Liputan6.com, Jakarta Kanker paru adalah penyebab kematian penting akibat kanker di dunia. Dalam “International Agency for Research on Cancer (IARC)” menyatakan bahwa di dunia ada sekitar 1,8 juta kematian akibat kanker paru dalam setahun. Termasuk, beberapa tokoh yang dikenal luas di Indonesia juga meninggal akibat kanker paru.
Menurut World Health Organization, sekitar 85 persen kanker paru berhubungan dengan kebiasaan merokok. Secara umum ada dua jenis kanker paru, yaitu “bukan sel kecil” (“non-small cell carcinoma – NSCLC”) dan kanker paru jemis sel kecil (“small cell carcinoma SCLC”).
Advertisement
NSCLC lebih sering dijumpai dan tumbuk relatif lebih lambat, sementara SCLC lebih jarang di temui tetapi tumbuhnya lebih cepat.
Kanker paru seringkali ditemukan sudah terlambat, ketika penyakit sudah lanjut sehingga kemungkinan pengobatan sudah amat terbatas. Karena itu, skrining terhadap kemungkinan kanker paru menjadi sangat penting, khususnya pada mereka dengan risiko tinggi.
Skrining akan memungkinkan deteksi dini dan akan sangat memperbaiki hasil pengobatan.
Pada hari Minggu 25 Februari 2024 ini pada lokasi Hari Bebas Kendaraan Bermotor diselenggarakan skrining kanker paru seperti yang saya mampir sambil bersepeda pagi ini di foto ini.
Gejala Kanker Paru
Secara umum disampaikan hal lebih rinci tentang kanker paru. Gejala yang biasa dirasakan pasiennya adalah batuk yang tidak sembuh-sembuh, nyeri dada, sesak napas, badan lemah, batuk darah, penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas dan mungkin juga infeksi paru yang bolak balik berulang.
Pencegahan terbaik adalah berhenti merokok. Juga menghindari paparan asap rokok pasif, polusi udara serta polusi di tempat kerja seperti bahan kimia dan asbestos.
Advertisement
Cara Dokter Mendiagnosis Kanker Paru
Cara mendiagnosis kanker paru meliputi pemeriksaan fisik, imaging (seperti foto ronsen, CT scan, dan MRI), pemeriksaan ke dalam saluran napas di paru dengan alat bronkoskopi, pengambilan sebagian kecil jaringan paru (biopsi) dan tes molekuler untuk identifikasi mutasi genetik atau biomarker untuk memandu opsi terapi terbaik. Pengobatan pada dasarnya bergantung kepada jenis kankernya, seberapa luas sudah menyebar dan riwayat medik pasiennya.
Pilihan pengobatan meliputi pembedahan, radioterapi, kemoterapi, terapi target (“targeted therapy”) dan imunoterapi. Juga diperlukan perawatan dukungan (“supportive care”) untuk menangani gejala, mengatasi nyeri dan memberi dukungan emosional.
*Penulis adalah Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/Guru Besar FKUI/Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara