Liputan6.com, Jakarta - Politikus Partai Golkar Idrus Marham menilai syak wasangka harus dihilangkan semua masyarakat. Sebab selain tidak baik, pikiran itu dapat mengganggu roda pemerintahan.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Tim Kerja Strategis (TKS) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka itu melihat syak wasangka tidak bisa memberikan bobot positif. Baik itu secara perorangan maupun masif.
Advertisement
"Jika ditilik dari sisi agama, bersyak wasangka jelas dilarang. Iya cenderung disebut penyakit hati, masuk dalam keluarga besar sifat suudzon," ujar Idrus melalui keterangan tertulis, Jumat (23/2/2024)
Ia lantas merujuk surat Al-Hujurat ayat 12 yang berbunyi 'Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu sekalian yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kalian yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kalian merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima Taubat, Maha Penyayang'.
Secara harfiah, lanjut Idrus Marham, syak wasangka jelas tidak dianjurkan. Bahkan, kata dia, surat itu kemudian tertuang dalam hadist Al Bukhari yaitu jauhilah prasangka buruk, karena prasangka buruk adalah ucapan yang paling dusta.
"Sebegitu jelas dan tegasnya hukum bersyak wasangka," ucap dia.
Lebih lanjut mantan Sekjen Partai Golkar itu juga menyebut, syak wasangka muncul karena mengedepankan kasus kasus yang cenderung bersinggungan dengan logika rasa dari banyak orang.
"Seperti kekhawatiran yang besar cenderung mencaplok yang kecil, kuat menindas yang lemah, dan seterusnya. Merembet sampai ke ruang rasa dizalimi, dicurangi, dan seterusnya," kata dia.
"Akibatnya, tanpa disadari, syak wasangka cenderung berubah bentuk menjadi logika pelarian atas sebuah ketidakberdayaan," sambung Idrus.
Berpotensi Besarkan Pepesan Kosong
Idrus mengatakan, meski terlihat subjektif, syak wasangka seperti bola salju, menyebar ke hampir semua lini kehidupan. Karenanya, lanjut dia, tidak heran sifat ini bertaburan di ruang sejarah, ruang perekonomian, sosial budaya, agama, apalagi politik.
"Dalam kitabnya yang berjudul 'The Paranoid Style in American Politics' terbit tahun 1964, Hofstadter membahas urusan syak wasangka dan paranoid dalam politik Amerika dan memakmurkan permusuhan," ucap Idrus.
"Syak wasangka juga potensial membesar besarkan pepesan kosong, atau merekayasa hayalan tentang adanya, konspirasi besar yang bertujuan menghancurkan nilai-nilai atau institusi yang dianggap penting," sambung dia mengutip pernyataan Hofstadter.
Saat ini, menurut Idrus, syak wasangka memiliki daya retas yang dahsyat, mudah menyebar dan diyakini sampai-sampai orang orang yang menciptakan prasangka pun yakin kalau prasangka imaginernya adalah kebenaran obyektif.
"Pada skala skala kecil, syak wasangka adalah bumbu sosial yang biasa dan bisa dilakukan oleh orang orang biasa," terang Idrus.
Advertisement
Sarankan Semua Orang Sadar Diri
Idrus kemudian memberi contoh perang saudara antara suku Hutu dan Tutsi di Rwanda yang menggasak lebih dari 20 persen nyawa warga negaranya berawal dari syak wasangka. Alhasil, kata dia, tidak berlebihan jika syak wasangka dijuluki bola liar yang sadis.
"Dengan kondisi sehabis Pemilu, banyak orang harus sadar diri. Yang menang jangan sampai lupa diri, mabuk kemenangan, sehingga memancing syak wasangka. Dan yang kalah jangan sampai larut dalam jeratan syak wasangka sehingga tanpa sadar mengalirkan segala pikiran jernihnya," tambah Idrus.
Oleh karena itu, dengan segala fenomena ini, dirinya menyarankan semua orang untuk terus berpikir positif.
"Apalagi ini habis pemilu, habis hajat besar yang didalamnya ada kontestasi besar. Semua harus sadar diri. Yang menang jangan sampai lupa diri, mabuk kemenangan, sehingga memancing syak wasangka," kata Idrus.
"Dan yang kalah jangan sampai larut dalam jeratan syak wasangka sehingga tanpa sadar mengalirkan segala pikiran jernihnya ke arus syak wasangka," sambung dia.
Tanda tanda ke arah sana sudah lumayan kentara. Menurutnya, syak wasangka terhadap quick count, kini sudah merembet kemana-mana.
"Bukankah banyak yang tergoda membaca Hasil pemilu berdasarkan syak wasangka?," kata Idrus.
Baru-baru ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersilaturahmi dengan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. Idrus pun tak ingin pertemuan tersebut dipandang syak wasangka.
"Yang saya risaukan, jangan sampai sehabis Pilpres dan Pileg, kita justru disandera oleh syak wasangka di sana sini. Apalagi kalau sampai mendominasi alam pikiran anak bangsa?," tegas Idrus.