Kata Butet soal Film Dirty Vote: Dikit-Dikit Main Lapor

Film dokumenter Dirty Vote yang tayang sejak Minggu (11/02/2024) tengah banyak diperbincangkan. Butet pun menyampaikan bahwa film tersebut sangat edukatif bahkan sangat bagus, bukan pada aspek sinemanya melainkan pada kontennya.

oleh Hendro diperbarui 15 Feb 2024, 21:39 WIB
Disela mengikuti malam tirakatan di kediaman Cawapres Mahfud MD Sleman, Yogyakarta, Butet menyinggung soal pelaporan terkait Film Dirty Vote yang ditonton lebih dari 14.000 Viewer.

Liputan6.com, Yogyakarta - Film dokumenter Dirty Vote yang tayang sejak Minggu (11/02/2024) tengah banyak diperbincangkan. Film garapan Dandhy Dwi Laksono yang memaparkan sejumlah data dan mengurai pelanggaran hukum pada Pilpres 2024 tersebut disebut sudah terjadi sejak lama.

Belakangan, sutradara dan tiga pakar hukum tata negara yang menjadi pemeran dalam film dokumenter dilaporkan ke polisi.

Belum lama ini, Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Santri Indonesia (DPP Foksi) ke Mabes Polri dengan terlapor Zainal Arifin Mochtar, Feri Amsari, Bivitri Susanti beserta Dandhy Laksono selaku sutradara.

Budayawan Butet Kartaredjasa turut angkat bicara terkait kemunculan film dokumenter 'Dirty Vote'. Butet pun menyampaikan bahwa film tersebut sangat edukatif bahkan sangat bagus, bukan pada aspek sinemanya melainkan pada kontennya.

"Bukan sinemanya tapi kontennya, hanya dalam beberapa waktu film tersebut sudah ditonton lebih dari 14.000 viewer. Mana ada film Indonesia seramai itu," kata Butet di sela acara tirakatan di kompleks kediaman Mahfud Md, Selasa (13/2/2024).

Menurut Butet, Film tersebut menerangkan dengan data akademik yang sangat kuat. Di dalamnya tidak terkandung fitnah bahkan seluruh data diambil dari jejak-jejak digital yang akurasinya dapat dipertanggungjawabkan.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Jika Berlanjut Penyelidikan

Butet berharap, warga yang telah menonton film tersebut,  dapat menyimpulkan pesan maupun isi dalam film tersebut secara jernih tanpa ada tedensi apapun. Hal tersebut guna menyelamatkan bangsa dan negara ini.

Disinggung soal pelaporan, Butet mengatakan bahwa yang melaporkan sekarang ini suatu saat akan dilaporkan juga. Karena, dianggapnya sebuah praktik ketidakbenaran atau hanya mengada-ada.

“Kita itu dilindungi undang-undang untuk bebas berpendapat, bebas mengaktualisasikan pikiran-pikiran melalui sebuah karya seni termasuk film. Kalau dikit-dikit main lapor, itu artinya bahasa kekuasaan atau relasi kekuasaan,” tegas Butet.

Dalam praktik demokrasi, lanjut Butet, sebuah karya seni itu tidak boleh dilaporkan ke polisi termasuk film dokumenter tersebut. Jika hal tersebut dilakukan dan ditindaklanjuti dengan penyelidikan atau mengarah pada tindak kriminal, maka seluruh rakyat Indonesia akan marah.

“Kalau ini nanti berlanjut ke tingkat penyelidikan dan kriminal, saya yakin 200 persen rakyat Indonesia tidak terima karena terhambat kebebasan berekspresinya itu,” tegasnya.

Butet membandingkan dengan kasusnya, bahwa pelaporan atas dirinya sudah dicabut dari kepolisian. Hal tersebut langsung mandat presiden, sehingga kasus yang ia hadapi saat ini sudah selesai.

“Jadi kalau ini berlanjut, ini adalah pembungkaman kebebasan berekspresi dengan jalur seninya,” ulasnya.

Butet berharap, dalam proses pemilu saat ini harus damai dan menggembirakan. Hal tersebut mencerminkan bahwa masyarakat sebagai subjek mampu menjalankan hak haknya untuk memilih pemimpin ke depannya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya