Liputan6.com, Jakarta Perekonomian Inggris dan Jepang tergelincir ke dalam resesi teknis pada kuartal terakhir 2023. Produk domestik bruto Jepang mengalami kontraksi 0,4 persen, dan produk domestik bruto negara Inggris menyusut 0,3 persen.
Lantas apakah Indonesia terdampak resesi ekonomi kedua negara tersebut? dan bagaimana antisipasi Pemerintah?
Advertisement
Ketua Tim Penasihat Ekonomi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) Raden Pardede, tak menampik bahwa Jepang dan Inggris mengalami resesi yang disebabkan dampak dari kenaikan suku bunga yg cukup ekstrim dalam 1,5 tahun terakhir.
Menurutnya, dampak resesi kedua negara tersebut ke Indonesia sangat kecil. Lantaran, utamanya volume dagang Indonesia dengan Inggris tidak terlalu besar.
"Dampak ke indonesia pasti ada. Namun menurut saya akan sangat kecil sekali. Toh selama ini memang Jepang sudah sering kali mengalami resesi. Sementara volume dagang kita dengan Inggris tidak terlalu besar," kata Raden kepada Liputan6.com, Jumat (16/2/2024).
Justru jika resesi terjadi ke negara China dan Amerika Serikat, maka akan berdampak besar ke Indonesia. Karena volume dagang Indonesia dengan China dan Amerika Serikat sangat besar.
"Jika terjadi resesi tiongkok maupun US dampaknya ke kita akan jauh lebih besar," ujarnya.
Adapun untuk mengantisipasi dampak resesi dari negara-negara maju lainnya, Raden mengusulkan agar Pemerintah tetap menjaga disiplin moneter dan fiskal, sekaligus menjaga harga komoditas unggulan tetap stabil.
"Pemerintah sebaiknya tetap menjaga disiplin moneter dan fiskal serta menjaga agar harga harga tetap stabil," jelasnya.
Proyeksi Lembaga Keuangan Dunia
Berdasarskan catatatnnya dari hasil proyeksi IMF/World Bank/OECD/ maupun rating agency standard and poor, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada di sekitar 5 persen.
"Jadi, menurut para multilateral agency maupun lembaga rating, Indonesia tidak akan mengalami resesi atau penurunan ekonomi kedepan. Tentu kita harus tetap berjaga jaga," tegasnya.
Oleh karena itu, kebijakan fiskal dan moneter harus selalu siap melakukan penyesuaian, atau ekspansi atau pelonggaran bila mana diperlukan. Sementara itu perbaikan lingkungan bisnis dan investasi juga harus terus diperbaiki. Pelayanan kepada pebisnis harus bisa lebih mudah, cepat dan lebih pasti.
Gedung Putih Pede AS Tak Bakal Nyusul Inggris dan Jepang Masuk Jurang Resesi
Sebelumnya, Amerika Serikat (AS) memastikan perekonomiannya tidak akan menyusul Inggris dan Jepang masuk ke dalam resesi. Hal itu diungkapkan oleh penasihat ekonomi Gedung Putih Lael Brainard.
Dikutip dari US News, Jumat (16/2/2024) Brainard mengatakan perekonomian AS telah mencapai pemulihan yang secara fundamental lebih kuat, sehingga memungkinkan belanja konsumen yang sehat, dengan belanja pemerintahan Biden untuk infrastruktur dan energi bersih yang mendorong investasi bisnis.
"Karena inflasi telah turun begitu cepat, kami mengantisipasi bahwa lingkungan akan menjadi lebih baik bagi AS," kata Brainard, direktur Dewan Ekonomi Nasional Gedung Putih.
Data baru pada Selasa, 13 Februari 2024 menunjukkan Inggris dan Jepang secara tak terduga tergelincir ke dalam resesi, dengan PDB turun pada kuartal keempat 2023 setelah penurunan pada kuartal ketiga.
Belanja konsumen di kedua negara juga masih lemah.
Brainard juga mengaitkan kuatnya ekonomi AS dengan disahkannya paket penyelamatan awal COVID-19 yang dicanangkan oleh pemerintahan Biden, yang memungkinkan warga Amerika kembali bekerja lebih cepat dan membantu usaha kecil.
"Rekor penciptaan bisnis, dengan 16 juta permohonan dalam tiga tahun terakhir, dan investasi pemerintahan Biden di bidang infrastruktur, semikonduktor, dan energi bersih akan terus memberikan lingkungan investasi positif yang kuat untuk investasi bisnis," ujar dia.
Dia menambahkan, seiring dengan partisipasi angkatan kerja yang lebih kuat dan peningkatan produktivitas, faktor-faktor ini dapat membantu membuka jalan bagi pertumbuhan jangka panjang Amerika Serikat yang tahan lama.
Advertisement
AS Akui Inflasi Masih Tinggi
Di sisi lain, Brainard tetap mengakui masyarakat Amerika sudah kesulitan dengan tingginya inflasi untuk pembelian kebutuhan sehari-hari, seperti banyak produk makanan dan perumahan, dan mengatakan pemerintahan Biden akan berusaha untuk menekan harga.
Namun, Brainard menolak berkomentar langsung mengenai rilis data penjualan ritel AS yang menunjukkan penurunan lebih besar dari perkiraan pada bulan Januari 2024.
katanya, konsumen menjadi lebih cerdas dalam berbelanja, dan hal ini dapat mendorong beberapa pengecer untuk memotong harga.