Liputan6.com, Jakarta - Peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional yang tahun ini jatuh pada 21 Februari 2024 jadi momentum bagi kita semua untuk mengingatkan kembali tentang bahasa daerah masing-masing. Terlebih, banyak dari ratusan bahasa daerah yang tercatat di Indonesia sudah kehilangan penutur aslinya.
Upaya merawat bahasa daerah bisa dilakukan dengan banyak cara. Salah satunya menggunakan musik dan lagu populer sebagai media. Itu pula yang diupayakan musisi asal Banyuwangi, Wandra Restusiyan. Pelantun lagu Kelangan itu mengenang awal mula terjun ke industri musik berbahasa daerah.
Advertisement
"Saya sangat cinta dengan kebudayaan yang ada, khususnya di kota tercinta saya, Banyuwangi. Saya punya impian lagu-lagu Banyuwangi ini bisa disukai di berbagai daerah lain, bahkan di seluruh Indonesia," ujarnya dalam pesan tertulis kepada Tim Lifestyle Liputan6.com, Sabtu, 17 Februari 2024.
Sebagai anak muda, ia merasa bertanggung jawab untuk melestarikan budaya dan bahasa daerah di Banyuwangi. Musisi kelahiran 15 Juni 1995 itu kerap menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Osing ketika berkarya. Genre musiknya tidak terbatas pada jenis tertentu, tetapi berganti-ganti agar bervariasi, seperti pop, koplo, orkestra, musik etnik, hingga jazz.
"Bahasa lagunya tetap lokal," katanya.
Meski diakui bahwa secara market terbatas, ia menyatakan bahwa bahasa hanya kata-kata, pengemasanlah yang paling menentukan karya tersebut bisa diterima pasar yang lebih luas. "Walau bahasa daerah, kalau konsep musiknya keren, kekinian, dan tetap bahasa daerah, saya rasa itu suatu terobosan baru," ujarnya.
"Saya udah membuktikannya, alhamdulillah berhasil," imbuh pemilik nama asli Ainur Rofik Wandra Restusiyan tersebut. Walau begitu, ia mengingatkan bahwa lagu dan musik daerah juga memerlukan para fans fanatik dan orang-orang yang mencintai bahasa daerahnya sendiri agar bisa terus lestari.
Dangdut Koplo Mendominasi
Lewat media sosial, ia menggencarkan promosi. Karya musik yang universal dan terdengar familiar di telinga pendengar membuatnya banyak mendapat tawaran manggung dari luar kota. Pendengarnya juga tak hanya orang Jawa, tetapi dari berbagai suku di Indonesia.
"Dia suka lagu-lagu saya, namun kadang tidak tahu artinya. Jadi, itu suatu hal yang patut disyukuri. Paling tidak, orang lain yang enggak ngerti bahasa daerah saya itu suka dulu dengan lagunya. Baru nanti perlahan, pasti dia sedikit demi sedikit tahu dan mau belajar Bahasa Osing dan Jawa," tuturnya optimistis.
Geliat dari musik berbahasa daerah juga ditangkap positif oleh Sony Music Indonesia selaku label musik yang menaungi banyak musisi. Wisnu Ubur, Head of A&R for Sub-Label at Sony Music Entertainment, bahkan menyebut perkembangannya sangat pesat di mana pun dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
"Perkembangan musik daerah itu pesat sih mba, terutama dangdut, hiphop di Indonesia timur, dan melayu di area Sumatera," ujar Wisnu saat dihubungi Jumat, 16 Februari 2024.
Secara spesifik, dangdut, termasuk koplo lah yang mendominasi. Indikasi tren positif bisa dilihat dari daftar yang trending di YouTube. "Bisa dibilang di atas 60 persen genre dangdut dan hampir semuanya berbahasa Jawa... Total trending ada 30 peringkat per harinya. Tiap harinya bisa ada 15 sampai 20 lagu yang masuk chart trending di Youtube itu berbahasa daerah dan mayoritas dangdut," sambung dia.
Advertisement
Elemen Kesuksesan Lagu Berbahasa Daerah
Menurut Wisnu, pemicu pesatnya perkembangan musik berbahasa daerah adalah perkembangan teknologi yang memudahkan para seniman lokal mendapatkan akses untuk mengunggah karyanya di beberapa platform musik. Selain itu, kemunculan beberapa service aggregator membantu mendistribusikan karya-karya meraka.
"Tantangan terbesar dalam pengembangan musik berbahasa daerah adalah kebiasaan atau behaviour local heroes yang sifatnya kekeluargaan yang tidak terlalu aware terhadap sistem dan administrasi, seperti kontrak dan commitment. Menurut saya, prioritas yang perlu dibenahi adalah edukasi terkait sistem dan administrasi adalah sangat penting sekali agar para local heroes ini terjaga dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," ucapnya.
Pihaknya selaku label pun berusaha mendukung pengembangan musik berbahasa daerah dengan meluncurkan 'Megah Music' sebagai sub-label atau magian/keluarga dari Sony Music Entertainment Indonesia. Fokusnya pada karya yang berbahasa daerah dan artis-artis yang dikategorikan sebagai local heroes.
"Untuk keberlanjutan industri musik adalah eksositemnya harus jalan dan berkesinambungan, mengedukasi sistem yang berlaku dan mengkomunikasikan kepada publik atau penikmat musik kalo karya itu tidak gratis. Menikmati musik itu harus ada apresiasinya dalam bentuk apapun. Dengan hal ini, ekosistem akan terus berjalan dan musisi pun akan menjadi sejahtera ketika penikmat musik dapat mengapresiasi karya-karya mereka," sambung Wisnu.
Pemetaan Tantangan yang Dihadapi Musisi Berbahasa Daerah
Di sisi lain, pemerintah selaku regulator juga mengakui bahwa banyak tantangan yang dihadapi industri musik berbahasa daerah di tengah perkembangan yang pesat. Menurut Direktur Musik, Film, dan Animasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), dari sisi produksi, tantangan yang dihadapi para musisi antara lain ekplorasi kreatif untuk membuat lagu daerah diminati oleh audiens.
"Hal tersebut mendorong musisi untuk melakukan riset untuk menganalisis preferensi konsumen untuk menemukan pola dan fenomena apa yang menjadi keresahan, kebutuhan dan tren keinginan audiens dalam hidupnya sehingga lagu yang mereka produksi relevan dengan kehidupan mereka," ucapnya.
Dari sisi distribusi, ia menilai musisi daerah membutuhkan akses pada pembiayaan produksi, sarana dan prasarana produksi, dan platform distribusi yang mampu menjamin dan meningkatkan ekonomi yang berkelanjutan. Ia menyebut musisi lagu daerah belum memiliki akses luas terhadap hak kekayaan intelektual dan hak ekonomi ketika karyanya dimanfaatkan secara ekonomi.
"Sehingga posisinya lemah. Hal tersebut menunjukkan tantangan pada perlindungan hukum pada kekayaan intelektual dan regulasi sistem dan mekanisme kompensasi yang adil bagi musisi lagu daerah," sambungnya.
Selain itu, Amin juga menyebut secara umum, lagu-lagu dan musik daerah terkadang bergantung pada pasar khusus, sehingga lebih sulit mendapatkan pendapatan ekonomi yang besar dibandingkan dengan genre yang mainstream. Untuk itu, perlu promosi untuk memperluas pasar musik daerah.
Advertisement
Fasilitas yang Disiapkan untuk Lindungi Para Musisi
"Diperlukan inovasi dan kolaborasi antara seniman tradisional dan kontemporer dapat mempromosikan musik daerah kepada pasar baru dan menciptakan perpaduan musik yang unik untuk menarik audiens lebih luas," ujarnya.
Amin menekankan bahwa pemerintah pusat tidak bisa sendiri mengembangkan industri musik berbahasa daerah, tetapi membutuhkan kolaborasi banyak pihak, termasuk pemerintah daerah, akademisi, industri, media, pelaku kreatif, komunitas, dan masyarakat.
"Perlu sinergi dan integrasi bersama-sama dalam program tepat sasaran, tepat guna bermanfaat, dan tepat waktu untuk mengembangkan potensi sektor industri musik lagu daerah sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi kreatif (kreasi, produksi, distribusi, konsumsi dan konservasi) di Indonesia sekaligus melestarikan bahasa setempat," ujarnya.
Sejauh ini, ia mengaku pemerintah menyiapkan beragam instrumen lewat beberapa regulasi dan kebijakan yang diakuinya perlu diperkuat. Selain itu, ada program fasilitasi pembiayaan produksi, apresiasi dan akses perlindungan HAKI, distribusi dan promosi kreatif untuk mempercepat terbentuknya ekosistem yang kondusif untuk industri lagu daerah tertinggal tersebut.
"Misalnya Lomba Cipta Lagu Daerah, kolaborasi produksi, penyediaan akses internet dan pemanfaatan platform digital, literasi mengenai business development dan optimalisasi digital, event reguler, terbangunnya creative hub, serta yang paling penting yakni mengerti dengan mekanisme royalti Kekayaan Intelektual agar pendapatan royalti musisi lagu daerah lebih terjamin di masa depan," ia menyebutkan.