Liputan6.com, Jakarta - Perbuatan durhaka kepada orang tua merupakan salah satu tindakan yang sangat dikecam dalam Islam. Dalam Islam, berbakti kepada orang tua dianggap sebagai salah satu kewajiban utama, dan durhaka terhadap mereka dianggap sebagai dosa besar.
Durhaka kepada orang tua dapat berupa penghinaan, penolakan, atau perlakuan kasar terhadap mereka. Mengingkari nasehat, meremehkan, atau bahkan meninggalkan tanggung jawab terhadap orang tua adalah bentuk durhaka yang sering diakibatkan oleh sikap sombong dan kurangnya kesadaran terhadap nilai keluarga.
Sebaliknya, Islam menekankan bahwa berbakti kepada orang tua membawa pahala besar. Rasulullah SAW bersabda, "Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua, dan murka Allah tergantung pada murka orang tua."
Oleh karena itu, menjaga hubungan yang baik dengan orang tua, mendengarkan dan menghormati mereka, serta memberikan dukungan dan perhatian adalah sebagian dari kewajiban agama dan moral bagi setiap Muslim.
Durhaka kepada orang tua tidak hanya merugikan orang tua secara emosional, tetapi juga dapat membawa dampak negatif dalam kehidupan pribadi dan akhirat seseorang. Oleh karena itu, dalam berbagai tradisi agama dan budaya, penting untuk mengajarkan nilai-nilai penghormatan terhadap orang tua sebagai pondasi untuk membentuk masyarakat yang bermoral dan menghargai nilai keluarga.
Pertanyaannya kemudian, apakah pelaku durhaka ini dapat diampuni dosanya?
Baca Juga
Advertisement
Simak Video Pilihan Ini:
Kewajiban Anak Terhadap Orangtua
Menukil, muslimah.or.id, kita tidak mungkin bisa membayar jasa-jasa orang tua. Maka sudah sepantasnya, kita sebagai anak untuk senantiasa berbakti kepada kedua orang tua kita. Allah ‘azza wa jalla menyampaikannya dalam firman-Nya,
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak.” (QS. An-Nisa’: 36)
Tidak terlepas dari upaya mereka dalam membesarkan kita, tentu tidak ada orang tua yang sempurna. Mereka tidak luput dari kesalahan maupun kekurangan. Tidaklah pantas bagi kita membalas perbuatan buruk mereka, apalagi durhaka kepada mereka padahal mereka tidak melakukan kesalahan apa-apa.
Lantas bagaimana hukum anak yang durhaka kepada kedua orang tua? Kemudian apabila kita terlanjur melakukannya, bagaimana cara kita bertaubat darinya? Simak penjelasannya berikut ini.
Hak kedua orang tua sangatlah besar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan hal tersebut dalam hadis berikut ini,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu‘anhu, ia berkata: Seorang lelaki datang kepada Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam, lalu bertanya: “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak mendapatkan perbuatan kebaikanku?” Beliau shallallahu‘alaihi wa sallam menjawab, “Ibumu,” lelaki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Beliau shallallahu‘alaihi wa sallam menjawab, “Ibumu,” Lelaki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Beliau shallallahu‘alaihi wa sallam menjawab, “Ibumu,” Lelaki itu bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Beliau menjawab, “Bapakmu.” (HR al-Bukhari no. 5971, Muslim no. 2548)
Dalam hadis tersebut, Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam menyebutkan dua orang yang paling berhak mendapatkan perbuatan baik kita, yaitu kedua orang tua kita. Beliau menyebutkan ibu sebanyak tiga kali, kemudian dilanjutkan bapak satu kali. Hal ini menunjukkan bahwa berbakti kepada ibu lebih utama kedudukannya daripada berbakti kepada ayah.
Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Hadis tersebut menunjukkan bahwa kecintaan dan kasih sayang terhadap seorang ibu, harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan terhadap seorang ayah. Nabi shalallaahu‘alaihi wasallam menyebutkan kata ibu sebanyak tiga kali, sementara kata ayah hanya satu kali.
Bila hal itu sudah kita mengerti, realitas lain bisa menguatkan pengertian tersebut. Karena kesulitan dalam menghadapi masa hamil, kesulitan ketika melahirkan, dan kesulitan pada saat menyusui dan merawat anak, hanya dialami oleh seorang ibu. Ketiga bentuk kehormatan itu hanya dimiliki oleh seorang ibu, seorang ayah tidak memilikinya.”
Advertisement
Taubat
Durhaka kepada orang tua merupakan salah satu dosa besar sebagaimana dari hadis berikut. Dari Abdurrahman bin Abi Bakrah dari ayahnya radhallahu’anhu berkata, Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ؟ قُلْنَا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ ، قَالَ: الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ ، وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْن ، وَكَانَ مُتَّكِئاً فَجَلَسَ فَقَالَ : أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ ، وَشَهَادَةُ الزُّورِ ، أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ ، وَشَهَادَةُ الزُّور فَمَا زَالَ يَقُولُهَا حَتَّى قُلْتُ لَا يَسْكُتُ
“Maukah kalian saya beritahu di antara dosa-dosa besar?” Kami menjawab, “Ya, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Menyekutukan Allah, dan durhaka kepada kedua orang tua.” Waktu itu dalam kondisi berbaring kemudian duduk seraya bersabda, “Ketahuilah dan perkataan dusta dan persaksian dusta, ketahuilah perkataan dusta dan saksi dusta.” Beliau terus menerus mengatakan itu sampai saya berkata, “Beliau tidak diam.” (HR. Bukhari no. 5976 dan Muslim no. 87)
Di dalam Islam, kita dapat bertaubat dari dosa sebesar apapun, termasuk salah satunya dosa durhaka kepada orang tua. Allah ta’ala berjanji akan menerima taubat, sebagaimana firman-Nya,
وَهُوَ الَّذِي يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ وَيَعْفُو عَنِ السَّيِّئَاتِ وَيَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ
“Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. As-Syura: 25)
Maka hendaknya kita selalu mawas diri, apakah kita melakukan perbuatan durhaka kepada orang tua kita, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Bertaubatlah kepada Allah, mintalah maaf kepada kedua orang tua kita, dan tetaplah berbuat baik kepada mereka selama tidak mematuhi perintah yang dilarang Allah.
Bagaimana Jika Orang Tua Sudah Meninggal?
Lantas bagaimana cara berbakti kepada orang tua selepas kepergian mereka? Perlu diketahui bahwa perbuatan baik kita tidak tertutup dengan kematian mereka. Berikut cara berbakti kepada orang tua setelah kepergian mereka:
Memperbanyak doa kebaikan untuk mereka,dan dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu sesungguhnya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ : إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Kalau seseorang meninggal dunia, maka akan terputus amalannya kecuali tiga hal, kecuali shadaqah jariyah (yang terus mengalir), atau ilmu yang bermanfaat atau anak shalih yang mendoakan kebaikan kepadanya.” (HR. Muslim no. 1631)
Sesungguhnya, apa yang orang tua harapkan dari anak mereka adalah doa-doa yang dipanjatkan untuk mereka. Karena Allah akan menerima doa-doa anak mereka walaupun mereka telah tiada.
Melakukan amal shalih mengatasnamakan merekaAmal shalih yang dilakukan atas nama mereka akan memberikan pahala bagi mereka. Sebagai contoh menunaikan haji atas nama mereka, bersedekah atas nama mereka, serta melunasi hutang mereka.
Memuliakan teman-teman terdekat mereka
Ibnu Dinar meriwayatkan, ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu’anhuma pernah berkata bahwa ada seorang lelaki Badui bertemu dengan Ibnu Umar di tengah perjalanan menuju Makkah. Kemudian ‘Abdullah bin ‘Umar memberi salam dan mengajaknya untuk naik ke atas keledainya serta memberikan sorban yang dipakai di kepalanya. Ibnu Dinar berkata kepada Ibnu Umar, “Semoga Allah memberikan kebaikan kepadamu, sesungguhnya orang itu adalah orang Badui dan sebenarnya ia diberi sedikit saja sudah senang.” ‘Abdullah bin ‘Umar berkata, “Sesungguhnya ayah Badui tersebut adalah kenalan baik (ayahku) Umar bin Al-Khattab. Sedangkan saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ
“Sesungguhnya sebaik-baik bentuk berbakti (berbuat baik) adalah seseorang menyambung hubungan dengan keluarga dari kenalan baik ayahnya.” (HR. Muslim no. 2552)
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
Advertisement