Gedung Putih Pede AS Tak Bakal Nyusul Inggris dan Jepang Masuk Jurang Resesi

Penasihat ekonomi Gedung Putih, Lael Brainard mengatakan bahwa lingkungan ekonomi AS sudah membaik.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 16 Feb 2024, 12:43 WIB
Penasihat ekonomi Gedung Putih, Lael Brainard mengatakan bahwa perekonomian AS telah mencapai pemulihan yang secara fundamental lebih kuat. Dok: YouTube White House

Liputan6.com, Jakarta - Amerika Serikat (AS) memastikan perekonomiannya tidak akan menyusul Inggris dan Jepang masuk ke dalam resesi. Hal itu diungkapkan oleh penasihat ekonomi Gedung Putih Lael Brainard.

Dikutip dari US News, Jumat (16/2/2024) Brainard mengatakan perekonomian AS telah mencapai pemulihan yang secara fundamental lebih kuat, sehingga memungkinkan belanja konsumen yang sehat, dengan belanja pemerintahan Biden untuk infrastruktur dan energi bersih yang mendorong investasi bisnis.

"Karena inflasi telah turun begitu cepat, kami mengantisipasi bahwa lingkungan akan menjadi lebih baik bagi AS," kata Brainard, direktur Dewan Ekonomi Nasional Gedung Putih.

Data baru pada Selasa, 13 Februari 2024 menunjukkan Inggris dan Jepang secara tak terduga tergelincir ke dalam resesi, dengan PDB turun pada kuartal keempat 2023 setelah penurunan pada kuartal ketiga.

Belanja konsumen di kedua negara juga masih lemah.

Brainard juga mengaitkan kuatnya ekonomi AS dengan disahkannya paket penyelamatan awal COVID-19 yang dicanangkan oleh pemerintahan Biden, yang memungkinkan warga Amerika kembali bekerja lebih cepat dan membantu usaha kecil.

"Rekor penciptaan bisnis, dengan 16 juta permohonan dalam tiga tahun terakhir, dan investasi pemerintahan Biden di bidang infrastruktur, semikonduktor, dan energi bersih akan terus memberikan lingkungan investasi positif yang kuat untuk investasi bisnis," ujar dia.

Dia menambahkan, seiring dengan partisipasi angkatan kerja yang lebih kuat dan peningkatan produktivitas, faktor-faktor ini dapat membantu membuka jalan bagi pertumbuhan jangka panjang Amerika Serikat yang tahan lama.

 

 


AS Akui Inflasi Masih Tinggi

Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo atau Jokowi bertemu Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden di Washington DC, Senin (13/11/2023). Jokowi menyatakan, status kemitraan Indonesia-AS meningkat menjadi Comprehensive Strategic Partnership atau CSP. (Foto: Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden)

Di sisi lain, Brainard tetap mengakui masyarakat Amerika sudah kesulitan dengan tingginya inflasi untuk pembelian kebutuhan sehari-hari, seperti banyak produk makanan dan perumahan, dan mengatakan pemerintahan Biden akan berusaha untuk menekan harga.

Namun, Brainard menolak berkomentar langsung mengenai rilis data penjualan ritel AS yang menunjukkan penurunan lebih besar dari perkiraan pada bulan Januari 2024.

katanya, konsumen menjadi lebih cerdas dalam berbelanja, dan hal ini dapat mendorong beberapa pengecer untuk memotong harga.


Gedung Putih Perekonomian AS Lebih Sehat

Pelanggan menelusuri kios makanan di dalam Grand Central Market di pusat kota Los Angeles, California, Jumat (11/3/2022). Laju inflasi Amerika Serikat (AS) pada Februari 2022 melonjak ke level tertinggi dalam 40 tahun. Ini didorong naiknya harga bensin, makanan dan perumahan. (Patrick T. FALLON/AFP)

Perekonomian AS lebih sehat dari perkiraan tahun lalu, lebih kuat dibandingkan tahap pemulihan sebelumnya, dan pertumbuhan dan inflasinya lebih baik dibandingkan negara-negara maju lainnya, dengan inflasi utama dan inti mendekati 2 persen selama enam bulan terakhir, kata Brainard.

Sepertinya diketahui, inflasi AS telah menurun bahkan ketika pertumbuhan berada di kisaran 3 persennpada tahun 2023 dan pengangguran tetap di bawah 4 persen selama dua tahun, yang merupakan rentang terpanjang sejak tahun 1960an.

"Melihat sejarah, kita belum pernah mengalami tahun dimana inflasi menurun secepat ini, bersamaan dengan pertumbuhan yang kuat dan tingkat pengangguran yang stabil dan rendah," pungkas Brainard.


Ekonomi Kontraksi 0,4%, Jepang Masuk Jurang Resesi

Ilustrasi bendera Jepang (AFP/Toru Yamanaka)

Sebelumnya diberitakan, perekonomian Jepang mengalami resesi teknis, setelah secara tak terduga kontraksi pada kuartal terakhir 2023, data sementara pemerintah menunjukkan.

Melansir CNBC International, Kamis (15/2/2024) resesi terjadi setelah lonjakan inflasi menghambat permintaan domestik dan konsumsi swasta di negara dengan perekonomian terbesar keempat di dunia itu.

Laporan produk domestik bruto terbaru memperumit kasus normalisasi suku bunga bagi Gubernur Bank of Japan Kazuo Ueda dan dukungan kebijakan fiskal untuk Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida.

Hal ini juga berarti Jerman mengambil alih posisi Jepang sebagai negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia pada tahun lalu dalam hal dolar.

Data sementara menunjukkan produk domestik bruto Jepang mengalami kontraksi 0,4 persen pada kuartal keempat 2023 dibandingkan dengan tahun lalu, menurun ke 3,3 persen pada periode Juli-September 2023.

Angka PDB Jepang kali ini jauh di bawah perkiraan median pertumbuhan sebesar 1,4 persen dalam jajak pendapat para ekonom.

Namun ekonom menilai, angka PDB Jepang masih mungkin diperdebatkan.

"Apakah Jepang kini telah memasuki resesi masih bisa diperdebatkan," kata Marcel Thieliant, kepala Capital Economics untuk Asia-Pasifik, dalam catatan kliennya.

 


Inflasi Jepang

Para pengunjung menikmati sakura mekar di Taman Ueno, Tokyo, Sabtu (25/3/2023). Memasuki musim semi di Jepang, warga hingga turis mancanegara berbondong-bondong menikmati keindahan dari bunga sakura yang mekar. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

"Sementara lowongan pekerjaan melemah, tingkat pengangguran turun ke level terendah dalam sebelas bulan sebesar 2,4 persen pada bulan Desember. Terlebih lagi, survei yang dilakukan oleh Bank of Japan menunjukkan bahwa kondisi bisnis di semua industri dan ukuran perusahaan berada dalam kondisi terkuat sejak tahun 2018 pada kuartal keempat,” tambahnya.

"Bagaimanapun, pertumbuhan Jepang diperkirakan akan tetap lamban tahun ini karena tingkat tabungan rumah tangga telah berubah menjadi negatif," jelas Thieliant.

Inflasi Jepang Picu Permintaan Domestik Melemah

Konsumsi swasta Jepang turun 0,2 persen pada kuartal keempat dibandingkan kuartal sebelumnya, berbeda dengan perkiraan median yang memperkirakan ekspansi sebesar 0,1 persen.

Sementara itu, inflasi inti Jepang telah melampaui target BOJ sebesar 2 persen selama 15 bulan berturut-turut. Namun, BOJ masih melanjutkan rezim suku bunga negatif terakhir di dunia.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya