Ekonomi Terbesar Afrika Dilanda Krisis, Hadapi Lonjakan Infasi dan Pelemahan Mata Uang

Negara ekonomi terbesar di Afrika tengah menghadapi salah satu krisis ekonomi terburuk, dengan pelemahan yang cukup besar pada mata uangnya.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 22 Feb 2024, 13:33 WIB
Negara ekonomi terbesar di Afrika tengah menghadapi salah satu krisis ekonomi terburuk dalam beberapa tahun terakhir. (AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Negara ekonomi terbesar di Afrika tengah menghadapi salah satu krisis ekonomi terburuk dalam beberapa tahun terakhir, dengan inflasi tahunan mendekati 30 persen dan mata uang anjlok.

Melansir CNBC International, Kamis (22/2/2024) Nigeria mengalami pelemahan yang cukup besar pada mata uangnya Naira terhadap dolar AS di pasar valuta asing, merosot hampir 1.600 terhadap greenback di pasar resmi dari sekitar 900 pada awal tahun.

Naira turun sekitar 70 persen sejak Mei 2023 ketika Presiden Bola Tinubu mulai menjabat, memegang tugas pada perekonomian yang sedang berjuang untuk pulih dan menjanjikan serangkaian reformasi yang bertujuan untuk memantapkan perekonomian.

Presiden Bola Tinubu pada Selasa, 20 Februari 2024 mengumumkan pemerintah federal berencana untuk mengumpulkan setidaknya USD 10 miliar untuk meningkatkan likuiditas valuta asing dan menstabilkan naira, menurut beberapa laporan media lokal.

Dalam upaya untuk memperbaiki perekonomian dan menarik investasi internasional, Tinubu menyatukan berbagai nilai tukar Nigeria dan memungkinkan kekuatan pasar untuk menentukan nilai tukar, sehingga membuat mata uangnya anjlok.

Pada Januari 2024, regulator pasar juga mengubah cara mereka menghitung nilai penutupan naira, sehingga mengakibatkan devaluasi de facto lainnya.

Pengendalian mata uang asing selama bertahun-tahun juga telah menghasilkan permintaan terpendam yang sangat besar terhadap dolar AS pada saat investasi luar negeri dan ekspor minyak mentah menurun.

"Nilai tukar yang melemah akan meningkatkan inflasi impor, yang akan memperburuk tekanan harga di Nigeria," kata Pieter Scribante, ekonom politik senior di Oxford Economics, dalam sebuah catatan.

 


Masih Bergantung pada Impor

Ketika orang-orang bergegas untuk membeli bensin di kota-kota besar seperti Abuja dan Lagos, para pemasar menaikkan harga bensin lebih dari dua kali lipat dari harga normal 40 sen per liter, mengakibatkan lonjakan harga transportasi. (AP Photo/Sunday Alamba)

Diketahui, dengan populasi lebih dari 210 juta orang, Nigeria masih sangat bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan populasinya yang berkembang pesat.

"Penyusutan pendapatan yang dapat dibelanjakan dan memburuknya tekanan biaya hidup akan tetap menjadi kekhawatiran sepanjang tahun 2024, yang selanjutnya menghambat belanja konsumen dan pertumbuhan sektor swasta," tambah Scribante.

Sementara itu, inflasi terus melonjak, dengan indeks harga konsumen utama mencapai 29,9 persen secara tahunan pada bulan Januari, yang merupakan tingkat tertinggi sejak tahun 1996.

Lonjakan ini didorong oleh kenaikan harga pangan yang terus-menerus melonjak sebesar 35,4 persen bulan lalu.


Lonjakan Biaya Hidup Picu Protes Masyarakat

Para pejabat mengatakan The Blue Line Rail adalah salah satu proyek kereta api yang dirancang untuk membuat Lagos menjadi kota yang sepenuhnya saling terhubung dan akan mengubah sistem transportasi kota. (AP Photo/Sunday Alamba)

Meningkatnya biaya hidup dan kesulitan ekonomi memicu protes di seluruh negeri pada akhir pekan.

Anjloknya nilai tukar neira telah menambah dampak negatif reformasi pemerintah seperti penghapusan subsidi gas, yang menyebabkan harga gas naik tiga kali lipat.

Sebelumnya pada Akhir Juli 2024, Presiden Nigeria Bola Tinubu mengatakan pada akhir Juli 2023 bahwa pemerintah telah menghemat lebih dari 1 triliun naira (USD 666,4 juta) dari penghapusan subsidi, yang akan dialihkan ke investasi infrastruktur.

Selain melonjaknya inflasi dan anjloknya mata uang, Nigeria juga menghadapi kenaikan utang pemerintah, tingginya angka pengangguran, kekurangan listrik, dan menurunnya produksi minyak, yang merupakan ekspor utama negara tersebut.

"Likuiditas pasar yang berlebihan, tekanan nilai tukar, dan kekurangan pangan dan bahan bakar mengancam stabilitas harga, sementara risiko inflasi meningkat di luar kendali pemerintah," tambah Scribante dari Oxford Economics.

"Permintaan impor yang kuat dapat memaksa Bank Sentral Nigeria (CBN) untuk menerapkan kembali larangan impor dan pembatasan nilai tukar untuk mengurangi beban pada neraca pembayaran. Hal ini dapat memperburuk kekurangan produk dalam negeri dan meningkatkan inflasi lebih lanjut," bebernya.


Puncak Inflasi Nigeria Diramal Tembus 33 Persen

Ilustrasi Konsep Inflasi Credit: pexels.com/pixabay

Inflasi Nigeria diperkirakan mencapai puncaknya dengan angka hampir 33 persen Secara tahunan pada kuartal kedua 2024, menurut Oxford Economics, dan dapat tetap lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama mengingat banyaknya risiko ekonomi di masa depan.

"Selanjutnya, kenaikan inflasi dan peningkatan sikap hawkish CBN menunjukkan bahwa suku bunga kebijakan dapat dinaikkan pada kuartal ini," kata Scribante.

Suku bunga kebijakan Nigeria saat ini berada di angka 18,75 persen.

"Kami memperkirakan kenaikan suku bunga gabungan sebesar 200 bps pada dua pertemuan MPC berikutnya, yang dijadwalkan pada akhir Februari dan akhir Maret tahun ini; namun, kami berpendapat bahwa kenaikan lebih lanjut diperlukan untuk membendung kenaikan inflasi," kata Scribante.

Jason Tuvey, wakil kepala ekonom pasar berkembang di Capital Economics, memprediksi CBN akan menaikan suku bunga yang lebih besar ketika para pembuat kebijakan bertemu pada 26 dan 27 Februari mendatang.

"Pertemuan ini akan menjadi ujian utama apakah perubahan kebijakan di bawah Presiden Tinubu benar-benar mendapatkan kembali momentumnya," kata Tuvey dalam sebuah catatan.

"Kami memperkirakan MPC akan mencoba memulihkan kredibilitasnya dalam memerangi inflasi dengan menetapkan suku bunga besar sebesar 400bp, menjadi 22,75 persen," sebutnya.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya