Liputan6.com, Jakarta Peristiwa meninggalnya petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) kembali terjadi di Pemilu 2024.
Hingga Jumat, 16 Februari 2024, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengonfirmasi jumlah petugas yang meninggal sebanyak 27 orang.
Advertisement
"Sampai saat ini tercatat 27 kasus kematian yang dilaporkan," kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi, dikonfirmasi di Jakarta, Jumat mengutip Antara.
Guna mengantisipasi hal ini terjadi lagi di Pemilu yang akan datang, pakar kesehatan global Dicky Budiman menyarankan 5 hal, yakni:
Skrining Kesehatan yang Teliti
Pertama, terulangnya peristiwa petugas KPPS meninggal diyakini Dicky karena skrining kesehatan yang dilakukan tak cukup teliti.
“Saya kira dan saya yakin dalam pemilihan petugas ini tidak ada skrining kesehatan yang cukup teliti dalam artian dilakukan medical check up, kan tidak. Nah ini yang tentu akhirnya membuat sebagian yang memang sudah dalam kondisi tidak fit akhirnya meninggal,” kata Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan suara, Jumat, 16 Februari 2024.
Ditambah, ada keterbatasan dalam memilih petugas KPPS. Misalnya, anak-anak muda tidak berminat dan sebagainya.
“Ini akhirnya menjadi beragam faktor yang menyebabkan kasus seperti ini akhirnya terulang atau terjadi lagi,” tambahnya.
Kerja Sama Antara Kemenkes dan KPU Saat Rekrutmen Petugas
Saran kedua yang perlu dilakukan pemerintah terutama Kemenkes dan penyelenggara Pemilu untuk mencegah petugas KPPS meninggal saat Pemilu adalah kerja sama antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan Kemenkes.
Kerja sama ini dapat dilakukan ketika rekrutmen petugas KPPS agar skrining lebih memadai.
“KPU harus melibatkan Kemenkes atau jajaran kesehatannya dalam melakukan perekrutan petugas ini dari sejak awal. Termasuk juga melakukan skrining yang memadai sehingga kita memperoleh petugas-petugas yang masuk dalam kategori fit dan bugar.”
Advertisement
Pemantauan Kesehatan Berkala
Ketiga, Dicky menyarankan adanya pemantauan kesehatan berkala sebelum dan selama berlangsungnya Pemilu, terutama saat pencoblosan dan penghitungan suara.
“Bicara mitigasi ya tidak hanya bicara pada fase skrining saja tapi juga sebelum pencoblosan yang saya kira ada rangkaiannya dan terus dilakukan pemantauan kesehatan secara berkala. Terutama pas pencoblosan dan penghitungan itu, yang kita tahu beban besarnya ada di situ kan.”
Perlu Ada Periode Istirahat
Keempat, Dicky menyarankan agar Pemilu dapat diatur untuk menyertakan periode istirahat.
“Harus ada periode istirahat, dukungan selain nutrisi yang baik juga disediakan tempat istirahat. Dan situasi, kondisi, lokasi atau lingkungan pencoblosan juga minim risiko kesehatan.”
TPS di Dalam Gedung
Kelima, agar lokasi pencoblosan minim risiko kesehatan, maka Dicky menyarankan agar tempat pemungutan suara (TPS) ditempatkan di dalam gedung.
“Saya sih lebih mendukung pencoblosan tuh jangan di tenda-tenda, apalagi kemarin musim hujan. Ya mungkin hujannya besar, tendanya tidak memadai misalnya. Kan itu juga bisa menjadi risiko lainnya ya. Jadi, lebih baik di gedung atau gedung semi permanen kek.”
“Nah ini juga akan membantu selain dari pengaturan waktu istirahat petugas Pemilu ini.”
Akibat Kelelahan Luar Biasa Ditambah Kondisi Tubuh Tidak Bugar
Sebelumnya, Dicky menjelaskan bahwa orang memang bisa meninggal karena kelelahan luar biasa ditambah dengan kondisi kesehatan yang tidak bugar.
“Ini akibat pekerjaan yang berat dalam durasi yang lama dan ini terjadi bukan hanya dalam konteks Pemilu. Pekerja berat seperti di China, Korea, itu terkenal banyak mengalami kematian mendadak karena banyak faktor. Antara lain karena ritme kerja yang berat dan terus-menerus,” jelas Dicky.
Risiko meninggal juga semakin tinggi jika kondisi tubuh memang sedang tidak fit atau ada komorbid, jarang berolahraga, dan sebagainya.
“Dan dalam konteks Pemilu, sebetulnya kematian petugas Pemilu akibat kelelahan yang luar biasa bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi di negara lain pun terjadi, misalnya di India,” tutupnya.
Advertisement