Liputan6.com, Podgorica - Kedutaan Besar (kedubes) Amerika Serikat (AS) kembali jadi sasaran serangan.
Mengutip Al Jazeera, disebutkan bahwa seorang penyerang meledakkan dirinya usai melemparkan alat peledak ke kompleks kedutaan AS di Podgorica, kata pemerintah Montenegro, Kamis 22 Februari 2018.
Advertisement
Pihak berwenang di ibu kota Montenegro, Podgorica tak langsung merilis teori apa pun mengenai motif serangan tersebut.
"Di depan gedung @USEmbassyMNE di #Podgorica, #Montenegro ada orang tak dikenal yang bunuh diri dengan alat peledak. Sesaat sebelumnya, orang tersebut melemparkan alat peledak," cuit pemerintah Montenegro di Twitter, seraya mengatakan bahwa alat tersebut “kemungkinan besar” adalah sebuah granat tangan.
Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengkonfirmasi adanya “ledakan kecil di dekat kompleks Kedutaan Besar AS” dan mengatakan bahwa para pejabat “bekerja sama dengan polisi untuk mengidentifikasi para penyerang”.
Seorang penjaga di pusat olahraga yang meminta untuk tidak disebutkan namanya mengatakan dia "mendengar dua ledakan, satu demi satu".
Di akun Twitter-nya, pihak kedubes AS mengatakan telah membatalkan semua layanan visa pada hari Kamis (22/2), dan menambahkan bahwa akses bagi warga negara AS “akan tersedia hari ini dalam keadaan darurat".
Gedung Kedutaan Besar AS yang dijaga ketat terletak di pinggiran pusat kota Podgorica, dekat markas polisi rahasia dan Sungai Moraca.
Pada Oktober 2011, kedutaan Amerika Serikat di Sarajevo di negara tetangga Bosnia diserang oleh seorang pria Muslim.
Mevlid Jasarevic melepaskan tembakan dengan senapan otomatis ke arah kedutaan, melukai seorang petugas polisi. Dia juga terluka dalam baku tembak dan ditangkap.
Jasarevic kemudian dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.
Pernyataan AS
Dalam situs usembassy.gov, Kedutaan Besar AS Podgorica menyatakan bekerja sama secara erat dengan aparat penegak hukum Montenegro mengenai serangan terhadap kompleks Kedutaan Besar yang terjadi sesaat setelah tengah malam pada hari Kamis, 22 Februari.
"Kedutaan Besar AS Podgorica tidak memiliki indikasi bahwa serangan pagi ini merupakan bagian dari ancaman yang sedang berlangsung, meskipun penyelidikan motif tersangka penyerang terus berlanjut," tulis pihak AS.
Kedutaan Besar AS di Podgorica kemudian menyatakan tetap buka untuk layanan darurat bagi warga AS dan akan kembali beroperasi penuh sehari setelahnya, 23 Februari. Janji temu visa yang dibatalkan pada 22 Februari akan dijadwal ulang dalam waktu dekat.
"Amerika Serikat berterima kasih atas kerja sama yang erat dengan sekutu dan mitra lama kami, Pemerintah Montenegro. Kami berterima kasih kepada aparat penegak hukum setempat atas respons cepat dan profesionalisme mereka dalam penyelidikan yang sedang berlangsung ini. Kedutaan Besar AS di Podgorica tidak mengubah peringatan perjalanan kami, yang menginstruksikan warga AS untuk melakukan tindakan pencegahan normal saat mengunjungi Montenegro."
Advertisement
Polisi Montenegro Mengatakan Penyerang Kedutaan Besar AS Meninggalkan Catatan Bunuh Diri
Situs rferl.org menyebut, polisi di Montenegro telah mengkonfirmasi bahwa pria yang melemparkan granat tangan ke kompleks Kedutaan Besar AS di Podgorica pada 22 Februari meninggalkan “surat bunuh diri.”
Sumber kepolisian di ibu kota Montenegro, yang berbicara kepada RFE/RL tanpa menyebut nama, mengatakan catatan bunuh diri Dalibor Jaukovic sepanjang enam halaman.
Jaukovic adalah seorang veteran perang Kosovo kelahiran Serbia yang merupakan anggota angkatan bersenjata Yugoslavia pada akhir tahun 1990an, ketika Amerika Serikat melancarkan serangan udara selama 78 hari terhadap Serbia untuk mengakhiri perang Kosovo tahun 1998-98.
Pada awal tanggal 22 Februari, ia melemparkan granat M75 "Kashikara" buatan Yugoslavia ke dinding kompleks kedutaan sebelum meledakkan alat peledak kedua di luar kompleks yang menewaskan dirinya. Tidak ada orang lain yang terluka oleh dua ledakan tersebut.
Departemen Luar Negeri AS mengkonfirmasi pada tanggal 22 Februari bahwa Jaukovic menentang keanggotaan Montengro di NATO serta para pemimpin politik pro-Barat di Montenegro.
Jaukovic adalah anggota grup Facebook berbahasa Serbia bernama "Russophiles."
Dia juga bergabung dengan grup Facebook berbahasa Serbia dengan lebih dari 57.000 anggota yang disebut "Sometimes Life Breaks You So Much That You Don't Have The Strength To Fight Anymore." (Terkadang Hidup Sangat Menghancurkan Anda Sehingga Anda Tidak Memiliki Kekuatan untuk Melawan Lagi.)"
Montenegro, Anggota Baru NATO
Mengutip Al Jazeera, diketahui bahwa Montenegro, negara kecil Adriatik yang berpenduduk 660.000 jiwa, bergabung dengan NATO pada Mei 2018 lalu. Keputusan untuk menjadi anggota memicu protes keras dari oposisi pro-Rusia pada tahun 2015.
Pada Oktober 2016, pihak berwenang mengatakan mereka telah menggagalkan rencana anggota pro-Rusia untuk menyerbu parlemen dan menggulingkan pemerintah pro-Barat pada malam pemilihan umum.
Pihak berwenang menuduh "badan-badan negara Rusia” terlibat dalam konspirasi tersebut, yang menurut mereka bertujuan untuk mencegah Montenegro bergabung dengan NATO.
Menurut angka yang diterbitkan pada November 2018 oleh sebuah wadah pemikir regional, seribu orang dari Balkan Barat telah bergabung dalam pertempuran di Suriah dan Irak sejak tahun 2012.
23 di antaranya berasal dari Montenegro, yang mayoritas penduduknya beragama Kristen Ortodoks.
Pada Januari 2018, pengadilan di Montenegro untuk pertama kalinya menghukum salah satu warga negaranya karena berperang di Suriah.
Hamid Beharovic, 39, dinyatakan bersalah karena berjuang untuk Negara Islam di Irak dan Levant (ISIL) yang juga dikenal sebagai ISIS, antara April 2015 dan Mei 2016. Dia dijatuhi hukuman penjara enam bulan.
Advertisement