Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) mengumumkan potensi delisting PT Capitalinc Investment Tbk (MTFN). Hal itu lantaran suspensi saham perseroan mencapai tahun pertamanya pada 16 Februari 2024.
Penghapusan pencatatan (delisting) dan pencatatan kembali (relisting) saham di Bursa diatur dalam Peraturan Bursa No I-I. Pada ketentuan III.3.1.1, Bursa dapat menghapus pencatatan saham perusahaan tercatat apabila perusahaan mengalami kondisi atau peristiwa yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha.
Advertisement
Hal ini baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status perusahaan tercatat sebagai perusahaan terbuka, dan tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.
Sementara dalam ketentuan III.3.1.2, Bursa dapat melakukan delisting saham perusahaan tercatat yang akibat suspensi di pasar reguler dan pasar tunai, hanya diperdagangkan di pasar negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir.
"Masa suspensi saham perseroan di pasar reguler dan pasar tunai telah mencapai 12 bulan pada tanggal 16 Februari 2024," mengutip pengumuman dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (19/2/2024).
Berdasarkan laporan aktivitas eksplorasi per 31 Desember 2023, perseroan melaporkan laporan aktivitas eksplorasi oleh entitas anak, PT Cahaya Batu Raja Blok dengan total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 45,7 miliar dan PT Kutai Etam Petroleum dengan total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 410 juta.
Masing-masing laporan tersebut untuk periode eksplorasi selama 1 tahun, yaitu tahun buku 2023. Adapun nama-nama pengurus Capitalinc Investment berdasarkan RUPS pada 12 Agustus 2022, yakni Komisaris Utama dijabat oleh Bambang Seto dan Komisaris Independen oleh Budi Ahmad Sultoni Soedrajat.
Pemegang Saham
Kemudian Direktur Utama dijabat oleh Rizal Fadjar Bamahry dan Direktur oleh Khaerudin. Adapun Khaerudin telah mengundurkan diri pada 19 November 2023.
Sementara susunan pemegang saham MTFN berdasarkan laporan bulanan registrasi pemegang efek perseroan per 31 Januari 2024, terdiri dari Express Profitable sebanyak 6,72 miliar lembar atau 21,1 persen.
Lalu Roulette Capital 1,97 miliar lembar atau setara 9,32 persen, PT Dwina Natura 2,94 miliar lembar atau 9,22 persen. PT Dwi Daya Capital 1,64 miliar lembar tau setara 5,15 persen. Vintage Rarity PTE LTD 239,07 juta lembar atau setara 0,75 persen. Sisanya 17,34 miliar lembar atau setara 54,45 persen merupakan kepemilikan publik.
Advertisement
Suspensi Capai 4 Tahun, Bursa Ingatkan Potensi Delisting Northcliff Citranusa Indonesia
Sebelumnya diberitakan, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengumumkan potensi delisting PT Northcliff Citranusa Indonesia Tbk (SKYB). Hal itu lantaran suspensi saham perseroan akan mencapai 4 tahun pada 17 Februari 2024.
Penghapusan pencatatan (delisting) dan pencatatan kembali (relisting) saham di Bursa diatur dalam Peraturan Bursa No I-I. Pada ketentuan III.3.1.1, Bursa dapat menghapus pencatatan saham perusahaan tercatat apabila perusahaan mengalami kondisi atau peristiwa yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha, Baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status perusahaan tercatat sebagai perusahaan terbuka, dan tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.
Sementara dalam ketentuan III.3.1.2, Bursa dapat melakukan delisting saham perusahaan tercatat yang akibat suspensi di pasar reguler dan pasar tunai, hanya diperdagangkan di pasar negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir.
"Masa suspensi saham perseroan di pasar reguler dan pasar tunai telah mencapai 24 bulan pada tanggal 17 Februari 2022 dan masa suspensi perseroan akan mencapai 48 bulan pada tanggal 17 Februari 2024," mengutip pengumuman dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (16/2/2024).
Berdasarkan keterbukaan informasi 28 Oktober 2019, 23 Maret 2020, 29 Juli 2020, 23 Desember 2020 dan 13 Mei 2022 yang diumumkan di website Bursa, seluruh Dewan Komisaris dan Direksi perseroan telah mengajukan pengunduran diri sebagai pengurus perseroan.
Adapun nama-nama pengurus perseroan itu antara lain:
- Komisaris Utama: Erry Sulistio
- Komisaris: Budi Purwanto
- Komisaris Independen: Ratih D. Item
- Direktur Utama: Wahyu Mulyana
- Direktur: Sigit Kamseno
- Direktur: Irwando Saragih
Sementara susunan pemegang saham SKYB berdasarkan laporan bulanan registrasi pemegang efek perseroan per 31 Desember 2019, terdiri dari Ora Pro Nobis Internasional sebanyak 107.444.000 lembar atau setara 18,37 persen. Lalu Tres Maria Capital Ltd sebanyak 89.420.000 atau 15,29 persen.
Reksa Dana Narada sebanyak 61.319.300 lembar atau 10,48 persen. DBS Bank Ltd SG-PB Clients 52.646.100 lembar atau 9,00 persen, PT Syailendra Capital dengan kepemilikan 45.250.000 lembar saham atau setara 7,74 persen, dan Erry Sulistio sebanyak 44.563.700 lembar atau 7,62 persen. Sisanya sebanyak 184.356.900 lembar atau 31,50 persen merupakan kepemilikan publik.
BEI Ungkap 4 Emiten Potensi Delisting Bakal Buyback
Sebelumnya diberitakan, Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI), I Gede Nyoman Yetna mengungkapkan BEI telah menemukan empat pemegang saham pengendali (PSP) emiten untuk melakukan buyback saham publik dari beberapa emiten berpotensi delisting.
"Ada empat PSP yang dalam waktu dekat sedang dalam proses buyback,” kata Nyoman kepada wartawan usai pencatatan waran CGS-CIMB, Senin (5/2/2024).
Nyoman menambahkan, BEI akan terus secara maksimal untuk mencari PSP. Dia menuturkan, bagi emiten yang berada dalam kondisi tertentu akan lebih sulit ditemui pihak manajemen dibanding emiten dengan kondisi baik.
Nyoman menjelaskan saat ini ada dua jenis delisting di BEI yaitu, Voluntary Delisting dan Force Delisting. Dalam kondisi Voluntary Delisting, emiten biasanya sudah menyiapkan dana untuk melakukan buyback, sehingga mudah untuk menemui pihak manajemen.
Nyoman mengungkapkan awalnya hanya voluntary delisting yang punya kewajiban untuk melakukan pembelian kembali saham yang relatif premium karena kondisi perusahaan yang lebih aman, sedangkan emiten yang mengalami force delisting tidak diwajibkan untuk melakukan buyback.
“Namun dengan berjalannya waktu bukan hanya voluntary delisting yang wajib melakukan pembelian kembali saham, tetapi force delisting juga punya kewajiban untuk melakukan pembelian kembali saham, tujuannya adalah perlindungan investor. Kalau dulu yang melakukan force delisting tidak memiliki kewajiban," ujar Nyoman.
Dia menuturkan, ada upaya dari regulator untuk mewajibkan yang keluar secara paksa akan diminta untuk melakukan pembelian kembali saham.
Advertisement