Rilis Aturan Baru, Kelebihan Listrik PLTS Atap Tak Bisa Dikonversi ke Tagihan PLN

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah merilis aturan baru mengenai Pembangkit Listrik Tenaga Surya atau PLTS Atap

oleh Arief Rahman H diperbarui 23 Feb 2024, 17:31 WIB
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah merilis aturan baru mengenai Pembangkit Listrik Tenaga Surya atau PLTS Atap (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah merilis aturan baru mengenai Pembangkit Listrik Tenaga Surya atau PLTS Atap. Aturan baru itu meniadakan ekspor-impor listrik yang dihasilkan.

Ekspor-impor ini merujuk pada pengiriman daya listrik yang dihasilkan dari PLTS Atap ke jaringan PLN. Sederhananya, listrik hasil PLTS Atap di rumah-rumah tak bisa dijual ke PLN.

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana memastikan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2024 itu meniadakan ekspor impor listrik PLTS Atap. Meski, masyarakat tetap mendapat insentif dalam bentuk lain.

"Kan memang tidak ada ekspor-impor, tapi konsumen yang masang nanti tidak kena charge, kan ada biaya sandar gitu, nah di dalam itu tidak ada," kata Dadan di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (23/2/2024).

Ketentuan tersebut menjadikan konsumsi listrik dari PLTS Atap hanya bisa dinikmati sendiri. Alhasil, penggunaan listrik dari PLN kemungkinan akan menurun.

Pendapatan PLN Turun

Meski begitu, Dadan menyebut PLN tidak akan kehilangan pendapatan secara signifikan dari menurunnya permintaan listrik. Pasalnya, PLN masih bisa mengakomodasi permintaan dari sisi lain.

"PLN kan masih banyak demand yang lainnya," tegasnya.

Penjelasan Dadan ini sejalan dengan isi Permen ESDM Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum.

"Kelebihan energi listrik dari Sistem PLTS Atap yang masuk ke jaringan Pemegang IUPTLU tidak diperhitungkan dalam penentuan tagihan liatrik Pelanggan PLTS Atap," sebagaimana dikutip dari Pasal 13 beleid tersebut.

 


Aturan Sebelumnya

Mengurangi 685 Juta Kg Emisi Karbon dengan Solusi PLTS Atap Tanpa Investasi. foto: istimewa

Perlu diketahui, ketentuan ini berbeda dengan aturan yang ada dalam Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021, yang berlaku sebelumnya. Pada aturan itu, pemilik instalasi PLTS Atap bisa mengalirkan listriknya ke jaringan PLN.

Nantinya, besaran listrik yang dialirkan itu bisa dikonversi terhadap tagihan penggunaan listrik PLN. Secara sederhana, tagihan listrik rumahnya menjadi lebih murah.

Setelah diubah oleh Permen ESDM Nomor 2/2024, hal tersebut tidak dimungkinkan lagi. Pasalnya, aturan ekspor impor listrik PLTS Atap ke jaringan PLN ditiadakan.

 


Tak Jadi Beban APBN

Teknisi Green Energy Nusantara Mandiri memasang PLTS Hybrid 6210 Wp battery 4,8 kwhpada atap rumah kantor di kawasan Manggarai Jakarta, Jumat (29/12/2023). (merdeka.com/Arie Basuki)

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Study (IRESS) Marwan Batubara menilai protes pengusaha atas revisi Peraturan Menteri Nomor 26/2021 tentang PLTS Atap hanya berdasarkan kepentingan bisnis semata, tanpa mempedulikan nasib Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Saya membaca beberapa keberatan yang disampaikan oleh para pengusaha PLTS Atap atas penghapusan pasal jual beli listrik dalam aturan PLTS Atap sebelumnya. Padahal jika pasal tersebut tetap ada, negara menanggung beban APBN yang relatif berat,” kata dia dikutip Selasa (21/2/2024).

Lagi pula, kata Marwan, alasan keberatan yang disampaikan pengusaha-pengusaha itu tidak cukup berdasar

"Banyak dari mereka menyampaikan alasan bahwa revisi aturan tersebut akan menyurutkan minat pemasang PLTS Atap hingga memperlambat langkah transisi energi. Ini tidak ada hubungannya. Jauh panggang dari api,” kata Marwan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya