Liputan6.com, Surabaya - Pemilihan Umum (Pemilu) serentak 2024 di Surabaya menyisakan duka. Sebanyak 137 orang petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) mengalami sakit dan dua orang meninggal dunia.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya, Nanik Sukristina mengungkapkan, pihaknya mencatat ada 43 anggota KPPS yang sakit pada pada tanggal 14 Februari 2024. Selanjutnya, tanggal 15 Februari total akumulasi ada 137, artinya ada tambahan 94 anggota KPPS yang sakit.
Advertisement
"Keluhan yang dilaporkan beragam. Mulai dari kepala pusing, mual, hipertensi, asam lambung naik, hingga demam," ujar Nanik ditulis Senin (19/2/2024).
Nanik mengatakan, pada saat pendaftaran para petugas KPPS itu sebenarnya harus menyertakan surat sehat.
“Jadi screening itu dilaksanakan bisa di puskesmas atau di faskes lainnya. Lha yang dipersyaratkan oleh KPU itu ada pemeriksaan gula darah, kolesterol, dan asam urat. Selain yang standar ya, berat badan, tinggi badan, pemeriksaan tensi dan sebagainya,” ucapnya
Terpisah, Sekretaris KPU Surabaya, Titus Saptadi menyatakan, terdapat dua personel KPPS di Surabaya yang meninggal dunia. Yang pertama adalah Ketua KPPS Tempat Pemungutan Suara (TPS) 042, Kelurahan Ngagel Rejo, Kecamatan Wonokromo, Surabaya, Joko Budiono (52).
Joko disebut sudah tak sadarkan diri sejak penghitungan suara, Rabu (14/2), lalu. Dia pun dinyatakan meninggal dunia, sekitar pukul 08.15 WIB, Jumat (16/2).
Yang kedua Imnesti Aufa (22) anggota KPPS TPS 041 Kelurahan Kudungdoro, Tegal Sari. Ia meninggal karena kecelakaan tunggal saat pulang dari TPS.
KPPS Meninggal Dapat Santunan Rp 36 Juta
Titus Saptadi mengaku pihaknya akan memberikan santunan berupa uang kepada dua keluarga ahli waris petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia.
"Kami akan lakukan prosedur administrasi dan secara faktual kami akan menemui secara langsung ahli waris,” imbuh Titus.
Sesuai regulasi, lanjut Titus, santunan kematian badan ad hoc Pemilu, sebesar Rp 36 juta.
“Untuk besarannya berdasarkan ketentuan tadi, untuk kematian badan ad hoc yang tertimpa musibah sampai dengan meninggal diberi santunan kematian sebesar Rp 36 juta,” ucapnya.
"Selain itu, ada opsi penambahan biaya pemakaman sebesar Rp 10 juta. Kemudian dapat diberikan biaya pemakaman Rp10 juta. Jadi kalau yang 10 juta bunyinya, dapat diberikan,” tambah Titus.
Santunan itu, kata Titus, berlaku selama masa kerja badan ad hoc sejak dilantik 25 Januari 2024 hingga berakhir 25 Februari 2024.
“Berdasarkan ketentuan, kita bisa mengcover sejak tanggal pelantikan sampai masa kerja berakhir. Jadi harus kita teliti, mereka sudah dilantik tanggal 25 Januari batas terakhir 25 Februari, bisa dicover nanti santunanya," ujarnya.
"Jika ada kejadian sebelum coblosan atau pemungutan suara, asalkan itu sudah di atas masa kerjanya 25 Januari-25 Februari 2024, ya tetap dicover,” tambah Titus.
Titis menegaskan, KPU masih tahap mengidentifikasi secara administrasi. Santunan akan diberikan usai ada perintah dari KPU RI.
“Setelah identifikasi semuanya, secara administrasi akan minta untuk dipenuhi. Kami laporkan ke KPU provinsi untuk diteruskan kepada KPU RI. Setelah ada perintah, kami akan menindaklanjuti,” ucapnya.
Advertisement