Nilai Tukar Rupiah Februari 2024 Perkasa Lawan Dolar AS, Ini Sebabnya

Bank Indonesia mencatat nilai tukar Rupiah pada Februari 2024 kembali menguat sebesar 0,77 persen per 20 Februari 2024, setelah pada Januari mengalami pelemahan.

oleh Tira Santia diperbarui 21 Feb 2024, 15:45 WIB
Teller menunjukkan mata uang rupiah di penukaran uang di Jakarta, Rabu (10/7/2019). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup stagnan di perdagangan pasar spot hari ini di angka Rp 14.125. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia mencatat nilai tukar Rupiah pada Februari 2024 kembali menguat sebesar 0,77 persen per 20 Februari 2024, setelah pada Januari mengalami pelemahan.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, setelah pada Januari 2024 melemah 2,43 persen, nilai tukar Rupiah pada Februari 2024 (hingga 20 Februari 2024) kembali menguat 0,77 persen.

"Penguatan nilai tukar Rupiah didorong oleh kebijakan stabilisasi yang ditempuh Bank Indonesia, aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek ekonomi yang tetap baik dengan stabilitas yang terjaga dan imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik," kata Perry dalam konferensi pers RDG Februari 2024, Rabu (21/2/2024).

Menurutnya, dengan perkembangan ini, nilai tukar Rupiah hanya sedikit melemah 1,68 persen dari level akhir Desember 2023, lebih baik dibandingkan dengan pelemahan Won Korea, 3,69 persen, Ringgit Malaysia 4,27 persen, dan Baht Thailand 5,31 persen.

Prediksi Rupiah

Ke depan, nilai tukar Rupiah diperkirakan stabil dengan kecenderungan menguat didorong oleh berlanjutnya aliran masuk modal asing, didukung oleh kebijakan stabilisasi Bank Indonesia, serta penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI.

Oleh karena itu, Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah, perbankan, dan dunia usaha untuk mendukung implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023.


Jepang dan Inggris Resesi, Bos BI Cemas Ganggu Ekonomi Dunia

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, Rabu (21/2/2024). (Foto: Merdeka/Sulaeman)

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, terkontraksinya pertumbuhan ekonomi Jepang dan Inggris yang memasuki resesi dapat menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi dunia ke depan.

Diketahui, Produk domestik bruto Jepang mengalami kontraksi 0,4 persen, dan produk domestik bruto negara Inggris menyusut 0,3 persen keduanya mengalami resesi.

"Kontraksi pertumbuhan ekonomi di Inggris dan Jepang yang telah terjadi dalam 2 triwulan berturut-turut dapat menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi dunia kedepan," kata Perry dalam konferensi pers RDG Februari 2024, Rabu (21/2/2024).

Padahal kata Perry, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia lebih baik dari proyeksi semula di tengah ketidakpastian pasar keuangan yang masih tinggi.

Ekonomi global diperkirakan tumbuh sebesar 3,1 persen pada tahun 2023 dan 3 persen pada tahun 2024, lebih tinggi dibandingkan proyeksi sebelumnya yang 3 persen dan 2,8 persen.

Menurutnya, meningkatnya prediksi tersebut dipengaruhi oleh perbaikan yang utamanya ditopang lebih kuatnya kinerja ekonomi Amerika Serikat dan India sejalan dengan investasi dan konsumsi yang tinggi.

 


Ekonomi Tiongkok Lemah

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, Rabu (21/2/2024). (Foto: Liputan6.com/Tira Santia)

Sementara itu, BI mencatat pertumbuhan ekonomi Tiongkok masih lemah, apalagi ditambah dengan adanya kontraksi pertumbuhan ekonomi di Inggris dan Jepang yang masuk dalam jurang resesi dapat mempengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi dunia.

Disisi lain, eskalasi ketegangan geopolitik yang masih berlanjut juga dapat mengganggu rantai pasokan, meningkatkan harga komoditas pangan dan energi, serta menahan laju penurunan inflasi global.

"Perkembangan ini mengakibatkan ketidakpastian di pasar keuangan dunia masih tinggi," pungkasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya