Liputan6.com, Wina - Iran terus memperkaya uraniumnya melebihi kebutuhan untuk penggunaan nuklir komersial meskipun ada tekanan dari PBB untuk menghentikannya, kata ketua Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Rafael Grossi pada Senin (19/2).
Ia menambahkan bahwa ia ingin mengunjungi Teheran bulan depan untuk pertama kalinya dalam satu tahun terakhir untuk mengakhiri "perpecahan yang ada," dikutip dari VOA Indonesia, Rabu (21/2/2024).
Advertisement
Berbicara kepada kantor berita Reuters setelah memberi pengarahan kepada para menteri luar negeri Uni Eropa mengenai masalah tersebut, kepala pengawas nuklir PBB itu mengatakan bahwa meskipun laju pengayaan uranium sedikit melambat sejak akhir tahun lalu, Iran masih memperkaya uranium dan menambahnya pada tingkat sekitar 7 kg uranium per bulan hingga kemurnian 60%.
Pengayaan hingga 60% membuat uranium mendekati tingkat senjata dan tidak diperlukan untuk penggunaan komersial dalam produksi tenaga nuklir. Iran membantah berupaya membuat senjata nuklir, namun tidak ada negara lain yang melakukan pengayaan hingga tingkat tersebut tanpa memproduksinya.
Berdasar perjanjian yang sudah tidak berlaku pada 2015 dengan negara-negara kuat, Iran hanya bisa memperkaya uranium hingga 3,67%. Setelah Presiden Donald Trump menarik AS keluar dari perjanjian nuklir tersebut pada 2018 dan menerapkan kembali sanksi, Iran juga bergerak melampaui pembatasan nuklir dalam perjanjian tersebut.
IAEA sebelumnya melaporkan bahwa antara Juni dan November tahun lalu, Iran memperlambat pengayaan menjadi 3 kg per bulan namun kembali ke tingkat 9 kg pada akhir tahun.
Pantauan IAEA Terkait Proses Pengayaan
Peningkatan tersebut terjadi setelah Iran melarang sepertiga tim inspeksi inti IAEA, termasuk yang paling berpengalaman, untuk ikut memantau proses pengayaan yang disepakati.
“Perlambatan dan percepatan ini seperti siklus yang bagi saya tidak mengubah tren fundamental, yaitu tren peningkatan konstan dalam penyediaan uranium yang diperkaya,” kata Grossi.
Juru bicara Organisasi Energi Atom Iran tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.
IAEA memperingatkan pada akhir 2023 bahwa Iran memiliki cukup bahan untuk membuat tiga bom nuklir jika pengayaan bahan itu kini mencapai 60% hingga melampaui 60%.
“Ada retorika yang mengkhawatirkan, kalian mungkin pernah mendengar pejabat tinggi di Iran mengatakan bahwa mereka memiliki semua elemen untuk senjata nuklir belakangan ini,” kata Grossi.
Advertisement
Kondisi Timur Tengah
Dia mengatakan kekhawatirannya semakin besar mengingat keadaan saat ini di Timur Tengah, yang merujuk pada ketegangan akibat perang Israel dengan Hamas yang didukung Iran di Gaza.
Sebelum mengunjungi Teheran, Grossi akan terbang ke Moskow untuk bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin. Mereka akan membahas Iran dan Timur Tengah, serta Ukraina.
Rusia adalah salah satu pihak yang menandatangani perjanjian 2015, yang dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama. Negara lainnya yang menandatangani perjanjian tersebut adalah Amerika Serikat, China, Prancis, Inggris, dan Jerman. Kesepakatan itu mencabut sanksi terhadap Iran sebagai imbalan atas pembatasan aktivitas nuklirnya.