KPK Panggil Shanty Alda Nathalia Terkait Korupsi Gubernur Maluku Utara Pekan Depan

Direktur PT Smart Marsindo Shanty Alda Nathalia dipanggil KPK sebagai saksi kasus dugaan suap pengadaan dan perizinan proyek di Maluku Utara (Malut) yang menjerat Gubernur Abdul Ghani Kasuba (AGK).

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 14 Feb 2024, 14:25 WIB
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Liputan6.com/Fachrur Rozie)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemanggilan ulang terhadap Direktur PT Smart Marsindo Shanty Alda Nathalia sebagai saksi kasus dugaan suap pengadaan dan perizinan proyek di Maluku Utara (Malut) yang menjerat Gubernur Malut Abdul Ghani Kasuba (AGK).

"Untuk saksi Shanty Alda Nathalia (Direktur PT Smart  Marsindo), kembali diagendakan pada Selasa, 20 Februari 2024," tutur Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (14/2/2024).

Shanty sendiri sebelumnya mangkir saat diminta menjalani pemeriksaan penyidik KPK. Surat panggilan kedua pun dipastikan sudah dikirimkan ke alamat rumahnya dan dijadwalkan pekan depan di Gedung Merah Putih KPK.

"KPK ingatkan untuk kooperatif hadir penuhi panggilan tim penyidik tersebut," jelas Ali.

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Maluku Utara (Malut) Abdul Ghani Kasuba (AGK) sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa serta pemberian izin di lingkungan Pemerintah Provinsi Maluku Utara.

Penyidik KPK juga langsung melakukan penahanan terhadap Abdul Ghani Kasuba dan lima orang lainnya yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka.

"Tim Penyidik menahan tersangka AGK, AH,DI, RA, RI dan ST masing-masing untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 19 Desember 2023 sampai 7 Januari 2024 di Rutan KPK," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (20/12/2023), dilansir dari Antara.

Para tersangka lainnya yakni Kadis Perumahan dan Pemukiman Pemprov Maluku Utara Adnan Hasanudin (AH), Kadis PUPR Pemprov Maluku Daud Ismail (DI), Kepala BPPBJ Pemprov Maluku Utara Ridwan Arsan (RA), ajudan gubernur Ramadhan Ibrahim (RI), dan pihak swasta Stevi Thomas (ST).

Alex mengatakan awalnya KPK juga akan melakukan penahanan terhadap pihak swasta bernama Kristian Wuisan (KW). Meski demikian yang bersangkutan tidak hadir memenuhi panggilan penyidik.

"Tersangka KW segera kami lakukan pemanggilan dan kami mengingatkan agar yang bersangkutan kooperatif hadir," ujarnya.

 


Konstruksi Kasus

Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani memberi keterangan usai melakukan pertemuan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (22/12). Kedatangan Abdul untuk meminta pengawalan KPK terkait finalisasi pembahasan APBD tahun 2018. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

 

Adapun konstruksi perkara yang menjerat Abdul Ghhani Kasuba dan para tersangka lainnya berawal saat Pemprov Maluku Utara melaksanakan pengadaan barang dan jasa dengan anggarannya bersumber dari APBD.

AGK dalam jabatannya selaku Gubernur Maluku Utara ikut serta dalam menentukan siapa saja dari pihak kontraktor yang akan dimenangkan dalam lelang proyek pekerjaan tersebut.

Untuk menjalankan misinya tersebut, AGK kemudian memerintahkan AH selaku Kadis Perumahan dan Pemukiman, DI selaku Kadis PUPR dan RA selaku Kepala BPPBJ untuk melaporkan soal berbagai proyek yang akan dikerjakan di Provinsi Maluku Utara.

Adapun besaran berbagai nilai proyek infrastruktur jalan dan jembatan di Pemprov Maluku Utara mencapai pagu anggaran lebih dari Rp500 miliar, di antaranya pembangunan jalan dan jembatan ruas Matuting-Rangaranga, serta pembangunan jalan dan jembatan ruas Saketa-Dehepodo.

Dari proyek-proyek tersebut, AGK kemudian menentukan besaran yang menjadi setoran dari para kontraktor.

Selain itu, AGK juga sepakat dan meminta AH, DI dan RA untuk memanipulasi progres pekerjaan seolah-olah telah selesai di atas 50 persen agar anggaran dapat segera dicairkan.

 


Terima Uang Rp2,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani menyapa awak media saat berada di dalam mobil usai melakukan pertemuan membahas penyusunan APBD Maluku Utara Tahun 2018 di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (22/12). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Di antara kontraktor yang dimenangkan dan menyatakan kesanggupan memberikan uang yaitu KW dan ST. Keduanya juga telah memberikan uang kepada AGK melalui RI untuk pengurusan perizinan pembangunan jalan oleh perusahannya.

Teknis penyerahan uang dilakukan secara tunai maupun rekening penampung dengan menggunakan nama rekening bank atas nama pihak lain maupun pihak swasta. Inisiatif penggunaan rekening penampung ini adalah hasil ide antara AGK dan RI.

Buku rekening dan kartu ATM tetap dipegang oleh RI sebagai orang kepercayaan AGK. Sebagai bukti permulaan awal, terdapat uang yang masuk ke rekening penampung sejumlah sekitar Rp2,2 miliar.

Uang-uang tersebut kemudian digunakan di antaranya untuk kepentingan pribadi AGK berupa pembayaran menginap hotel dan pembayaran dokter gigi.

Atas perbuatannya tersangka ST, AH, DI dan KW sebagai Pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan Tersangka AGK, RI dan RA sebagai Penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya