MUI Resmi Keluarkan Fatwa tentang Hukum Pengendalian Perubahan Iklim Global

Majelis Ulama Indonesia, Manka, ECONUSA, Ummah For Earth bersama-sama dengan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia mengadakan peluncuran fatwa MUI No.86 Tahun 2023 tentang Hukum Pengendalian Perubahan Iklim Global.

oleh Dyah Ayu Pamela diperbarui 24 Feb 2024, 09:34 WIB
Ilustrasi perubahan iklim. (dok. Unsplash.com/@temper01)

Liputan6.com, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI), Manka, ECONUSA, Ummah For Earth bersama-sama dengan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia mengadakan peluncuran fatwa MUI No.86 Tahun 2023 tentang Hukum Pengendalian Perubahan Iklim Global. Peluncuran berlangsung di Aula Buya Hamka Lt.4 Gedung MajelisUlama Indonesia Jl. Proklamasi No.51 Menteng, Jakarta Pusat pada Jumat (23/2/2024).

Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam MUI, Hayu Prabowo, mengatakan penyebab perubahan iklim dan pemanasan global terdiri dari berbagai faktor. Antara lain cuaca ekstrim dengan terjadinya musim kemarau berkepanjangan, curah hujan serta kenaikan permukaan air laut yang menyebabkan kenaikan bencana hidrimeteorologi serta kegagalan pertanian dan bidang perikanan.

Menurutnya, untuk mengenalikan perubahan iklim tersebut diperlukan usaha kolaboratif dari berbagai pihak baik dari pemerintah dan masyarakat secara umum. Dari pandangan tersebut muncul berbagai pertanyaan dari masyarakat dan pemerhati lingkungan hidup terkait peningkatan kesadaran masyarakat dan dunia usaha.

"Segenap pihak harus mengerti pentingnya mengurangi emisi gas rumah kaca melalui pengurangan penggunaan energi fosil, pengelolaan hutan tropis dan pengurangan limbah, penggunaan energi terbarukan, serta mendukung upaya pemerintah dalam pelaksanaan energi transisi yang berkeadilan," papar Hayu dalam keterangan rilis yang diterima oleh Tim Lifestyle Liputan6.com. Jumat (23/2/2024). 

Untuk memberikan kepastian jawaban dari perspektif syariah, masyarakat dan pemerhati lingkungan hidup menanyakan kepada Majelis Ulama Indonesia. Dalam proses penyusunan fatwa ini, komisi fatwa bersama lembaga pengusul melakukankunjungan lapangan untuk pengumpulan bukti empiris mengenai penyebab dan dampak perubahan iklim di lapangan. 


Diskusi dengan Masyarakat untuk Kelola Hutan

Ilustrasi: akibat perubahan iklim dan pemanasan global (sumber: wisdominnature.org)

Bersama dengan Manka dan Borneo Nature Foundation, Komisi fatwa mengunjungi gambut bekas terbakar di Kalimantan Tengah. Bersama Manka dan Perkumpulan Elang berkunjung ke Riau untuk berdiskusi dengan para pihak dan masyarakat mengenai tata kelola lahan dan hutan.

Selain itu dalam proses pembahasan fatwa, sudah dilakukan focus group discussion dengan berbagai pemangku kepentingan baik dari pemerintah, akademisi, dunia usaha dan masyarakat yang secara aktif memberikan masukan serta rujukan ilmiah.

Ketentuan hukum dari fatwa ini termasuk mengharamkan segala tindakan yang dapatmenyebabkan kerusakan alam, deforestasi dan pembakaran hutan dan lahan yang berdampakpada krisis iklim. Fatwa ini juga mewajibkan upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahaniklim, mengurangi jejak karbon yang bukan merupakan kebutuhan pokok serta melakukan upayatransisi energi yang berkeadilan. 

Juliarta Bramansa Ottay, selaku direktur Perkumpulan Manka menyatakan bahwa "Perubahan iklim merupakan isu yang besar dan kompleks, sehingga dibutuhkan kolaborasi lebih banyak pihak agar kesadartahuan mengenai isu perubahan iklim semakin meningkat di masyarakat.

Hal ini agar upaya mitigasi yang selama ini sudah berjalan semakin berdampak. "Harapan kami semoga fatwa Hukum Pengendalian Perubahan Iklim Global yang didukung dengan modalitas lembaga keagamaan dalam bidang pendidkan dan dakwah dapat menjangkau dan menggalang dukungan khalayak luas untuk mengarusutamkan isu perubahan iklim dalam kehidupan masyarakat Indonesia," tandas Juliarta.

 


Kerugian Dampak Perubahan Iklim Capai Rp 544 triliun

Ilustrasi Penyebab Perubahan Iklim Credit: pixabay

Mengutip dari Tim Bisnis Liputan6.com, 21 Februari 2024, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, mengatakan kerugian dari dampak perubahan iklim (climate change) mencapai Rp 544 triliun selama periode 2020-2024.

Menkeu mengungkapkan, dalam Pertemuan Nasional Result Based Payment dari upaya Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) yang diselenggarakan bersama antara Kementerian Keuangan, Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), serta Kementerian Dalam Negeri (Kemendag), mengenai daya rusak perubahan iklim yang luar biasa dahsyat dan sudah terasa dampaknya.

"Di Indonesia, @bappenasri mengestimasi kerugian dari dampak climate change mencapai Rp544 triliun pada periode tahun 2020-2024," kata Sri Mulyani dikutip dari Instagram pribadinya @smindrawati. 

Meski kerugian dampak perubahan cuaca sangat besar, kata Menkeu, berbagai upaya yang dilakukan Indonesia dalam mengatasi dan meyuarakan isu climate change ini telah mendapatkan rekognisi dan kompensasi melalui Green Climate Fund (GCF) dan Result Based Payment dari upaya Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD+).

 


Tetap Butuh Peran Masyarakat

Emisi karbon merupakan kunci penting untuk menghindari perubahan iklim saat ini. Solusinya adalah mesin penghisap karbon di Swiss. (Pixabay)

"@kemenkeuri selama ini terus bekerja sama dengan seluruh K/L dan stakeholder dalam membangun awareness terkait climate change. Baik melalui climate budget tagging dalam pelaksanaan belanja negara, menciptakan instrumen sukuk hijau, hingga bekerja sama dengan @kementerianlhk membangun @bpdlh.id," ujarnya.

Bendahara negara ini berharap dalam forum REDD+ ini bisa menjadi wadah untuk saling bertukar wawasan dan pengalaman antar pimpinan dan pejabat di daerah guna menciptakan berbagai program untuk bisa mengatasi perubahan iklim.

"Yang tentunya juga perlu melibatkan peran masyarakat di wilayah masing-masing. Mari terus berupaya bersama mengatasi dampak climate change, untuk kelestarian bumi serta keberlangsungan hidup umat manusia," pungkas Sri Mulyani.

Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa perekonomian negara-negara maju mulai mengalami tekanan, termasuk Jepang dan Inggris yang sudah masuk jurang resesi. Menurutnya, tekanan yang dialami negara-negara maju itu dipengaruhi kenaikan suku bunga yang terlalu tinggi yang terjadi diberbagai negara.

Infografis Bencana-Bencana Akibat Perubahan Iklim. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya