Kayu dan Bambu Bersertifikasi, Tawaran untuk Solusi Iklim dan Hutan

Dunia mulai membawa masalah iklim dan hutan menjadi arus utama perbincangan industri.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 22 Feb 2024, 19:23 WIB
Hartono Prabowo, Technical Director FSC Indonesia bersama Indra Setia Dewi, Manager Marketing & Communication FSC Indonesia di booth FSC. Foto: liputan6.com/edhie prayitno ige.

Liputan6.com, Semarang - Ada tantangan di dunia arsitektur, yakni masalah lingkungan dan perubahan iklim. Ini menjadi penting karena dunia arsitektur termasuk kelompok yang memanfaatkan sumber daya hutan sebagai produk.

Kayu dan bambu adalah bahan bangunan ramah lingkungan. Sayangnya pemanfaatannya namun penggunaannya masih pada aspek keindahan dibandingkan aspek kekuatannya.

Perspektif bahwa menggunakan kayu dapat menyebabkan habisnya hutan juga mengurangi minat penggunaan kayu dan bambu.

Beberapa kelompok petani hutan pengelola hutan lestari dan UKM yang telah bersertifikasi FSC memperkenalkan material kayu dan bambu dari hutan bersertifikasi FSC melalui booth exhibition pada Expo ARCH:ID 2024. Ini adalah Architecture Forum, Exhibition & Trade Event.

Menurut Hartono Prabowo, Technical Director FSC Indonesia, penggunaan kayu dan bambu pada booth hasil kerjasama itu diberi nama “Tree of Life”.

"Penggunaan material kayu dari sumber hutan berkelanjutan merupakan bentuk toleransi dan adaptasi manusia terhadap perubahan iklim," katanya. 

Ditambahkan bahwa sertifikasi FSC memberikan jaminan kepada publik bahwa sumber kayu dan bambu berasal dari hutan yang dikelola secara berkelanjutan. Dengan kayu dan bambu berkelanjutan, penanaman dan permudaan kembali menjadi wajib dilakukan.

“Koperasi Kostajasa sebagai pengelola hutan rakyat dari Kabupaten Kebumen telah mendapatkan sertifikasi FSC sejak 2009. Ini membuktikan masyarakat petani dapat mengelola hutan dengan berkelanjutan," tambahnya.

Pohon diperlakukan sebagai tabungan masa depan yang ketika panen bisa untuk membiayai kebutuhan hidup. Menurut Supriyono, staf koperasi Kostajasa, sertifikasi itu menjadi alat kontrol untuk selalu berbaik dengan alam.

"Sertifikasi FSC yang kami dapatkan membuktikan hal itu,” kata Supriyono.

“Kami sebagai bagian dari Koperasi Kostajasa menjalankan usahaa. 

Sementara itu, Robertus Agung Prasetya dari Karya Wahana Sentosa, sebuah industri kecil dari Yogyakarta yang sejak 2004 mengikuti program forest sustainability menyebut bahwa produk furniture dan kitchenware lebih mudah diterima retail.

"Produk kitchenware produksi kami yang berlabel FSC sudah beredar di lebih dari 8 retail di Indonesia,” ujar Robertus Agung Prasetya.

 


Bambu

Rayakan Hari Hutan Indonesia dengan Memperkenalkan FSC Forest Week 2022.  foto: istimewa

Bagaimana dengan produk bambu?

Bamboocoop hadir untuk menyempurnakan kehadiran kayu sebagai material yang berketahanan iklim. Dalam bahasa Jawa Kuno dan Bali, kayu berarti kayun atau pikiran. Sedangkan bambu berarti ti’ing atau tingkah.

Jajang Agus Sonjaya dari Bamboocopp bercerita bahwa kesempurnaan manusia bisa direngkuh dengan unsur pikiran dan tingkah atau laku.

“Dengan memadu kayu dan bambu, kami hendak merespresentasikan sejatinya hidup dalam karya arsitektur,” kata  Jajang Agus Sonjaya.

Jajang yakin dengan mengusahakan bambu, masyarakat bisa sejahtera, sekaligus alamnya terjaga. Atas hal ini, sertifikasi FSC pada hutan bambu 121 hektar di Flores sangat membantu meningkatkan pengakuan pasar atas upaya masyarakat dalam melestarikan hutan.

Matt Saragih dari SOBI menyebut bahwa potensi hutan rakyat masif dengan luasan total mencapai 34,8 juta hektar. Matt Saragih menyebut SOBI hadir berkolaborasi bersama petani hutan rakyat untuk menghasilkan manfaat ekonomi yang optimal.

"Kami juga membantu pengelolaan sertifikasi (salah satunya FSC), penyediaan akses penjualan hasil panen, pengembangan in-house sistem digital keterlacakan (traceability), dan tentunya memastikan pemeliharaan kawasan dengan nilai konservasi tinggi. Yang terbaru dari SOBI, kami sedang memberlakukan upaya intensif agar supply chain kayu kami dapat mematuhi EUDR sebelum regulasi tersebut dimulai pada 1 Januari 2025," kata Matt Saragih, CEO SOBI. 

Isra Ruddin dari IRCOMM menyebut pihaknya terus mempeomotori pemegang lisensi untuk mendukung program FSC.

"IRCOMM melihat ARCH:ID 2024 sebagai wahana yang baik bagi pelaku industri kayu di Indonesia untuk berkenalan dengan dunia arsitektur yang menawarkan kesempatan luas bagi pengggunaan kayu dari sumber yang berkelanjutan,” kata Isra Ruddin, CEO IRCOMM.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya