Liputan6.com, Batam - Kelompok Pengawas Masyarakat (Pokwasmas) di Pulau Nguan Kota Batam marah dan gelisah karena adanya klaim dukungan masyarakat atas reklamasi di sekitar Baran Pulau Ngoan. Reklamasi pantai itu statusnya masih dihentikan karena tak ada izin dan menyebabkan kerusakan lingkungan pemanfaatan ruang laut .
Menurut ketua Pokwasmas Pulau Nguan, Bahari pihaknya mendapat mandat dari pemerintah untuk mengawasi laut. Hingga saat ini pihaknya menolak oleh pemerintah melaui dinas Kelautan tentunya menolak reklamasi, penebangan dan perusakan mangrove. Apalagi yang diurug termasuk daerah konservasi perairan pulau Nguan.
Advertisement
"Kami paham betul bahwa kawasan itu tidak bisa direklamasi. Sebagai penjaga samudra wajib melaporkan ke DKP," kata Bahari.
Bahari menyebut reklamasi dilakukan salah satu pengusaha di Batam. Tentang lahan yang diurug, belum dicek kepemilikannya.
"Setahu saya sampai saat ini belum ada dukungan dari masyarakat. Selalu seperti ini polanya. Kerjakan dulu izin belakangan," katanya.
Dinas Kelautan dan Perikanan juga sudah bersikap menghentikan reklamasi itu. Namun nyatanya masih dilakukan.
Suara Warga
Sementara itu, Ridwan salah satu warga Pulau Ngoan menyaksikan langsung reklamasi terus dilakukan. Ia mengungkapkan dampaknya mulai dirasakan. Saat ini tidak lagi ditemukan kepiting dan ikan-ikan lainya yang mendekat ke Kelong (bubu apung) karena airnya keruh, dan mangrovenya sudah hilang ditimbun.
"Apalagi rekalamasi ini tidak memakai batu miring dan yang lainya," kata Ridwan.
Dijelaskan bahwa Dinas Kelautan sudah menghentikan karena tak prosedural.
"Kalau masyarakat semua kita belum tahu, sudah tanda tangan belum," kata Ridwan.
Untuk reklamasi pulau Baran, sekitar 50 meter dari Ngoan sudah berjalan sejak tanggal 11 bulan Januari 2024. Saat ini dihentikan oleh DKP.
Data yang dihimpun aktivis lingkungan Akar Bhumi Indonesia, reklamasi di pulau Nguan dengan titik koordinat 104.2399747 Bujur Timur, 0.6462096 Lintang Utara, sebuah pulau di selatan Pulau Nguan Kelurahan Galang Baru Kecamatan Galang kota Batam. Lokasi kedua pulau hanya berjarak ±50 dan bisa dijangkau dengan jalan kaki. Tepat diseberang Pulau Nguan berdiam ±200 KK.
Hendrik, Kordinator Akar Bhumi Indonesia menduga reklamasi tersebut ilegal.
"Perlu menelusuri apakah pelaku telah memiliki izin prinsip PKKPRL, izin lingkungan dan izin usaha," kata Hendrik.
Luas lokasi yang diclearing ±2 Ha dengan reklamasi seluas ±0,5 Ha. Tidak ada tanggul atau benteng yang dibangun di area yang reklamasi sehingga sedimentasi timbunan terbawa arus dan mencemari lingkungan.
Saat ini pihaknya sedang mengumpulkan data dan fakta di lapangan untuk dilaporkan ke DPR RI.
Kawasan yang direklamasi adalah kawasan konservasi perairan yang termasuk dalam Surat Keputusan Pencadangan Gubernur Kepri No. 1050 tahun 2019, yang juga terdapat dalam RZWP3K Provinsi Kepri.
Kepala Cabang Dinas kelautan Provinsi Kepri di Batam Sahrul Amri mengatakan telah menerima laporan Pokwasmas sebagai binaannya yang fungsinya memantau sumber daya Kelautan dan Perikanan di wilayah masing masing kerja.
"Pelaku menjelaskan bahwa terjadi penimbunan rekalamasi atas dasar inisiatif warga untuk pengembangan desa. Setelah dijelaskan bahwa kegiatan itu menyalahi aturan, mereka mengaku tidak tahu hal itu," kata Sahrul Amri.
Dari pengakuan masyarakat alat berat untuk pematangan lahan yang digunakan merupakan milik perusahaan coral," katanya.
Advertisement