sandera dilaporkan masih berada di Gaza dari sekitar 250 sandera yang ditawan Hamas dari serangan yang mereka luncurkan pada 7 Oktober 2023.

Selama gencatan senjata antara Israel dan Hamas pada November 2023, 105 sandera dibebaskan dengan imbalan peningkatan pengiriman bantuan ke daerah kantong tersebut dan pembebasan tahanan Palestina.

Lebih dari empat bulan setelah perang Israel di Gaza berlangsung, warga sipil di wilayah kantong itu menghadapi krisis kemanusiaan yang parah. Kondisi mengenaskan ini pun tidak mengecualikan para bayi, yang mana banyak di antara mereka terancam malnutrisi, bahkan kelaparan.


Krisis Kemanusiaan di Gaza

Warga Palestina yang terluka duduk di Rumah Sakit al-Shifa di Kota Gaza, Jalur Gaza, setelah tiba dari Rumah Sakit al-Ahli menyusul ledakan di sana, Selasa (17/10/2023). (AP Photo/Abed Khaled)

Saking sulit, bayi berusia kurang dari enam bulan terpaksa diberi makanan padat, seperti kurma. "Saya tidak bisa membelikannya susu fomula karena kami tidak punya cukup uang. Kami bahkan tidak bisa membeli popok. Saya coba menyusuinya, tapi (ASI saya) seperti air," cerita seorang ibu, dikutip dari Middle East Eye, 10 Februari 2024.

"Ia tidak mau (meminum ASI saya), karena ia tidak merasakan nilai gizinya," si ibu menambahkan. Perang di Gaza telah memicu bencana kemanusiaan yang menyebabkan kekurangan bahan pokok. Beberapa yang paling terdampaknya adalah bayi, anak-anak, dan orangtua mereka, yang mana popok dan susu formula sulit didapat atau harganya melonjak hingga tidak terjangkau, lapor AP.

Penderitaan mereka semakin rumit karena pengiriman bantuan yang terhambat pembatasan Israel dan pertempuran yang tiada henti. Pengungsi Palestina juga semakin terdesak ke wilayah yang kian sempit, sehingga memicu wabah penyakit, yang mana anak-anak kekurangan gizi sangat rentan terdampak.

PBB mengatakan, penduduk Gaza berada dalam risiko kelaparan, dan seperempat penduduknya sudah kelaparan. Bagi warga Palestina yang mengalami kondisi yang semakin mengerikan, tindakan paling mendasar, seperti mengganti popok anak, telah jadi sebuah kemewahan yang membutuhkan pengorbanan.

Infografis PBB Serukan Resolusi Gencatan Senjata di Gaza. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya