Liputan6.com, Jakarta - Dijamu dengan bakso dan mie goreng, Surya Paloh makan malam bersama Presiden Jokowi di Istana Negara pada Minggu 18 Februari. Keduanya bicara soal agenda kebangsaan hingga dinamika politik usai pencoblosan Pemilu 2024 selama satu jam.
Presiden Joko Widodo memberi kode, bahwa pertemuan tersebut merupakan sebuah awalan. "Ini baru awal-awal, nanti kalau sudah final," kata Jokowi usai meresmikan Rumah Sakit Pusat Pertahanan Negara (RSPP) Panglima Besar Soedirman di Bintaro, Jakarta Selatan, Senin 19 Februari.
Advertisement
Jokowi mengaku, usai Pemilu 2024 digelar, ia akan berperan sebagai jembatan. Dia berharap, jembatan tersebut akan berfungsi sebagai penghubung urusan perpolitikan.
"Saya ingin menjadi jembatan untuk semuanya, urusan politik itu urusan partai."
Jokowi memastikan, pertemuan dengan Surya Paloh akan sangat bermanfaat. Khususnya untuk bangsa dan negara. "Pertemuan tentunya bermanfaat bagi perpolitikan kita, bagi negara kita. yang paling penting itu," ungkap Jokowi.
Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya menilai pertemuan antara Surya Paloh dengan Presiden Jokowi menunjukkan kultur yang tidak kekanak-kanakan di tengah dinamika Pemilu 2024. "Kita melihat (pertemuan Paloh dan Jokowi) tidak dalam kultur, tidak dalam langgam yang childish, yang kekanak-kanakan gitu ya, tidak baperan gitu ya."
Willy memandang pertemuan antara Paloh dan Jokowi amat penting. Terutama, kata dia dalam ranah pendidikan politik bangsa Indonesia. "Ini komunikasi yang paling penting sekali, sebagai sebuah pendidikan politik bagi bangsa ini," ujar dia.
Pengamat Politik sekaligus Direktur Riset Populi Center Usep S Achyar, menilai pertemuan Surya Paloh dan Jokowi ini bisa dianggap untuk meredam tensi politik pasca-pemilu. Terlebih, Surya Paloh dan Jokowi tampak bersebarangan secara pilihan politik pada Pilpres 2024.
"Secara umum memang masyarakat kita yang memandang pertemuan itu tentu positif ya, yang namanya pertemuan dua orang walaupun berlawanan tapi dalam konteks kebangsaan harusnya tetap bertemu seperti itu, jadi secara normatif ya positif saja," kata Usep saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (20/2/2024).
Menurut Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno, bila menggunakan perspektif normatif pertemuan itu dianggap sebagai silaturahmi politik kebangsaan biasa. Namun, publik juga bisa saja menduga-duga ini pertemuan kedua tokoh sangat mungkin dikaitkan dengan Partai Nasdem akan berkoalisi dengan partai-partai pendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang sementara unggul di sejumlah hasil quick count.
"Dalam konteks itulah kemudian sebenarnya pertemuan Jokowi dan Surya Paloh yang dinilai cukup mendadak ini sebagai upaya berbicara tentang soal komposisi politik di masa yang akan datang. Karena kalau melihat kecenderungan secara umum, gabungan partai politik paslon nomor 2 ini tidak terlampau mencapai 50% ya untuk mengamankan kepentingan politik di parlemen," jelasnya kepada Liputan6.com.
"Oleh karena itu bukan tidak mungkin yang dibicarakan soal bagaimana kemungkinan Nasdem jika diajak menjadi bagian dalam koalisi pemerintahannya (Prabowo-Gibran)," imbuhnya.
Terlebih, lanjut Adi, beberapa hari sebelumnya, Prabowo Subianto bertemu dengan SBY. Publik juga mengaitkan itu sebagai upaya bagaimana bicara tentang komposisi kementerian ke depan.
"Dan tiga atau dua hari ke depan juga kita akan menyaksikan pasti bagaimana elit-elit partai ini saling bertemu sama yang lainnya apalagi misalnya Prabowo Subianto ini kan memiliki satu mazhab politik yang ingin merangkul sama kalangan ingin merangkul sumber kelompok ingin merangkul kekuatan-kekuatan politik yang ada," kata Adi.
Terkait dengan keinginan Jokowi yang akan berperan sebagai jembatan, Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Arifki Chaniago menilai, jembatan yang dimaksud dapat diartikan sebagai yang menghubungkan dengan Prabowo-Gibran.
"Jokowi yang bisa membantu menghubungkan Nasdem dengan Prabowo-Gibran. Karena Pak Jokowi lebih dekat dengan Nasdem, tapi dengan pilihan politik yang berbeda di Pilpres 2024, secara tidak langsung tentu juga akan mengarah bagaimana pilihan politik ini juga akan ditentukan bagaimana apakah nasdem ini dilirik atau tidak oleh Prabowo-Gibran," ujar Arifki kepada Liputan6.com.
Apalagi, sambungnya, saat ini terlihat ada kebutuhan dari Prabowo-Gibran untuk memenuhi kursi di parlemen agar bisa menjadi kekuatan politik yang kuat. "Saya rasa asumsi bahwa Nasdem ingin gabung ini enggak bisa disembunyikan, meskipin secara tidak langsung tidak diucapkan oleh Nasdem," ia menegaskan.
Menurutnya, pintu masuk untuk berkoalisi bagi Nasdem lebih nyaman lewat Jokowi dibandingkan langsung ke Prabowo. Karena selama masa kampanye Pemilu 2024, antara Prabowo dengan paslon nomor 1 yang didukung Nasdem memiliki tensi yang cukup panas.
"Saya rasa komunikasi itu yang dimainkan Nasdem dan Jokowi. Jokowi mengambil ruang itu karena ini dianggap penengah dalam ruang demokrasi dari ruang komunikasi bagi kelompok lain di luar."
Nasdem yang belum pernah menjadi oposisi, lanjut Arifki, membuatnya tidak terlalu siap untuk berada di luar pemerintahan. Pilihan untuk oposisi itu perlu pertimbangan menguntungkan, seperti ketika PDIP mengambil oposisi karena track record politiknya memang kuat dan sudah terlatih.
"Partai lain di luar PDIP perlu belajar menjadi oposisi, dan saya rasa akan rumit bagi Nasdem. Bahkan level PKS pun punya ruang untuk masuk ke dalam pemerintahan, karena selama ini oposisi. Ini yang saya baca ruang ini akan diambil oleh PKS-Nasdem dan saya rasa ke depan ini kelompok di luar 02 yang bisa berkomuniaksi dengan Prabowo-Gibran berpelungan masuk kabinet," kata Arifki.
Terpisah, Calon Presiden nomor urut 1 Anies Baswedan menegaskan tidak ada yang berubah dalam internal partai politik koalisi perubahan (NasDem, PKS, PKB) usai pertemuan antara Surya Paloh dengan Presiden Jokowi. "Gini saya ingin sampaikan, bahwa kita semua ini solid, enggak ada yang berubah," kata Anies di Posko Tim Hukum AMIN, Mampang Square, Jakarta Selatan, Selasa (20/2/2024).
Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 ini menegaskan, dirinya dan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 1 Muhaimin Iskandar alias Cak Imin masih terus berjalan bersama-sama. "Anies-Muhaimin jalan terus bersama. Kita ini ingin bekerja intensif tiap hari terus. Memang tidak selamanya muncul di media, karena memang bukan hari kampanye. Kalau hari kampanye memang ada kegiatan-kegiatan kampanye terbuka."
Selain itu, kata Anies, pertemuan antara dirinya, Cak Imin, serta parpol dalam koalisi perubahan terus berjalan. Oleh sebab itu, Anies tak merasa khawatir adanya pertemuan antara Surya Paloh dengan Jokowi di Istana. Terlebih, pertemuan tersebut tak terjadi secara diam-diam.
"Kalau pertemuan itu kedengaran media dua tiga hari sesudahnya itu baru serius. Tapi belum kejadian sudah ramai, itu berarti tontonan saja itu," Anies memungkasi.
Komitmen Spirit Perubahan dari Surya Paloh Diuji
Di tengah proses pemilu yang belum rampung, Presiden Jokowi bertemu Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh di Istana, Minggu malam (18/2/2024). Dalam pertemuan itu, banyak yang dibahas termasuk persoalan politik.
Pertemuan Jokowi dengan Surya Paloh pun memunculkan spekulasi. Terlebih, ketika Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan fungsionaris PKS mengonfirmasi bahwa manuver Paloh itu tidak atas sepengetahuan partai-partai Koalisi Perubahan lainnya.
"Karena itu, wajar kalau saat ini santer gonjang-ganjing di internal Koalisi Perubahan yang mulai gusar karena khawatir merasa akan dikhianati. Mulai muncul pertanyaan-pertanyaan di internal PKS dan PKB tentang komitmen spirit perubahan dalam diri Paloh dan Nasdem," kata Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (INDOSTRATEGIC) Ahmad Khoirul Umam kepada Liputan6.com, Senin (19/2/2024).
"Selain itu, manuver Paloh ini seolah membenarkan penyataan Capres Nomor Urut 1 Anies Baswedan dalam debat Capres pertama, yang pernah menyatakan banyak pemimpin politik yang tidak tahan menjadi oposisi, karena membuat mereka tidak bisa berbisnis," Ia menambahkan.
Umam mengungkapkan, manuver Paloh ini tampaknya memanfaatkan momentum pasca statemen Capres terpilih Prabowo Subianto, yang menyatakan siap merangkul semua pihak di Kubu 01 dan 03 untuk memperkuat pemerintahannya. Terlebih, realitas Pilpres 2024 tidak menghadirkan coat-tail effect sama sekali, dimana partainya Capres harus berpuas diri di peringkat ketiga dengan elektabilitas 13 persen.
"Konsekuensinya, Prabowo akan memiliki tingkat ketergantungan politik (political dependency) yang sangat tinggi untuk menjaga stabilitas politik dan pemerintahannya di fase transisi awal kekuasaan yang seringkali penuh turbulensi. Untuk mengamankan itu, Prabowo setidaknya harus bisa mengumpulkan sekitar 70 persen kekuatan politik di parlemen," ujar dia.
Kesempatan ini menurutnya, seolah menjadi peluang emas bagi partai-partai menengah dan mediocre untuk putar balik dari koalisi lama, dengan membelot pada kubu pemenang. Sebab, partai-partai kelas tengah cenderung tidak siap berhadap-hadapan dengan kekuasaan.
"Mereka juga tampaknya tidak siap untuk menanggung risiko dan konsekuensi ekonomi-politik dan stabilitas internal partainya, ketika mereka harus berpuasa dari kekuasaan," ujar dia.
Problemnya, kata Dosen Ilmu Politik & International Studies Universitas Paramadina ini, keputusan untuk bergabung dengan kekuasaan ini merupakan ujian riil terhadap konsistensi atau keistiqomahan partai-partai politik itu terhadap gerakan perubahan dan narasi kritis yang mereka usung selama kampanye jelang Pemilu 2024 lalu.
Dimana, baik kubu 01 maupun kubu 03 sangat intens menyerang kubu 02 dan pemerintahan Jokowi sebagai kekuasaan yang merendahkan etika dan konstitusi, tidak memegang moralitas berdemokrasi, hingga dituding mirip dengan karakter kekuasaan yang otokratik. Artinya, jika akhirnya mereka memilih bergabung dengan kekuasaan, maka mereka sejatinya tengah menjilat ludah sendiri, dan menipu rakyat yang memilih partainya setelah terbuai oleh janji-janji perubahan dan narasi kritis kontra-pemerintah yang mereka munculkan," terang Umam.
"Rakyat bisa menuding, narasi kritis dan narasi perubahan yang selama ini mereka kampanyekan ternyata hanya gimmick murahan. Sehingga wajar jika rakyat akan bertanya, siapa yang sesungguhnya tidak beretika?" Ia menambahkan.
Selain itu, Pertemuan Paloh dengan Jokowi juga memunculkan pertanyaan lanjutan. Jika Nasdem hendak masuk ke pemerintahan yang semula dituding tidak demokratis dan tidak beretika itu, lalu mengapa deal politiknya dilakukan dengan Jokowi? Sementara dalam sistem presidensial, kekuasaan tertinggi seharusnya berada di tangan Prabowo sebagai Capres terpilih selanjutnya.
"Apakah hal itu menegaskan bahwa Prabowo hanya “petugas Jokowi”? Apakah Prabowo atau Jokowi yang memiliki hak veto politik dalam menentukan komposisi dan jatah Menteri dalam pemerintahan selanjutnya? Ataukah ini semua merupakan tanda-tanda lahirnya akar kontestasi baru bagi hadirnya “matahari kembar” di internal Koalisi Indonesia Maju, yang masing-masing pihak merasa memiliki “saham politik” lebih tinggi dibanding yang lainnya? Bisa kita uji dan cermati melalui dinamika pasca 20 Oktober 2024 akan menentukan," dia mengungkapkan.
Advertisement
Demokrasi Terancam Tanpa Fungsi Oposisi di Parlemen
Berdasarkan hasil Quick Count Pemilu 2024 sejumlah lembaga survei, ada 8 hingga 9 partai politik yang diprediksi lolos ambang batas parliamentary threshold 4% dan masuk ke DPR. Sebanyak 4 partai politik di antaranya, bakal masuk dalam koalisi pemerintahan, yaitu Gerindra, Golkar, Demokrat dan PAN. Sementara partai politik lainnya, PDIP, Nasdem, PKB, PKS, dan PPP belum menentukan sikap, apakah menjalankan fungsi oposisi di parlemen atau bergabung dengan koalisi partai politik pendukung pemerintah.
Saat ini, partai-partai politik sedang melakukan berbagai manuver politik untuk penjajakan penguatan dukungan sambil menunggu hasil penghitungan real count KPU. Melihat fenomena yang sedang terjadi ini, Indonesian Parliamentary Center, sebagai lembaga yang fokus pada pemantauan parlemen menyatakan sikap,
"Kepada partai-partai politik yang lolos parliamentary threshold untuk tetap melihat dan mempetimbangkan suara konstituen dalam upaya membangun koalisi politik," ujar Direktur Indonesian Parliamentary Center (IPC) Ahmad Hanafi.
Menurutnya, konstituen memilih partai dengan mempercayakan dan mempertaruhkan nasibnya kepada partai-partai yang menduduki parlemen.
Selanjutnya, kepada partai-partai politik yang lolos di parlemen untuk mempertimbangkan penguatan peran dan fungsi oposisi sebagai penyeimbang (balancing) di parlemen. "Terutama partai yang tidak memenangkan pasangan calonnya, agar tidak terburu-buru untuk bergabung dengan koalisi partai pendukung pemerintah," kata Hanafi.
Berdasarkan evaluasi IPC terhadap pelaksanaan fungsi parlemen, dalam lima tahun terakhir mengalami penurunan peran dalam menjaga demokratisasi kebijakan. "Terbentuknya koalisi partai politik pendukung pemerintah yang terlalu gemuk berdampak pada pengabaian suara dan aspirasi konstituen seperti penyusunan undang-undangan secara ugal-ugalan, absennya penggunaan hak pengawasan DPR, dan lemahnya penyerapan aspirasi dalam pelaksanaan fungsi penganggaran."
Kemudian, sambungnya, kepada partai-partai politik yang memenangkan pasangan calonnya dalam Pilpres agar memberikan ruang yang adil dan bertanggung jawab kepada partai-partai lainnya untuk mengembangkan peran penyeimbang dan oposisi mereka demi terjaganya iklim demokrasi Pasca-Pemilu 2024.
"Keinginan untuk menyatukan semua partai oleh sejumlah pihak hanya akan memperburuk demokrasi kita," ungkap Hanafi dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com.
7 Hal Terkait Pertemuan Surya Paloh dengan Jokowi
Berikut sederet fakta terkait pertemuan antara Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh dengan Presiden Jokowi pada Minggu 18 Februari 2024 di Istana Negara Jakarta dihimpun Liputan6.com:
1. Berlangsung Satu Jam
Koordinator Staf Khusus Kepresidenan Arie Dwipayanan membenarkan pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh di Istana Merdeka Jakarta. Diketahui pertemuan tersebut berlangsung pada Minggu malam 18 Februari 2024.
"Ya betul, Presiden menerima Pak Surya Paloh malam ini di Istana Merdeka," ujar Arie saat dikonfirmasi wartawan.
Arie menambahkan pertemuan Presiden Jokowi dengan Surya Paloh saat ini sudah selesai. Menurut Arie, pertemuan berlangsung sekira 60 menit.
"Sudah selesai, sekitar 1 jam," kata Arie.
2. Surya Paloh yang Memohon Menghadap Jokowi
Menurut Arie, pertemuan dengan Presiden Jokowi tersebut merupakan keinginan dari Surya Paloh.
"Sebelumnya Pak Surya Paloh menyampaikan permohonan untuk menghadap Pak Presiden," kata Arie saat dikonfirmasi wartawan, Minggu malam.
Arie menambahkan, sebagai respons atas permohonan tersebut, Presiden Jokowi mengalokasikan waktunya untuk menerima Surya Paloh pada malam hari ini.
"Presiden meluangkan waktunya malam hari tadi di Istana Merdeka," ucap Arie.
3. Isi Pembicaraan Jokowi dan Surya Paloh
Arie mengatakan, Jokowi dan Surya Paloh bertemu dalam agenda silaturahmi kebangsaan.
"Silaturahmi membicarakan agenda agenda kebangsaan," kata Arie saat dikonfirmasi wartawan.
Selain itu, lanjut Arie, keduanya juga membicarakan tentang berbagai hal soal tantangan global, termasuk terkait dinamika politik dan pemilu 2024.
"Ada juga soal tantangan global, termasuk yang terkait dinamika politik dan pemilu," kata Arie.
Menurut Arie, apa yang terjadi malam hari ini adalah bukti ucapan Jokowi soal pentingnya bertemu dengan tokoh bangsa. Tujuannya demi bangsa dan negara.
"Seperti yang disampaikan Presiden beberapa waktu yang lalu, silaturahmi dengan tokoh bangsa, dengan tokoh politik sangat baik, apalagi untuk kebaikan bangsa dan negara," ucap Arie.
4. Kata Nasdem Jokowi yang Mengundang
Sekjen Partai NasDem Hermawi Taslim mengatakan, kehadiran Surya Paloh dengan Presiden Jokowi karena adanya undangan makan malam.
"Kehadiran Ketum NasDem Pak Surya Paloh di Istana Negara adalah memenuhi undangan makan malam Presiden Jokowi," ujar Hermawi melalui pesan singkat diterima, Senin (19/2/2024).
Hermawi pun meluruskan, adanya pernyataan pihak Istana yang menyebut pertemuan dikarenakan permohonan yang dilakukan Surya Paloh terhadap Jokowi.
"Ini sekaligus meluruskan, informasi bahwa Surya Paloh meminta waktu bertemu dengan Presiden Jokowi sebagaimana disampaikan Koordinator Staf Presiden Ari Dwipayana," ungkap Hermawi.
Senada, Bendahara Umum DPP Partai NasDem, Ahmad Sahroni membantah pernyataan yang menyebut bahwa ketua umumnya, Surya Paloh meminta waktu untuk menghadap Presiden Jokowi.
Menurut Sahroni, justru Presiden Jokowi lah yang mengundang Ketum Partai Nasdem Surya Paloh untuk bertemu di Istana Merdeka, Jakarta pada Minggu malam 18 Februari 2024. Bantahan itu ia tujukan kepada Koordinator Staf Khusus (Stafsus) Kepresidenan Arie Dwipayana.
"Jangan salah ungkapan loh Pak Ari KSP. Pak surya Paloh itu diundang makan malam Ari KSP, bukan memohon waktu menghadap bapak presiden," kata Sahroni seperti dikutip dari akun instagram @ahmadsahroni88, Senin (19/2/2024).
5. Bicara Kebangsaan Sambil Makan Bakso
Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya mengungkapkan pembahasan yang dibicarakan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh dengan Presiden Jokowi.
"Jadi beliau tadi sambil makan bakso, mie goreng, bicara banyak hal tentang kebangsaan, situasi dinamika Indonesia terjadi sekarang," kata Willy, kepada wartawan di NasDem Tower, Senin (19/2/2024).
Namun, Willy mengaku dirinya hanya mengetahui garis besar isi pembahasan dalam pertemuan tersebut. Sehingga, dia meminta agar menanti Surya Paloh untuk memberitahu secara detail.
"Jadi prosesnya tentu bagaimana dalam spirit tetap politik kenegaraan, politik kebangsaan situasi-situasi yang lebih ya semua mungkin dibahas," ujar dia.
Willy menilai pertemuan antara Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh dengan Presiden Jokowi menunjukkan kultur yang tidak kekanak-kanakan di tengah dinamika pemilihan umum (Pemilu) 2024.
"Kita melihat (pertemuan Paloh dan Jokowi) tidak dalam kultur, tidak dalam langgam yang childish, yang kekanak-kanakan gitu ya, tidak baperan gitu ya," kata Willy.
Willy memandang pertemuan antara Paloh dan Jokowi amat penting. Terutama, kata dia dalam ranah pendidikan politik bangsa Indonesia.
"Ini komunikasi yang paling penting sekali, sebagai sebuah pendidikan politik bagi bangsa ini," ujar dia.
6. Jokowi Akui Bahas Politik
Presiden Jokowi angkat bicara soal pertemuannya dengan Ketua Umum Nasdem Surya Paloh. Menurut Jokowi, tak penting siapa yang mengundang dan diundang dalam pertemuan yang berlangsung pada Minggu, (18/2/2024) di Istana Merdeka itu.
"Saya kira dua duanya, tidak perlu siapa yang undang, siapa yang diundang, nggak perlu yang penting memang ada pertemuan dan itu akan sangat bermanfaat bagi perpolitikan kita, bagi negara, saya kira yang paling penting itu," kata Jokowi di RSPPN Panglima Besar Soedirman, Veteran, Bintaro, Jakarta Selata, Senin (19/2/2024).
Jokowi juga mengungkap pertemuannya dengan Surya Paloh membahas soal politik.
"Pertemuan politik biasa, bicara masalah politik juga biasa," kata Jokowi.
7. Jokowi Ingin Jadi Jembatan
Presiden Jokowi mengatakan, sebenarnya ia ingin menjadi jembatan untuk semua pihak. Sementara urusan politik adalah ranah masing-masing partai.
"Ini baru awal-awal nanti, kalau sudah final nanti kami.. Tapi itu sebetulnya saya itu hanya menjadi jembatan, yang paling penting kan partai partai," ujar Jokowi.
Jokowi mengatakan, ia ingin menjadi jembatan semua pihak.
"Jembatan untuk semuanya, saya ingin menjadi jembatan untuk semuanya, urusan urusan urusan politik itu urusan partai partai," tandas Jokowi.
Advertisement