Bursa Saham Asia Melesat Ikuti Wall Street, Indeks S&P 500 Cetak Rekor

Mengikuti wall street, bursa saham Asia Pasifik menguat pada perdagangan Jumat, 16 Februari 2024.

oleh Agustina Melani diperbarui 16 Feb 2024, 08:48 WIB
Bursa saham Asia Pasifik menguat pada perdagangan Jumat (16/2/2024) mengikuti kenaikan wall street. Indeks S&P 500 menyentuh rekor tertinggi baru.(AP Photo/Shizuo Kambayashi)

Liputan6.com, Jakarta - Bursa saham Asia Pasifik menguat pada perdagangan Jumat (16/2/2024) mengikuti kenaikan wall street. Indeks S&P 500 menyentuh rekor tertinggi baru.

Dikutip dari CNBC, di Australia, indeks ASX 200 naik 0,91 persen, sedangkan indeks Kospi Korea Selatan menanjak 0,84 persen. Indeks Nikkei 225 di Jepang dibuka naik 1,56 persen, dan memperpanjang kenaikan sehari setelah Jepang kehilangan posisinya sebagai negara dengan ekonomi global terbesar ketiga dan memasuki resesi secara teknikal.

Adapun indeks Nikkei 225 akan mencapai level tertinggi sepanjang masa karena diperdagangkan lebih dari 38.600 poin dan telah mencapai level tertinggi dalam 34 tahun.

Morgan Stanley menyebutkan, level tertinggi baru sepanjang masa untuk indeks Nikkei sudah dekat. Morgan Stanley mempertahankan sikap bullish terhadap saham di Jepang.

"Indeks Nikkei telah diperdagangkan hingga lebih dari 38.000 dan sekarang tampaknya akan menembus level tertinggi sepanjang masa di 38.916, yang telah ditetapkan sejak Desember 1989,” tulis Morgan Stanley.

Perlambatan ekonomi telah meningkatkan harapan Jepang akan mempertahankan kebijakan moneter ultra-longgarnya lebih lama lagi.

Indeks Hang Seng berjangka berada di posisi 16.004, yang menunjukkan awal lebih kuat dibandingkan penutupan perdagangan sebelumnya di 15.944,63.

Sedangkan bursa saham China masih libur untuk memperingati libur Tahun Baru Imlek. Adapun investor menanti anggaran Singapura 2024 yang dijadwalkan akan rilis Jumat pekan ini.

Di wall street, tiga indeks saham acuan menguat. Indeks S&P 500 mendaki 0,58 persen ke posisi 5.029,73 dan sentuh posisi tertinggi baru. Indeks Nasdaq bertambah 0,30 persen ke posisi 15.906,17. Indeks Dow Jones melambung 348,85 poin atau 0,91 persen ke posisi 38.773,12.


Bursa Saham Asia Pasifik

Orang-orang berjalan melewati layar monitor yang menunjukkan indeks bursa saham Nikkei 225 Jepang dan lainnya di sebuah perusahaan sekuritas di Tokyo, Senin (10/2/2020). Pasar saham Asia turun pada Senin setelah China melaporkan kenaikan dalam kasus wabah virus corona. (AP Photo/Eugene Hoshiko)

Sebelumnya diberitakan, bursa saham Asia Pasifik menguat pada perdagangan Kamis, 15 Februari 2024 setelah tertekan pada Rabu, 14 Februari 2024. Sementara itu, Jepang memasuki resesi secara teknikal seiring produk domestik bruto (PDB) alami kontraksi selama dua kuartal berturut-turut.

Dikutip dari CNBC, PDB Jepang pada kuartal keempat turun 0,4 persen secara tahunan, meleset jauh dari pertumbuhan 1,4 persen yang diprediksi ekonom yang disurvei oleh Reuters. Hal ini menyusul kontraksi 3,3 persen pada kuartal ketiga. Kontraksi dua kuartal berturut-turut secara luas dianggap resesi teknis.

Pada kuartal ke kuartal, pertumbuhan turun 0,1 persen dibandingkan dengan kenaikan 0,3 persen yang diprediksi dalam jajak pendapat Reuters.

Setelah kontraksi itu, Jepang kehilangan posisinya sebagai negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia karena digeser Jerman.

Produk Domestik Bruto (PDB) Singapura pada kuartal keempat tumbuh 2,2 YoY, lebih rendah dari perkiraan sebesar 2,5 persen. Singapura juga merevisi tingkat pertumbuhan PDB kuartal ketiga dari 2,8 persen menjadi 1 persen.

