Liputan6.com, Jakarta Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan pemerintah telah menyiapkan insentif bagi para investor supaya mau membangun pabrik mobil listrik di Indonesia.
Ia mengatakan saat ini Indonesia baru memiliki empat pabrik mobil listrik yakni milik Wuling, DFSK, Hyundai dan Chery, namun menurutnya kapasitas produksi dari keempat pabrik tersebut masih rendah.
Advertisement
"Indonesia sudah punya empat, Wuling, DFSK, Hyundai, sama Chery. Saya kira itu masih cukup rendah kapasitas produksinya dalam setahun di bawah 100 ribu," kata Agus Gumiwang ditemui usai acara Indonesia International Motor Show (IIMS) 2024 dikutip dari Antara, Kamis (15/2/2024).
Menperin mengatakan pembangunan pabrik mobil listrik di dalam negeri dibutuhkan guna mencapai target serapan pasar kendaraan, serta agar Indonesia bisa bersaing di pasar internasional.
"Kita sudah siapkan insentif, semua bisa kita siapkan untuk kompetitif dengan Thailand," katanya.
Selain memberikan insentif bagi pelaku industri mobil listrik, pihaknya juga melanjutkan program insentif pajak untuk kendaraan tersebut, namun dengan tetap memperhatikan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
"Tetap kita jalankan, tetap ada. Base-nya tetap TKDN ga bisa kita lepas. Cuma perbedaannya, nanti yang kita nilai fokusnya ada di heavy battery, berapa besar dia punya lokal konten," katanya.
Adapun Kemenperin telah menetapkan target penjualan mobil listrik sebesar 400 ribu unit pada tahun 2025, serta mencapai 600 ribu unit di tahun 2030.
Sementara itu melalui Peraturan Menteri Investasi / Kepala BKPM Nomor 6 Tahun 2023, pemerintah memberikan pembebasan tarif Bea Masuk dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) yang akan ditanggung untuk impor mobil listrik dalam jumlah tertentu.
Peraturan tersebut berlaku hanya untuk produsen mobil listrik yang berkomitmen membangun industrinya di Indonesia.
Jumbo, Investasi Industri Pengolahan Nonmigas selama 10 Tahun Capai Rp 3.031,85 Triliun
Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, Indonesia masih tujuan utama investor global perluasan usaha di sektor industri. Hal ini terbukti dengan angka realisasi investasi sampai akhir 2023.
Agus menjelaskan, dukungan kebijakan pemerintah yaang strategis dan probisnis melalui pemberian kemudahan izin dan fasilitas insentif menjadi salah satu pendorong banyaknya investor untuk memperluas usaha di Indonesia.
“Selama periode tahun 2014-2023, realisasi investasi di sektor industri pengolahan nonmigas cenderung fluktuatif dengan tren peningkatan. Artinya, para investor masih melihat Indonesia sebagai lokasi yang sangat menarik dan menguntungkan untuk bisnisnya,” kata Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan tertulis, Rabu (15/2/2024).
Jika dibandingkan pada 2014 dengan 2023, terlihat lonjakan tajam pada nilai investasi sektor industri pengolahan nonmigas, yaitu dari Rp 186,79 triliun pada 2014 menjadi Rp 565,25 triliun pada 2023.
“Secara kumulatif, realisasi investasi di sektor industri pengolahan nonmigas selama 10 tahun yaitu periode 2014-2023 sebesar Rp 3.031,85 triliun,” ungkapnya.
Meskipun dalam kondisi pandemi Covid-19, para investor masih memiliki kepercayaan yang tinggi untuk merealisasikan investasinya di Indonesia. Terbukti, pada 2019 sampai 2023, nilai investasi di sektor industri manufaktur juga mengalami peningkatan yang signifikan.
“Investasi di sektor industri pada tahun 2019 sebesar Rp 213,44 triliun, naik menjadi Rp 259,28 triliun di tahun 2020, naik lagi sebesar Rp 307,58 triliun di 2022, dan melonjak hingga Rp 457,60 pada triliun tahun 2022,” sebut Agus.
Advertisement
Hilirisasi
Dari sisi pertumbuhannya, selama periode 2014-2023, yang mengalami kenaikan secara meroket adalah dari 2021 ke 2023 mencapai 48,77 persen. Kemudian disusul pada 2015-2016, yang tumbuh hingga 39,18 persen, dan 2014-2015 melesat sebesar 24,22 persen.
Menperin optimistis, peningkatan investasi di sektor industri manufaktur memiliki kolerasi dengan kebijakan pemerintah dalam memacu hilirisasi sumber daya alam, khususnya sektor pertambangan.
“Artinya, pemerintah sangat konsisten sekali bahwa realisasi investasi tidak hanya didorong oleh sektor jasa, tetapi juga karena prospek membangun industri hilirnya sehingga dapat memperdalam struktur manufaktur kita agar bisa lebih berdaya saing,” tuturnya.
Menperin juga menekankan, pemerintah bertekad untuk terus mendorong hilirisasi industri yang akan berkontribusi signifikan terhadap pemasukan negara melalui pajak ekspor, royalti, pendapatan negara bukan pajak (PNBP), dan dividen.
“Seperti yang Bapak Presiden Jokowi sering kali sampaikan, hilirisasi industri menjadi prioritas nomor satu. Sebagai gambaran, saat masih diekspor dalam bentuk bahan mentah, kontribusi komoditas nikel nilainya sekitar Rp15 triliun dalam setahun. Setelah masuk ke industrialisasi, nilainya melompat tajam menjadi USD20,9 miliar atau setara Rp360 triliun,” paparnya.