Liputan6.com, Jakarta - Senyum akhirnya terkembang di antara pilu warga Palestina yang terpaksa bertahan di tengah serangan bertubi-tubi militer Israel. Momen bahagia ini terjadi karena sepasang pasangan Palestina melangsungkan upacara pernikahan sangat sederhana di kamp pengungsian.
Melalui video yang dibagikan akun Instagram jurnalis Palestina, Amr Tabash, Jumat, 17 Februari 2024, terlihat para perempuan di sekitar pasangan pengantin baru itu menyanyi dengan riang sambil bertepuk tangan. "Sepasang kekasih yang terusir dari rumah mereka melangsungkan pernikahan di kemah pengungsian di Gaza," begitu keterangan yang ditulis Tabash.
Advertisement
Pengantin pria terlihat berusaha tampil senecis mungkin dengan padanan kemeja kotak-kotak dan celana panjang, sementara mempelai perempuan berbusana putih dan merah. Ia juga memakai kain putih yang menutupi seluruh wajahnya dan memegang buket bunga sederhana.
Di luar kemah, lebih banyak orang merayakan pernikahan mereka, mulai dari pria dewasa sampai anak-anak. Si pengantin pria bahkan sempat diarak berlatar sorak-sorai warga Gaza yang juga mengungsi di sana. Klip ini pun mengundang sejumlah komentar warganet yang sebagian besar turut mengucapkan selamat.
"Saya doakan yang terbaik untuk pasangan pengantin yang berbahagia," kata salah satunya. "Saya tidak sadar bahwa saya menangis selama menonton video ini. Momen yang sangat indah di tengah kabar-kabar duka yang terus kami dengar dari jauh," sahut yang lain.
Ada juga yang berkomentar, "Saya ikut bahagia. Mereka berhak bahagia dan menjalani hidup normal seperti orang kebanyakan." "Semoga Allah memberkahi pernikahan kalian, dan kalian tetap bersama hingga di surga nanti," harap pengguna berbeda.
"Saya doakan semoga Allah memberi limpahan kebahagiaan yang memang pantas mereka dapatkan," warganet lain menimpali.
Sidang Palestina-Israel di ICJ
Sayang, kabar bahagia itu tersiar bersamaan laporan penyampaian argumen lisan Israel di Mahkamah Internasional (ICJ), Senin, 19 Februari 2024. Lima puluh dua negara dilaporkan berpartisipasi dalam argumen di Den Haag selama sidang enam hari, lebih banyak dari kasus lain yang pernah disidangkan pengadilan tersebut, lapor CNN, dikutip Rabu, 21 Februari 2024.
Kasus ini bermula dari permintaan pendapat penasihat pada 2022 oleh Majelis Umum PBB. Lima bales hakim di pengadilan akan diminta mempertimbangkan, seperti yang ditulis Majelis Umum, "konsekuensi hukum dari pelanggaran yang terus-menerus dilakukan Israel terhadap hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri, dari pendudukan, penyelesaian, dan aneksasi yang berkepanjangan di wilayah Palestina yang diduduki sejak 1967."
Pengadilan tersebut, yang dibentuk setelah Perang Dunia II sebagai cara bagi negara-negara untuk menyelesaikan perselisihan tanpa konflik, kemungkinan akan membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk mengeluarkan keputusannya. Sebagai catatan, pendapat ICJ bersifat nasihat, tidak mengikat.
Kasus yang diajukan pada Senin terpisah dari persidangan tuntutan Afrika Selatan bulan lalu yang mengatakan bahwa Israel melakukan genosida dalam perangnya melawan Hamas setelah serangan 7 Oktober 2023.
Advertisement
Pernyataan Menteri Luar Negeri Otoritas Palestina
Mayoritas hakim dalam kasus tersebut memerintahkan Israel mencegah genosida terhadap warga Palestina di Gaza, namun tidak menyerukan negara itu menghentikan "serangan militer," seperti yang diminta Afrika Selatan. Saat itu, Israel mengindikasi bahwa mereka tidak akan menerima keputusan ICJ.
Kantor Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menulis di X, dulunya Twitter, "Tidak ada yang akan menghentikan kami, tidak Den Haag (icj), tidak poros kejahatan, atau siapa pun."
Kasus yang disidangkan pada Senin dimulai dengan pernyataan dari Menteri Luar Negeri Otoritas Palestina Riyad al-Maliki. Ia berkata, "Pemerintahan Israel secara berturut-turut hanya memberi rakyat Palestina tiga pilihan: pengungsian, penaklukan, atau kematian."
"Tapi, masyarakat kami ada di sini untuk tinggal, mereka berhak hidup bebas dan menjalani hidup yang martabat di tanah leluhur mereka. Mereka tidak akan mengabaikan hak-hak mereka," imbuhnya. Al-Maliki menyerukan diakhirinya "standar ganda dalam menangani masalah Palestina," dan menganjurkan agar ICJ mengakui hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri.
Pembelaan Israel
"Hak untuk menentukan nasib sendiri tidak hilang begitu saja dan tidak dapat dinegosiasikan, dan pendudukan Israel harus diakhiri tanpa syarat," sebut al-Maliki. "Sudah waktunya untuk mengakhiri standar ganda yang telah terlalu lama membelenggu masyarakat kita. Hukum internasional harus diterapkan di semua negara."
"Pengadilan ini harus menyatakan pendudukan Israel adalah tindakan ilegal dan segera mengakhirinya sepenuhnya tanpa syarat," tandasnya.
Namun Lior Haiat, juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel, mengkritik otoritas Palestina atas apa yang disebutnya "memutarbalikkan kenyataan dan menghindari negosiasi langsung" dengan meminta keputusan hukum sepihak dari ICJ.
"Dengan melontarkan tuduhan palsu dan menciptakan realitas yang menyimpang secara mendasar, otoritas Palestina berusaha mengubah konflik yang seharusnya diselesaikan melalui negosiasi langsung dan tanpa pemaksaan eksternal jadi proses hukum sepihak dan tidak tepat yang dirancang untuk mengadopsi narasi ekstremis yang menyimpang," kata Haiat.
Ia juga mengecam kepemimpinan Palestina karena diduga mengabaikan tindakan terorisme, menghasut antisemitisme, dan salah mengartikan kerangka hukum konflik. Pihaknya juga mendesak kembalinya perundingan langsung untuk menyelesaikan konflik tersebut.
Advertisement