Liputan6.com, Jakarta - Perwakilan Rusia mengatakan bahwa Indonesia masuk dalam kategori negara potensial untuk bergabung dengan negara-negara BRICS (Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan).
"Indonesia adalah kandidat kuat untuk bergabung dengan BRICS, namun negara tersebut belum secara resmi mengajukan permohonan untuk bergabung," kata Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobyova dalam sebuah wawancara dengan TASS yang dikutip Minggu (18/2/2024).
Advertisement
"Menurut saya, Indonesia adalah kandidat yang sangat kuat untuk bergabung dengan BRICS. Namun, semuanya terserah pada Indonesia yang belum mengajukan permohonan secara resmi meskipun Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) telah menghadiri konferensi BRICS terbaru. Tunggu hasil pemilu presiden Indonesia secara lengkap, baru setelah itu semoga ada upaya serius dari pihak Indonesia," tuturnya.
Kelompok BRICS kini telah melalui dua gelombang ekspansi sejak didirikan pada tahun 2006. Pertama, pada tahun 2011, Afrika Selatan bergabung dengan anggota pendiri Brazil, Rusia, India dan China. Kemudian, pada Agustus 2023, enam anggota baru, termasuk Argentina, diundang untuk bergabung dengan BRICS setelah pertemuan puncak kelompok antar pemerintah tersebut di Johannesburg.
Namun, pada Desember 2023, pemerintahan baru Argentina yang dipimpin oleh Presiden Javier Milei mengumumkan bahwa mereka telah menolak undangan tersebut untuk sementara waktu karena menganggap integrasi dengan BRICS tidak praktis.
Lima anggota baru – Mesir, Ethiopia, Iran, Mesir, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab – telah mulai bekerja sebagai negara anggota penuh BRICS sejak 1 Januari 2024.
Rencana Ekspansi BRICS
Sebelumnya, media Rusia telah mengungkap adanya rencana ekspansi BRICS.
Berdasarkan laporan TASS, yang dikutip Selasa (6/6/2023), isu ekspansi BRICS disebut menjadi pembahasan pada BRICS Summit pada Agustus tahun itu. Nama Indonesia ternyata muncul sebagai potensi anggota baru.
"BRICS summit, dijadwalkan pada akhir Agustus di Johannesburg, diperkirakan untuk mendiskusikan siapa yang akan diterima dan bagaimana. Di antara negara-negara, daftar kandidat potensial termasuk Mesir, Indonesia, Iran, Argentina, Kazakhstan, Aljazair, Turki, Thailand, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab," tulis TASS kala itu.
Ketika Liputan6.com meminta respons terkait laporan tersebut, Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kemlu RI Teuku Faizasyah, mengatakan, "Saya tidak ada informasi."
Negara-negara yang kaya sumber daya alam seperti Kerajaan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab menjadi sorotan BRICS. Kehadiran-kehadiran negara itu dinilai bisa melemahkan dolar dan menggenjot ekonomi nasional.
Advertisement
Negara BRICS Tak Boleh Beri Sanksi Anti-Rusia
Sebelumnya, Wakil Menlu Rusia, Sergey Ryabkov, mengungkap bahwa negara yang ingin masuk BRICS tidak boleh memberikan sanksi atau mendukung sanksi anti-Rusia.
Namun, ada kekhawatiran dari Afrika Selatan (Afsel). Kehadiran negara-negara baru dianggap bisa memudarkan pengaruh Afsel.
Menurut Irina Filatova dari Higher School University (HSE University) di Moskow, ekspansi BRICS yang lebih jauh lagi bisa mengurangi pengaruh ekonomi Afrika Selatan di BRICS.
Saat ini, Republik Rakyat China (RRC) merupakan negara paling kaya raya di BRICS. Rusia sedang menghadapi sanksi-sanksi barat, sementara India sedang ada konflik perbatasan dengan China.
Jokowi: Indonesia Masih Kaji Untuk Menjadi Anggota BRICS
Sementara itu, Presiden Joko Widodo/Jokowi (17/2) usai menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS ke-15 yang digelar di Sandton Convention Center, Johannesburg, Republik Afrika Selatan, Kamis, (24/8).
"Kita ingin mengkaji terlebih dahulu, mengkalkulasi terlebih dahulu, kita tidak ingin tergesa-gesa," ungkap Jokowi.
Meski begitu, lanjut Jokowi hubungan Indonesia dengan negara-negara anggota BRICS sudah sangat baik, terutama di bidang perekonomian, dikutip dari VOA Indonesia.
Indonesia sendiri banyak diperbincangkan sebagai negara yang kemungkinan ikut bergabung.
Jokowi mengatakan salah satu proses yang harus dilakukan sebuah negara untuk menjadi anggota BRICS adalah dengan menyampaikan surat pernyataan minat. Ia menekankan sampai dengan saat ini, Indonesia belum menyampaikan surat tersebut.
“Untuk menjadi anggota baru dari BRICS suatu negara harus menyampaikan surat expression of interest, semua harus menyampaikan surat itu, dan sampai saat ini memang Indonesia belum menyampaikan surat tersebut,” tegasnya.
Advertisement
Indonesia Serukan Keadilan Ekonomi bagi Negara Berkembang dalam Pertemuan BRICS
Sebelumnya dilaporkan, Indonesia berharap BRICS memperjuangkan hak-hak pembangunan dan keadilan ekonomi negara-negara berkembang.
Harapan tersebut disampaikan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi saat menyampaikan pernyataan secara virtual pada pertemuan para Menteri Luar Negeri BRICS dengan negara-negara mitra di Cape Town, Afrika Selatan, Jumat (2/6).
Retno menyatakan saat ini dunia semakin terbelah ke dalam blok-blok yang saling berlawanan sehingga tatanan dunia berbasis aturan telah kehilangan makna karena setiap negara mengejar kepentingannya masing-masing.
Advertisement "Jika tren ini terus berlanjut, negara berkembang yang akan paling dirugikan. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk memperbaiki tatanan global yang tidak sehat ini. Dan BRICS berpotensi menjadi kekuatan yang positif untuk itu," kata Retno dalam siaran pers di Jakarta, dikutip dari Antara (3/6/2023).
Dia menambahkan BRICS harus memperjuangkan hak pembangunan setiap negara, terutama negara berkembang yang hingga saat ini masih banyak mengalami ketidakadilan ekonomi.
Menurut Menlu Retno, negara-negara Global South berhak menjadi bagian dari rantai pasok global dan bebas dari diskriminasi perdagangan serta perangkap utang.
Isu tersebut juga telah diangkat oleh Presiden Jokowi dalam pertemuan KTT G7 Outreach di Hiroshima, Jepang, Mei lalu.
"Saya harap BRICS dapat ikut mendukung upaya ini dan tidak menjadi bagian dari ketidakadilan ekonomi," kata Menlu Retno.