Apa Itu Istilah 'Silent Majority', Istilah yang Muncul Usai Pencoblosan

Akhir-akhir ini istilah "Silent Majority" ramai digunakan di media sosial. Berikut ini adalah arti dari silent majority.

oleh Natasa Kumalasah Putri diperbarui 15 Feb 2024, 15:56 WIB
Ilustrasi kesepian, diam, sendiri. (Photo by Eutah Mizushima on Unsplash)

Liputan6.com, Bandung - Media sosial baru-baru ini ramai menggunakan istilah “Silent Majority” yang muncul setelah pencoblosan Pemilu 2024 berlangsung. Sementara itu, tidak semua masyarakat mengerti apa arti dari istilah tersebut.

Melansir dari kamus Oxford istilah “Silent Majority” mempunyai arti sekelompok besar orang di suatu negara yang tidak menyatakan pendapat terkait sesuatu atau tidak mengungkapkan pendapatnya secara terbuka.

Sehingga dalam artian silent majority merupakan istilah yang merujuk kepada seseorang atau sekelompok yang mayoritas diam. Mereka tidak aktif berpartisipasi dalam perdebatan atau demonstrasi.

Namun, orang atau sekelompok yang memilih menjadi silent majority memiliki pendapat atau sikap serupa. Perbedaannya silent majority tidak mengutarakan pendapat atau sikapnya karena tidak aktif atau vokal secara terbuka.

Meskipun begitu, silent majority dianggap sebagai kekuatan mayoritas yang mendasari pada suatu posisi atau pandangan. Tentunya istilah ini juga digunakan dalam politik untuk merujuk kepada massa yang tidak terwakili dalam media atau kawasan politik yang aktif.

Sementara itu, mengutip dari Merriam-Webster, dijelaskan bahwa istilah “Silent Majority” adalah bagian besar dari populasi suatu negara yang terdiri dari orang-orang yang tidak terlibat aktif dalam politik.

Mereka yang termasuk silent majority tentunya tidak mengungkapkan pendapat politiknya terutama di depan umum. Sehingga tidak mengherankan jika usai pencoblosan Pemilu 2024 istilah tersebut mulai ramai digunakan.


Lantas Mengapa Istilah Tersebut Viral di Medsos?

Ridwan Kamil saat wawancara khusus dengan tim Liputan6.com di Jakarta, Kamis (9/11/2023). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Saat ini istilah “Silent Majority” viral di media sosial dan digunakan oleh sejumlah warganet usai pencoblosan Pemilu 2024. Selain itu istilahnya viral usai pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka unggul dalam hasil sementara quick count.

Diketahui Ketua TKD Prabowo-Gibran Jawa Barat dan mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil turut menuturkan istilah tersebut di media sosial Instagramnya. Ia menuturkan bahwa para silent majority sudah mulai berbicara.

Pelajaran. Silent Majority sudah berbicara,” tulis @ridwankamil.

Melalui unggahan video reels Instagram tersebut Ridwan Kamil atau akrab disapa Kang Emil tersebut turut menyebutkan siapa orang yang termasuk silent majority. Mereka adalah orang yang kerap memperhatikan terkait Pemilu namun jarang berkomentar.

Mereka yang menyimak namun jarang komen, mereka yang jarang ribut-ribut di medsos tiap akun ini posting #politik,” ujarnya.

Sementara itu, kolom komentar di Instagram Ridwan Kamil terkait silent majority pun mulai dipenuhi oleh warganet yang menyebutkan bahwa mereka adalah orang-orang tersebut.


Asal Mula Penggunaan Istilah Silent Majority

Ilustrasi merenung, tenang, diam, menikmati hidup. (Photo by Stephanie Hau on Unsplash)

Melansir dari Political Dictionary istilah silent majority pertama kali digunakan secara politisi oleh Warren Harding dalam kampanyenya di tahun 1919. Kemudian istilah tersebut dipopulerkan oleh mantan Presiden Amerika Serikat Richard Nixon

Saat itu Nixon menggunakan istilah tersebut dalam pidatonya di televisi pada 3 November 1969. Nixon meyakinkan masyarakat Amerika Serikat bahwa ia mengambil seluruh tindakan yang diperlukan dalam mendorong perdamaian serta mengakhiri Perang Vietnam.

Mengutip dari History, kala itu istilahnya merujuk pada pemilih Konservatif yang tidak berpartisipasi dalam wacana publik di AS. Kemudian mereka yang menjadi silent majority ditandai dengan tidak berpartisipasi dalam demonstrasi melawan Perang Vietnam.

Mereka juga tidak ikut dalam budaya tandingannya dan tidak terlibat dalam pembahasan wacana publik. Sementara itu, istilah ini juga kembali muncul dalam pemilu ketika Presiden AS Donald Trump menggunakannya dalam kampanye pemilu 2016.

Trump menggunakan istilah tersebut dalam sejumlah pidato dan menyatakan kaum mayoritas yang diam telah kembali untuk mendukungnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya