Liputan6.com, Jakarta Ketua Umum (Ketum) Partai NasDem, Surya Paloh, tidak lugas saat ditanya soal kesiapan partainya menjadi oposisi pemerintahan. Menurut Paloh, Partai NasDem bakal 'all weather' atau menyesuaikan sikap di segala kondisi di mana mereka berada.
Hal ini disampaikan Surya Paloh usai pertemuan dengan calon presiden nomor urut 1 Anies Baswedan dan dua ketua umum partai politik Koalisi Perubahan yakni, PKS dan PKB, di Wisma Nusantara, Jakarta Pusat, Jumat (23/2/2024).
Advertisement
"Siap? Kita ini siap di all weather saja," kata Surya Paloh.
Surya Paloh juga merespons ihwal riskannya banyak pihak terkait posisi NasDem di antara bakal berkoalisi atau menjadi oposisi.
Menurutnya, diskusi antar-parpol Koalisi Perubahan perlu dilakukan sebelum melangkah lebih jauh, termasuk menentukan posisi koalisi atau oposisi.
"Saya akan tanya dulu Mas Imin. Kemudian saya tanya lagi ini siapa nih (menunjuk Presiden PKS). Terakhir saya minta pendapat capres kita ini (Anies Baswedan) ya, atau Mas Syaikhu saya pendapat dulu," jelas Paloh.
Meski begitu, Surya Paloh menyebut semua parpol Koalisi Perubahan mempunyai satu tekad yang sama. Paloh berujar, proses demokrasi harus tetap dijaga.
"Mungkin di antara kita semuanya punya satu kesamaan, satu tekad, satu bahasa. Kami ingin berikan yang terbaik untuk perjalanan proses, perjalanan kehidupan kebangsaan kita dengan demokrasi yang tetap terjaga semestinya," ucap Paloh.
Lebih lanjut, dia menegaskan Partai NasDem bakal konsisten di jalan perubahan. "Insyaallah barangkali itulah kita harapkan," ujar Paloh.
Surya Paloh dan Jokowi Bertemu
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh bertemu pada Minggu (18/2/2024) malam di Istana Merdeka, Jakarta.
Menurut Koordinator Staf Khusus Kepresidenan Ari Dwipayana, pertemuan tersebut merupakan keinginan dari Surya Paloh.
"Sebelumnya Pak Surya Paloh menyampaikan permohonan untuk menghadap Pak Presiden," kata Ari Dwipayana saat dikonfirmasi wartawan, Minggu malam.
Arie menambahkan, sebagai respons atas permohonan tersebut, Presiden Jokowi mengalokasikan waktunya untuk menerima Surya Paloh pada Minggu malam.
"Presiden meluangkan waktunya malam hari tadi di Istana Merdeka," jelas dia.
Arie memastikan pertemuan tersebut saat ini sudah selesai. Menurut Arie, pertemuan berlangsung sekira 60 menit.
"Sudah selesai, sekitar 1 jam," kata Arie.
Advertisement
Manuver Surya Paloh Bertemu Jokowi Dinilai Bikin Gusar Mitra Koalisi
Pertemuan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh dan Presiden Jokowi menimbulkan sejumlah spekulasi terkait isi perbincangan keduanya yang diduga berkaitan dengan koalisi dan rekonsiliasi.
Menanggapi hal itu, pengamat politik Ahmad Khoirul Umam menganalisis tindakan Surya Paloh adalah sebuah manuver. Sebab tidak ada izin dari dua partai rekanan di barisan Koalisi Perubahan yakni PKB dan PKS.
"Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan fungsionaris PKS mengonfirmasi bahwa manuver Paloh itu tidak atas sepengetahuan partai-partai Koalisi Perubahan lainnya. Karena itu, wajar kalau saat ini santer gonjang-ganjing di internal Koalisi Perubahan yang mulai gusar karena khawatir merasa akan dikhianati," kata Umam dalam keterangannya, Selasa (20/2/2024).
Umam menambahkan, tidak heran jika akhirnya PKS dan PKB mempertanyakan spirit perubahan dalam diri Surya Paloh dan NasDem. Apalagi jika mengingat pernyataan capres nomor urut 1 Anies Baswedan saat debat capres, banyak pemimpin politik yang tidak tahan menjadi oposisi, karena membuat mereka tidak bisa berbisnis.
"Manuver Paloh ini tampaknya memanfaatkan momentum pasca-statement Prabowo Subianto, yang menyatakan siap merangkul semua pihak di kubu 01 dan 03 untuk memperkuat pemerintahannya,” jelas dia.
Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (INDOSTRATEGIC) ini melihat, realita pilpres 2024 tidak menghadirkan coat-tail effect sama sekali bagi partai yang dipimpin Prabowo Subianto.
Diketahui, Gerindra pada hasil hitung cepat sementara harus berpuas diri berada di peringkat ketiga dengan elektabilitas 13 persen.
"Konsekuensinya, Prabowo akan memiliki tingkat ketergantungan politik (political dependency) yang sangat tinggi untuk menjaga stabilitas politik dan pemerintahannya di fase transisi awal kekuasaan yang seringkali penuh turbulensi," tutur Umam.
Prabowo-Gibran Butuh Tambahan Kekuatan di Parlemen
Keunggulan sementara Prabowo-Gibran diyakini mempengaruhi soliditas koalisi di barisan oposisi pasca pemilu 2024. Analis Politik dan Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Indonesia, Arifki Chaniago, menilai kemenangan Prabowo-Gibran sebagai presiden dan wakil presiden tidak diimbangi kemenangan pada barisan partainya di pileg 2024.
Kekuatan partai pengusung seperti Gerindra, Golkar, PAN, dan Demokrat belum mencapai 50 persen di parlemen. Sehingga, Prabowo-Gibran sangat membutuhkan dukungan partai lain untuk memperkuat posisinya di parlemen.
"Wajar ada spekulasi NasDem dan PKS berpotensi bergabung dengan pemerintahan Prabowo-Gibran. Terbuka kemungkinan juga Partai NasDem dan PKB bergabung dengan pemerintahan Prabowo-Gibran," kata Arifki melalui keterangan tertulis diterima, Kamis (22/2/2024).
Arifki meniliai, hal tersebut bukan sekadar kebutuhan kekuatan politik di parlemen, namun juga cairnya koalisi politik di Indonesia bahwa partai yang kalah di pilpres berpeluang ikut dengan gerbong pemenang.
"Sejauh ini partai yang dengan tegas menyatakan siap untuk oposisi baru PDIP. Konsolidasi PDIP untuk merangkul partai pengusung paslon 01 dan 03 bakal mengubah konstelasi politik menjelang transisi politik dari Jokowi ke Prabowo," ungkap dia.
Advertisement