Liputan6.com, Tel Aviv - Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva tidak diterima di Israel sampai dia menarik kembali pernyataannya yang menyamakan perang Israel Vs Hamas di Jalur Gaza dengan genosida yang dilakukan Nazi selama Perang Dunia II. Hal tersebut ditegaskan oleh Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, pada Senin (18/2/2024).
"Kami tidak akan melupakan atau memaafkan. Ini adalah serangan antisemitisme yang serius. Atas nama saya dan nama warga Israel - beri tahu Presiden Lula da Silva bahwa dia adalah persona non grata di Israel sampai dia menarik kata-katanya kembali," kata Katz kepada Duta Besar Brasil Frederico Meyer, seperti dilansir Reuters, Selasa (20/2).
Advertisement
Israel menyebut Lula da Silva meremehkan Holocaust dan menyinggung orang-orang Yahudi dalam pidatonya di KTT ke-37 Uni Afrika di Addis Ababa, Ethiopia.
Katz kemudian dilaporkan memanggil duta besar Brasil ke peringatan Holocaust Yad Vashem di Yerusalem pada Senin untuk melayangkan teguran atas pernyataan Lula da Silva.
Mengutip BBC, dalam KTT ke-37 Uni Afrika Lula da Silva mengatakan, "Apa yang terjadi di Jalur Gaza dengan rakyat Palestina tidak ada bandingannya dengan momen-momen bersejarah lainnya. Faktanya, itu pernah terjadi ketika Hitler memutuskan untuk membunuh orang-orang Yahudi."
"Ini bukan perang antara tentara melawan tentara. Ini adalah perang antara tentara yang sangat siap versus perempuan dan anak-anak."
Korban Jiwa di Jalur Gaza Tembus 29.000 Orang
Otoritas kesehatan Jalur Gaza mengungkapkan per Senin, jumlah total korban jiwa akibat serangan Israel menjadi 29.092 orang sejak perang pecah pada 7 Oktober, di mana 107 jenazah dibawa ke rumah sakit dalam 24 jam terakhir.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah berjanji melanjutkan serangan hingga meraih kemenangan total atas Hamas, meningkatkan kekhawatiran bahwa invasi darat akan berlangsung ke Rafah yang terletak di perbatasan dengan Mesir.
Israel mengklaim pihaknya sedang mengembangkan rencana untuk mengevakuasi warga sipil dari Rafah, namun tidak jelas ke mana mereka akan pergi di Jalur Gaza yang sudah hancur. Mesir sendiri telah menutup perbatasan dan memperingatkan bahwa masuknya warga Palestina secara besar-besaran dapat mengancam perjanjian perdamaian yang telah berumur puluhan tahun dengan Israel.
Advertisement
Upaya Gencatan Senjata Mandek
Amerika Serikat, sekutu utama Israel, mengatakan pihaknya masih bekerja sama dengan Mesir dan Qatar selaku mediator untuk menengahi perjanjian gencatan senjata dan pembebasan sandera. Namun, upaya tersebut tampaknya terhenti dalam beberapa hari terakhir.
Netanyahu telah menolak apa yang disebutnya sebagai tuntutan delusi dari Hamas. Kelompok militan tersebut mengatakan mereka tidak akan melepaskan semua sandera yang tersisa sampai Israel mengakhiri perang dan menarik diri dari Jalur Gaza. Mereka juga menuntut pembebasan ratusan tahanan Palestina.
Lebih dari 100 sandera yang diculik Hamas pada 7 Oktober dibebaskan dalam gencatan senjata selama seminggu pada November 2023 dengan imbalan 240 warga Palestina yang dipenjarakan oleh Israel. Kini Hamas disebut masih menahan sekitar 130 orang sandera, di mana seperempat dari mereka diyakini tewas.