Liputan6.com, Jakarta - Risalah terbaru mengindikasikan pejabat Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (Fed) tidak terburu-buru untuk menurunkan suku bunga dan menyatakan optimisme dan kehati-hatian terhadap inflasi AS.
Diskusi ini terjadi ketika para pengambil kebijakan tidak hanya memutuskan untuk mempertahankan suku bunga pinjaman, tetapi juga mengubah pernyataan pasca-pertemuan untuk menunjukkan bahwa tidak ada pemangkasan sampai Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) memiliki keyakinan yang lebih besar bahwa inflasi AS telah surut.
Advertisement
"Sebagian besar peserta mencatat risiko dari tindakan yang terlalu cepat untuk melonggarkan kebijakan dan menekankan pentingnya menilai secara hati-hati data yang masuk dalam menilai apakah inflasi bergerak turun secara berkelanjutan hingga 2 persen," tulis risalah itu, dikutip dari CNBC International, Kamis (22/2/2024).
Tetapi risalah tersebut juga menunjukkan adanya optimisme secara umum bahwa langkah kebijakan The Fed telah berhasil menurunkan laju inflasi yang pada pertengahan tahun 2022 mencapai level tertinggi dalam lebih dari 40 tahun.
Namun, para pejabat mencatat bahwa mereka ingin melihat lebih banyak hal sebelum mulai melonggarkan kebijakan, dan membuka kemungkinan bahwa kenaikan suku bunga akan berakhir.
"Dalam pembahasan prospek kebijakan, para peserta menilai bahwa suku bunga kebijakan kemungkinan berada pada puncaknya dalam siklus pengetatan ini," demikian isi risalah tersebut.
"Namun, Peserta secara umum menyatakan bahwa mereka tidak memperkirakan akan tepat untuk mengurangi kisaran target suku bunga dana federal sampai mereka mendapatkan keyakinan yang lebih besar bahwa inflasi bergerak secara berkelanjutan menuju angka 2 persen," jelas risalah itu.
"Peserta menyoroti ketidakpastian yang terkait dengan berapa lama kebijakan moneter restriktif perlu dipertahankan," lanjutnya.
Inflasi Masih jadi Kekhawatiran
Disebutkan juga dalam risalah itu, para pengambil kebijakan masih khawatir bahwa peningkatan inflasi terus merugikan rumah tangga, terutama mereka yang memiliki keterbatasan untuk menyerap kenaikan harga yang lebih tinggi.
"Meskipun data inflasi menunjukkan disinflasi yang signifikan pada paruh kedua tahun lalu, para peserta mengamati bahwa mereka akan secara hati-hati menilai data yang masuk untuk menilai apakah inflasi bergerak turun secara berkelanjutan menuju 2 persen," jelasnya.
Advertisement
Terjadi Perdebatan
Selain itu, risalah terbaru juga menunjukan adanya perdebatan internal mengenai seberapa cepat The Fed akan mengambil tindakan, mengingat ketidakpastian mengenai prospek inflasi.
Risalah tersebut mengindikasikan bahwa pembahasan yang lebih mendalam akan dilakukan pada pertemuan bulan Maret mendatang.
Para pembuat kebijakan juga mengindikasikan pada pertemuan bulan Januari bahwa mereka kemungkinan akan mengambil pendekatan yang lambat terhadap proses yang disebut “pengetatan kuantitatif.”
"Beberapa peserta mengatakan bahwa, mengingat ketidakpastian seputar perkiraan tingkat cadangan yang melimpah, memperlambat laju limpasan air dapat membantu memperlancar transisi ke tingkat cadangan tersebut atau memungkinkan Komite untuk melanjutkan limpasan neraca lebih lama," kata risalah tersebut.
"Selain itu, beberapa peserta mencatat bahwa proses limpasan neraca dapat berlanjut untuk beberapa waktu bahkan setelah Komite mulai mengurangi kisaran target suku bunga dana federal," ungkapnya.