Inggris Masuk Jurang Resesi, Ekonomi Kontraksi 0,3 Persen di Akhir 2023

Sepanjang tahun 2023, PDB Inggris diperkirakan hanya meningkat sebesar 0,1 persen dibandingkan tahun 2022.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 15 Feb 2024, 16:30 WIB
Pembeli melewati tanda di etalase toko di Oxford Street di London, Rabu (15/2/2023). Tingkat inflasi tahunan di Inggris turun menjadi 10,1% pada Januari 2023 dari 10,5% pada Desember, di bawah perkiraan pasar 10,3%. (AP Photo/Kirsty Wigglesworth)

Liputan6.com, Jakarta Inggris memasuki daftar negara yang mengalami resesi tahun ini.

Perekonomian Inggris tergelincir ke dalam resesi teknis pada kuartal terakhir 2023 lalu, berdasarkan angka awal yang ditunjukkan pada Kamis hari ini (15/2).

Dikutip dari CNBC International, Kamis (15/2/2024) Kantor Statistik Nasional mengatakan produk domestik bruto negara itu menyusut 0,3 persen dalam tiga bulan terakhir tahun 2023, mencatat penurunan kuartalan kedua berturut-turut.

Meskipun tidak ada definisi resmi mengenai resesi, pertumbuhan negatif selama dua kuartal berturut-turut secara luas dianggap sebagai resesi teknis.

Ketiga sektor utama perekonomian Inggris mengalami kontraksi pada kuartal keempat 2023, dengan ONS mencatat penurunan sebesar 0,2 persen pada sektor jasa, 1 persen pada produksi, dan 1,3 persen pada output konstruksi.

Sepanjang tahun 2023, PDB Inggris diperkirakan hanya meningkat sebesar 0,1 persen dibandingkan tahun 2022. Untuk bulan Desember 2023 saja, output negara itu menyusut sebesar 0,1 persen.

Menteri Keuangan Inggris Jeremy Hunt mengatakan bahwa inflasi yang tinggi masih menjadi satu-satunya hambatan terbesar terhadap pertumbuhan, karena hal ini memaksa Bank of England untuk mempertahankan suku bunga tetap kuat dan menghambat pertumbuhan ekonomi.

"Tetapi ada tanda-tanda perekonomian Inggris mulai membaik; para peramal sepakat bahwa pertumbuhan akan menguat dalam beberapa tahun ke depan, upah naik lebih cepat dari harga, suku bunga hipotek turun dan pengangguran tetap rendah," imbuhnya.

Inflasi telah turun secara signifikan di Inggris, namun masih jauh di atas negara-negara lain dan target Bank of England sebesar 2 persenz, sehingga menekan keuangan rumah tangga. Pembacaan indeks harga konsumen utama juga berkisar di angka 4 persen secara tahunan di bulan Januari.


Resesi di Inggris Bersifat Sementara?

Inflasi tersebut merupakan yang tertinggi dalam 45 tahun terakhir, dipicu oleh kenaikan harga minuman beralkohol. (AP Photo/Alberto Pezzali)

Marcus Brookes, kepala investasi di Quilter Investors, mengatakan bahwa angka-angka tersebut kemungkinan besar menunjukkan bahwa resesi akan menjadi resesi yang berpotensi dangkal atau sementara yang mungkin tidak mencerminkan keadaan perekonomian sebenarnya, yang diperkirakan akan mengalami krisis.

"Penyusutan PDB Inggris pada bulan Desember dan kuartal keempat tahun 2023 terutama disebabkan oleh inflasi yang terus-menerus tinggi, kelemahan struktural di pasar tenaga kerja dan pertumbuhan produktivitas yang rendah, tetapi juga kondisi cuaca buruk," kata Brookes melalui sebuah pesan email.

"Faktor-faktor ini mempengaruhi kinerja sektor jasa dan konstruksi, yang merupakan penggerak utama perekonomian Inggris," jelasnya.

Ia mencatat bahwa beberapa hambatan tersebut bersifat sementara dan sudah mulai mereda, dengan angka inflasi pada bulan Januari yang berada di bawah perkiraan percepatan kembali.

"Selama beberapa bulan mendatang, kami memperkirakan inflasi akan turun, berpotensi mengurangi tekanan pada rumah tangga Inggris, dan mendukung pemulihan ekonomi yang didorong oleh konsumen," tambah Brookes.

"Indikator utama yang harus diperhatikan adalah inflasi di sektor jasa, yang menyumbang sebagian besar aktivitas ekonomi dan lapangan kerja Inggris dan mencerminkan kekuatan pertumbuhan upah dan permintaan konsumen, yang sangat penting bagi pemulihan Inggris".


Timbul Kekhawatiran Terhadap Ekonomi

Sebuah tanda menampilkan harga pakaian saat pembeli melihat-lihat barang di kios pasar di Walthamstow Market, London, Minggu (22/11/2021). Inflasi Inggris telah mencapai level tertinggi 10 tahun karena tagihan energi rumah tangga meroket, menurut data minggu lalu. (Tolga Akmen/AFP)

Neil Birrell, kepala investasi di Premier Miton Investors, mengatakan angka hari Kamis dan data inflasi yang lebih lemah dari perkiraan "mungkin menimbulkan kekhawatiran terhadap kekuatan ekonomi di tahun mendatang."

"Sebagian besar sektor ekonomi melemah, namun pihak yang optimis akan menunjukkan fakta bahwa terdapat banyak ruang untuk menurunkan suku bunga jika tren inflasi dan pertumbuhan saat ini meningkat."

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya