Liputan6.com, Rio de Janeiro - Menteri luar negeri Brasil menyerukan reformasi PBB dan lembaga multilateral lainnya pada Rabu (21/2/2024) sambil mengkritik ketidakmampuan mereka mencegah konflik global. Seruan tersebut terjadi saat Brasil memulai presidensi G20.
Mauro Vieira mengatakan kepada rekan-rekan menteri luar negerinya dalam pidato pembukaan pertemuan G20 di Rio de Janeiro bahwa Dewan Keamanan (DK) PBB tidak mampu mencegah atau menghentikan konflik seperti yang terjadi di Ukraina dan Jalur Gaza.
Advertisement
"Lembaga-lembaga multilateral tidak mempunyai perlengkapan yang memadai untuk menghadapi tantangan-tantangan saat ini, seperti yang ditunjukkan oleh kelumpuhan DK PBB yang tidak dapat diterima sehubungan dengan konflik-konflik yang sedang berlangsung," kata Vieira, seperti dilansir AP, Kamis (22/2).
Para menteri luar negeri dari 20 negara kaya dan berkembang berkumpul pekan ini untuk membahas kemiskinan, perubahan iklim dan meningkatnya ketegangan global, menetapkan peta jalan yang harus dicapai menjelang pertemuan puncak pada 18-19 November di Rio de Janeiro.
Salah satu usulan utama Brasil, yang ditetapkan oleh Presiden Luiz Inacio Lula da Silva, adalah reformasi lembaga-lembaga tata kelola global seperti PBB, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dan bank-bank multilateral, di mana dia ingin mendorong keterwakilan negara-negara berkembang yang lebih kuat.
Pemimpin sayap kiri tersebut pada 18 Februari menegaskan kembali minatnya untuk memperluas keanggotaan DK PBB, dengan mempertimbangkan masuknya lebih banyak negara dari Afrika dan Amerika Latin.
"Kita perlu menambah lebih banyak orang dan mengakhiri hak veto di PBB, karena tidak mungkin satu negara saja bisa memveto persetujuan terhadap sesuatu yang disetujui semua anggota," kata Lula saat melakukan kunjungan kenegaraan ke Ethiopia.
Kekhawatiran Konflik Berkembang
Masih belum diketahui apakah upaya Lula da Silva akan berhasil atau tidak, mengingat para anggota tetap DK PBB di masa lalu menolak upaya reformasi yang akan mengakibatkan hilangnya kekuasaan mereka.
Vieira menuturkan Brasil sangat khawatir dengan berkembangnya konflik di seluruh dunia – tidak hanya di Ukraina dan Jalur Gaza.
"Namun, menurut beberapa penelitian di lebih dari 170 lokasi," ujarnya.
Vieira mengatakan lebih dari USD 2 triliun per tahun dihabiskan untuk anggaran militer secara global dan lebih banyak pendanaan harus digunakan untuk program bantuan pembangunan.
"Jika kesenjangan dan perubahan iklim memang merupakan ancaman nyata, saya tidak dapat menghindari perasaan bahwa kita tidak memiliki tindakan nyata dalam mengatasi masalah ini," kata Vieira. "Ini adalah perang yang harus kita lawan pada tahun 2024."
Sementara itu, ilmuwan politik di Universitas Federal Minas Gerais Lucas Pereira Rezende menilai, "Saat ini tidak ada momentum untuk mereformasi PBB. PBB sedang dalam krisis dan mungkin mengubah DK saat ini bukanlah hal ideal."
Advertisement
Upaya Mengembalikan Brasil ke Panggung Diplomasi Global
Pada Rabu (21/2), Lula da Silva bertemu dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken di ibu kota, Brasilia, selama sekitar dua jam untuk membahas tata kelola global dan isu-isu lainnya. Blinken, yang sedang melakukan perjalanan tiga hari ke Brasil dan Argentina, kemudian berangkat ke Rio untuk pertemuan G20.
Lula da Silva dan Blinken, menurut pernyataan dari Kementerian Luar Negeri AS, juga membahas konflik di Jalur Gaza, termasuk upaya mendesak untuk memfasilitasi pembebasan semua sandera dan meningkatkan bantuan kemanusiaan serta perlindungan bagi warga sipil Palestina.
Mereka tidak memberikan komentar publik mengenai pertikaian diplomatik antara sekutu utama AS, Israel, dan Brasil menyusul pernyataan kontroversial Lula da Silva yang membandingkan serangan militer Israel di Jalur Gaza dengan Holocaust.
Merespons pernyataan tersebut, Israel menyatakan Lula sebagai persona non grata, memanggil duta besar Brasil untuk Israel dan menuntut permintaan maaf. Sebagai pembalasan, Lula da Silva pun memanggil pulang duta besar Brasil untuk berkonsultasi.
Setelah bertahun-tahun terisolasi secara diplomatis di bawah pemerintahan Jair Bolsonaro, Lula da Silva disebut berupaya mengembalikan Brasil ke pusat diplomasi global sejak dia kembali berkuasa pada Januari 2023.