Liputan6.com, Aceh - "Rebuild lives and revealing the truth," adalah cogan dari situs yang digagas ole Allyca Putri Anjani. Situs bernama Echoes of Justice ini baru saja diluncurkan pada Jumat (23/2/2024).
Peluncuran situs ini menggambarkan bagaimana orang muda ikut serta dalam mengisi upaya pemenuhan keadilan terhadap korban pelanggaran hak asasi manusia di Aceh. Echoes of Justice merupakan upaya untuk membangun kembali apa yang telah dihancurkan di Serambi Makkah selama dua dekade lebih.
Seperti yang diketahui, konflik di Aceh diiringi dengan operasi militer oleh Indonesia yang akhirnya telah merenggut banyak hal dari sana. Nyawa, harta benda, harkat, martabat, bahkan peradaban.
Baca Juga
Advertisement
Sejarah adalah salah satu hal yang masih tersisa dari apa yang telah dihancurkan di provinsi paling utara pulau Sumatera itu. Allyca melihat sejarah sebagai hal yang harus diungkapkan kebenarannya.
Echoes of Justice menurut Allyca merupakan salah satu cara agar orang muda sepertinya dirinya dapat memastikan bahwa noktah hitam sejarah terkait kekerasan masa lalu kelak tak diwariskan. Pada sisi lain, mendorong agar sejarah itu juga mendapat penghormatan penuh dengan cara tidak melupakannya.
Allyca berpedoman pada kalimat kesohor George Santayana, seorang penulis kelahiran Spanyol, bahwa orang-orang yang melupakan sejarah akan dikutuk untuk mengulangi sejarah tersebut. Di sinilah mata rantai kekerasan seharusnya diputus dengan cara-cara yang tidak menafikan pengalaman kekerasan yang pernah dialami oleh para korban.
Kalimat George Santayana sengaja dipampang oleh Allyca di halaman utama situs Echoes of Justice untuk menyambut para pengunjung. Kalimat tersebut terdengar tegas, seakan menggertak setiap pengunjung yang datang ke situs tersebut.
"Those who cannot remember the past are condemned to repeat it."
Simak Video Pilihan Ini:
Wadah Pengungkapan Kebenaran Masa Lalu
Setahun ini Allyca bergabung di KontraS Aceh sebagai penanggung jawab untuk divisi kampanya lembaga tersebut. Umur yang terbilang belia menjadi nilai tambah yang membedakan gadis yang bekerja untuk isu-isu kemanusiaan itu dengan remaja sepantar.
Sebagai divisi kampanye, saban hari Allyca menekuni layar laptop sembari mengenggam tetikus yang terus bergeser ke sana ke mari sepanjang alas mengendalikan kursor. Sejatinya ia merupakan seorang desainer grafis.
Belum lama ini Allyca terlibat sebuah pelatihan yang digelar oleh Global Initiative for Justice, Truth and Reconciliation (GIJTR) bersama Asia Justice and Rights (AJAR). Dari sanalah inisiatif untuk membuat situs Echoes of Justice berawal.
"Jadi Echoes of Justice itu sendiri adalah sebuah project, wadah pengungkapan kebenaran pada masa lalu yang terjadi terkait konflik Aceh yang terjadi pada tahun 1970 hingga pada perdamaian tahun 2005.
Wadah ini berupa platform website yang berfokus untuk memberikan pengetahuan dalam bentuk memori kolektif terkait cerita-cerita sejarah konflik Aceh yang mungkin kita sendiri enggak pernah dengar karena bukan kita sendiri yang mengalaminya." terang Allyaca dalam peluncuran Echoes of Justice, Jumat sore.
Echoes of Justice nantinya akan diisi pelbagai cerita yang ditulis oleh orang-orang muda yang berada dalam orbit penegakan hak asasi manusia. Seperti namanya, segenap cerita yang terdapat di dalam situs ini nantinya diharap menjadi gema keadilan yang mampu merambat jauh.
Peluncuran situs Echoes of Justice dibarengi diskusi yang melibatkan Sornica Ester Lily dari AJAR, Ayu 'Ulya dari Perempuan Peduli Leuser, dan Reza Idria dari International Centre for Aceh and Indian Ocean Studies (ICAIOS).
Advertisement