Indeks Nikkei 225 di Jepang naik 0,77 persen sempat melampaui angka 38.000 meski harapan PDB meleset. Indeks Topix naik 0,1 persen.

Di Australia, indeks ASX 200 bertambah 0,73 persen, dan hentikan penurunan dalam tiga hari berturut-turut. Indeks Kospi Korea Selatan naik 0,18 persen, sedangkan indeks Kosdaq melonjak 0,36 persen. Indeks Hang Seng dibuka 0,28 persen lebih tinggi, dan melanjutkan kenaikan pada perdagangan Rabu pekan ini.

 


Pasar Saham AS Disebut Berada di Posisi Berbahaya, Ada Apa?

Pedagang bekerja di New York Stock Exchange, New York, 10 Agustus 2022. (AP Photo/Seth Wenig, file)

Sebelumnya diberitakan, CEO Smead Capital Management, Cole Smead mengatakan pasar saham Amerika Serikat (AS) berada dalam posisi yang sangat berbahaya karena tingginya angka lapangan kerja dan pertumbuhan upah.

Menurut Smead ini menunjukkan kenaikan suku bunga the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral AS tidak memberikan dampak yang diinginkan. Nonfarm payrolls tumbuh sebesar 353.000 pada Januari, data baru menunjukkan minggu lalu, jauh melampaui perkiraan Dow Jones sebesar 185.000. 

Sementara pendapatan rata-rata per jam meningkat 0,6% pada basis bulanan, dua kali lipat perkiraan konsensus. Pengangguran tetap stabil pada level terendah dalam sejarah yaitu 3,7%.

Angka tersebut muncul setelah Ketua The Fed, Jerome Powell mengatakan bank sentral kemungkinan tidak akan menurunkan suku bunga pada Maret, seperti yang telah diantisipasi oleh beberapa pelaku pasar.

Smead, yang sejauh ini telah memperkirakan dengan tepat ketahanan konsumen Amerika Serikat dalam menghadapi kebijakan moneter yang lebih ketat. 

Smead menuturkan, risiko sebenarnya selama ini adalah seberapa kuat perekonomian meskipun terjadi kenaikan suku bunga sebesar 500 basis poin. Satu basis poin sama dengan 0,01% 

"Kami tahu The Fed telah menaikkan suku bunganya, kami tahu hal itu menyebabkan bank bangkrut pada musim semi lalu dan kami tahu hal itu merusak pasar,” kata Smead, dikutip dari CNBC, Selasa (6/2/2024).

Inflasi telah melambat secara signifikan dari puncak era pandemi pada Juni 2022 sebesar 9,1%, namun indeks harga konsumen AS meningkat sebesar 0,3% bulan ke bulan pada Desember sehingga menjadikan tingkat inflasi tahunan menjadi 3,4%, juga di atas perkiraan konsensus dan lebih tinggi dari perkiraan The Fed 2 % sasaran.

 


Penurunan Suku Bunga Kurang Mendesak

Pedagang bekerja di New York Stock Exchange saat Ketua Federal Reserve Jerome Powell berbicara setelah mengumumkan kenaikan suku bunga di New York, Amerika Serikat, 2 November 2022. (AP Photo/Seth Wenig)

Beberapa ahli strategi menunjukkan keuntungan dari data terbaru berarti upaya The Fed untuk merekayasa “soft landing” bagi perekonomian mulai membuahkan hasil, dan resesi tampaknya tidak akan terjadi lagi, sehingga dapat membatasi pertumbuhan ekonomi. Namun, sisi buruknya bagi pasar yang lebih luas.

Direktur pelaksana di Charles Schwab UK. Richard Flynn pada Jumat mencatat hingga saat ini, laporan pekerjaan yang kuat akan menimbulkan peringatan di pasar.

“Dan walaupun suku bunga yang lebih rendah pasti akan disambut baik, menjadi semakin jelas bahwa pasar dan perekonomian mampu mengatasi dengan baik kondisi suku bunga yang tinggi, sehingga investor mungkin merasa bahwa kebutuhan akan pelonggaran kebijakan moneter tidak terlalu mendesak,” ujarnya dalam sebuah catatan.

Hal serupa juga disampaikan oleh Daniel Casali, kepala strategi investasi di Evelyn Partners, yang mengatakan intinya adalah investor menjadi sedikit lebih nyaman bank sentral dapat menyeimbangkan pertumbuhan dan inflasi.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya