Utang Global Melonjak jadi USD 313 Triliun di 2023, Negara Berkembang Cetak Rekor Tertinggi

Studi baru oleh Institute of International Finance (IIF) mengungkapkan bahwa tingkat utang global telah mencapai rekor baru sebesar USD 313 triliun pada tahun 2023, dengan negara-negara berkembang mencapai puncak baru dalam rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB).

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 22 Feb 2024, 15:29 WIB
Ilustrasi Utang atau Pinjaman. Studi baru oleh Institute of International Finance (IIF) mengungkapkan bahwa tingkat utang global telah mencapai rekor baru sebesar USD 313 triliun pada tahun 2023, dengan negara-negara berkembang mencapai puncak baru dalam rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB). Foto: Freepik

Liputan6.com, Jakarta Studi baru oleh Institute of International Finance (IIF) mengungkapkan bahwa tingkat utang global telah mencapai rekor baru sebesar USD 313 triliun pada tahun 2023, dengan negara-negara berkembang mencapai puncak baru dalam rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB).

Dikutip dari US News, Kamis (22/2/2023) Institute of International Finance (IIF), sebuah kelompok perdagangan jasa keuangan, mengatakan bahwa utang global melonjak lebih dari USD 15 triliun pada kuartal terakhir tahun 2023.

Pada 10 tahun lalu, angka tersebut bahkan sudah mencapai sekitar USD 210 triliun, menurut IIF.

"Sekitar 55 persen dari kenaikan ini berasal dari negara-negara maju, terutama didorong oleh AS, Perancis, dan Jerman," kata IIF dalam laporan Global Debt Monitor.

Lembaga itu juga menambahkan, bahwa rasio utang global terhadap PDB turun sekitar 2 poin persentase menjadi hampir 330 persen pada tahun 2023.

Meskipun penurunan rasio ini terjadi di negara-negara maju, IIF mengingatkan, beberapa negara berkembang juga mencatat angka tertinggi yang menunjukkan kemampuan suatu negara untuk membayar kembali utangnya.

India, Argentina, China, Rusia, Malaysia dan Afrika Selatan mencatat kenaikan terbesar, menurut IIF, menandakan potensi tantangan yang semakin besar dalam pembayaran utang.

"Dengan semakin dekatnya penurunan suku bunga The Fed, ketidakpastian seputar arah kebijakan suku bunga AS dan dolar AS dapat semakin meningkatkan volatilitas pasar dan mendorong kondisi pendanaan yang lebih ketat bagi negara-negara dengan ketergantungan yang relatif tinggi pada pinjaman luar negeri," jelas IIF dalam laporannya.

Tetapi IIF juga mencatat, perekonomian global berhasil bertahan terhadap volatilitas biaya pinjaman, sehingga mendorong kembalinya sentimen investor.

Disebutkan juga, minat untuk melakukan pinjaman meningkat terutama di negara-negara berkembang pada tahun 2024 ini, seiring dengan peningkatan volume penerbitan obligasi negara internasional.


Tercatat Ada Total Utang USD 47 Miliar di Awal 2024

Ilustrasi Utang atau Pinjaman. Foto: Freepik

Awal tahun ini saja, yang umumnya merupakan waktu sibuk untuk segala jenis penjualan utang, telah menyaksikan Arab Saudi, Meksiko, Hongaria, Rumania, dan sejumlah negara lainnya menerbitkan obligasi dalam jumlah besar, yang mencapai rekor sepanjang masa pada bulan Januari sebesar USD 47. miliar.

"Jika terus berlanjut, sentimen optimis ini juga akan membalikkan penurunan utang yang sedang dilakukan oleh pemerintah-pemerintah Eropa dan perusahaan-perusahaan non-keuangan di pasar-pasar negara maju, yang keduanya kini memiliki utang yang lebih sedikit dibandingkan saat menjelang pandemi," pungkas IIF.

 


Tekanan Inflasi

Ilustrasi utang | Sumber Foto: usnews.com

Namun IIF menyuarakan keprihatinannya atas potensi kembalinya tekanan inflasi, yang dapat mengakibatkan biaya pinjaman lebih tinggi.

Selain itu, geopolitik dengan cepat muncul sebagai risiko pasar struktural, kata IIF, dengan fragmentasi yang lebih dalam meningkatkan kekhawatiran mengenai disiplin fiskal di seluruh dunia.

"Defisit anggaran pemerintah masih jauh di atas tingkat sebelum pandemi, dan percepatan konflik regional dapat memicu lonjakan belanja pertahanan secara tiba-tiba," bebernya.

Infografis Utang Indonesia Tembus Rp 6.000 Triliun. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya