Duh, Ada Ibu Kota Provinsi yang Belum Punya Transportasi Umum Modern

Djoko menuturkan, dari 38 provinsi, hanya 15 ibukota provinsi yang baru mengembangkan transportasi umum modern

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 18 Feb 2024, 20:00 WIB
Pemudik membawa barang mereka seusai turun dari bus antarkota antarprovinsi (AKAP) di Terminal Kampung Rambutan, Jakarta, Minggu (23/5/2021). Hingga sore ini pemudik dari kota di Jawa Barat, Tengah, Timur, dan Sumatera terus berdatangan di Terminal Kampung Rambutan. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno mengungkapkan tidak sampai 5 persen dari keseluruhan 552 pemerintah daerah yang telah membenahi transportasi umum modern.

Djoko menuturkan, dari 38 provinsi, hanya 15 ibukota provinsi yang baru mengembangkan transportasi umum modern. Bahkan, ada ibu kota provinsi yang sudah tidak memiliki transportasi umum. Transportasi umum modern yang dimaksud adalah skema pembelian layanan (buy the service).

Hal ini disampaikan Djoko dalam tulisan terbarunya yaitu “Membenahi Terminal, Juga Membenahi Angkutan Umum”. Menurut Djoko terminal bus dan angkutan umum merupakan satu kesatuan yang saling mendukung dalam pengoperasiannya. 

“Modernisasi terminal dilakukan untuk memudahkan pengguna mendapatkan layanan angkutan umum yang diinginkan,” kata Djoko, dikutip Minggu (18/2/2024).

Merujuk data dari Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR per Desember 2023, menyebutkan jalan nasional yang mendukung simpul transportasi masih belum seluruhnya terhubung. 

Simpul transportasi terminal penumpang yang sudah terhubung jalan nasional adalah sebanyak 86 terminal tipe A (73 persen). Sedangkan yang belum terakses langsung jalan nasional sebanyak 36 terminal] tipe A (27 persen).

“Perencanaan terminal penumpang meliputi rencana lokasi dan kebutuhan simpul terminal penumpang, penetapan simpul dan lokasi terminal penumpang dan tipe dan kelas terminal penumpang,” jelas Djoko

Djoko menambahkan, simpul transportasi harus memperhatikan keterpaduan antarmoda angkutan dan kemudahan akses.

 


Terminal Sebagai Fungsi Sosial

Calon penumpang berjalan di terminal Kalideres Jakarta, Kamis (22/12/2022). Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) DKI Jakarta, Syafrin Liputo menyebutkan, Jelang Natal dan Tahun Baru penumpang bus antarkota antarprovinsi (AKAP) di Terminal Kalideres mengalami lonjakan hingga 100 persen. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Di Indonesia, menurut Djoko beberapa terminal juga berfungsi sosial, yakni membantu calon penumpang yang tidak memiliki sejumlah uang yang cukup untuk melanjutkan perjalanan. 

“Biasanya bekerjsama dengan Dinas Sosial pemda setempat agar PO Bus yang dititipkan penumpang tidak mengalami kerugian,” ujarnya.

Djoko menambahkan, pembenahan terminal tidak otomatis bisa mendorong masyarakat beralih ke angkutan umum. Hingga kini, pemerintah telah membangun dan membenahi banyak terminal, akan tetapi belum bisa mendongkrak pengguna angkutan umum. 

Beberapa terminal yang dibangun sepi kedatangan angkutan umum. Pembenahan terminal harus diiringi pembenahan angkutan umum di daerah. 

 


Membenahi Angkutan Umum

Calon penumpang menaiki bus AKAP di loket Terminal Kampung Rambutan, Jakarta Timur, Selasa (20/12/2022). Petugas Dinas Perhubungan Terminal Kampung Rambutan mengatakan jumlah penumpang tujuan kota di Sumatera, Jawa, dan Bali mengalami peningkatan hampir 10 persen dibandingkan hari biasa jelang liburan Natal 2022 dan Tahun Baru 2023. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Ramainya terminal menurut Djoko juga ditentukan jumlah trayek angkutan umum yang hadir di terminal itu. Terminal yang terbangun megah adalah terminal tipe A, sedangkan di banyak daerah yang memiliki terminal tipe B dan C sudah tidak beroperasi akibat mulai punahnya angkutan umum. 

“Oleh sebab itu, angkutan umum di daerah harus segera dilakukan pembenahan, supaya terminal yang terbangun atau mulai sepi akan menjadi ramai kembali,” jelasnya.

Bantuan pemerintah pusat untuk membenahi angkutan umum di daerah sangat diperlukan. Sudah ada program pembelian layanan di 11 kota. Namun belum cukup, mengingat sebanyak 552 pemda di seluruh Indonesia. Diperlukan ada Program Public Service Obligation (PSO) Angkutan Umum, seperti halnya PSO Perkeretaapian dengan DIPA Kementerian Keuangan. 

“Untuk melanggengkan keberadaan angkutan umum di daerah diperlukan lembaga pembiayaan angkutan umum di bawah Kementerian Keuangan,” pungkas Djoko.

Infografis Inspeksi Angkutan Umum Converted

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya