Para UMKM Penambang Cuan di Wilayah Industri Morowali

Kawasan Industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) yang berlokasi di Bahadopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, memberikan berkah kepada masyarakat sekitar.

oleh Arthur Gideon diperbarui 25 Feb 2024, 20:01 WIB
Geliat ekonomi di sekitar Kawasan Industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Berbagai usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) terus bertumbuh di seputar Bahodopi, Morowali, Sulawesi Tengah. (Dok IMIP)

Liputan6.com, Jakarta - Kawasan Industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) yang berlokasi di  Bahadopi, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, memberikan berkah kepada masyarakat sekitar. Berbagai usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang dikelola oleh masyarakat sekitar bertumbuhan sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. 

Contohnya warung makan "Dapur Pak Dul". Hampir setiap pagi, warung makan ini ramai dikunjungi karyawan yang bekerja di Kawasan Industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Beberapa menu yang disajikan “Dapur Pak Dul” adalah nasi kuning, nasi putih, nasi uduk, ikan bakar, dan sayur bening. Seporsi nasi uduk dijual seharga Rp10.000, bila disertai lauk ayam atau telur menjadi Rp15.000. Sementara satu porsi ikan bakar seharga Rp25.000. Rumah makan ini buka pukul 04.00 hingga 22.00 Wita setiap harinya.

Warung makan adalah satu dari sekian ribu usaha yang tumbuh di Bahodopi, Morowali, Sulawesi Tengah, saat ini. Kehadiran mereka dapat diartikan sebagai salah satu dampak positif yang ditimbulkan dari hadirnya Kawasan Industri Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Sejak 10 tahun terakhir ini, Kawasan Industri IMIP memang menjadi magnet ekonomi baru bagi para pencari ‘cuan’. Mereka datang dari berbagai daerah di Indonesia, utamanya Sulawesi.

Contohnya Warung makan ‘Dapur Pak Dul’ yang diasuh oleh Abdullah (52 tahun). Pria asal Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, ini mula-mula mendirikan usaha warung di Desa Fatufia, salah satu desa di Kecamatan Bahodopi pada 2018. Kala itu, Abdullah membuka warung di depan halaman parkir kendaraan perusahaan PT BintangDelapan Mineral (BDM). Di tempat ini, dia mampu meraup keuntungan sampai Rp 40 juta per bulan.

 

 


Omzet Menggiurkan

Geliat ekonomi di sekitar Kawasan Industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Berbagai usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) terus bertumbuh di seputar Bahodopi, Morowali, Sulawesi Tengah. (Dok IMIP)

 

Dinamai “Dapur Pak Dul”, keuntungan yang didapat Abdullah dari usaha rumah makan kemudian digunakan untuk mengontrak tempat baru. Setahun kemudian, pada 2019, dia mengontrak sebuah rumah di Desa Bahomakmur dengan biaya sewa Rp8 juta per bulan. Ditemui di Rumah Makan Dapur Pak Dul beberapa waktu lalu, Abdullah sedang memanggang ikan untuk disajikan sebagai salah satu menu sajian.

Dibanding warung sebelumnya di Fatufia, Abdullah mengungkapkan, rumah makan yang dijalankannya di Bahomakmur memanfaatkan ruang lebih besar seluas sekitar 36 meter persegi.

“Dulu itu penjual makanan masih sangat kurang. Alhamdulilah pembeli itu pagi, siang, dan malam sangat lancar. Dan biasanya akan ramai saat jam makan siang, karena ada waktu istirahat karyawan dan pergantian jam kerja,” kata Abdullah, Kamis (15/2/2024).

Omzet rumah makan yang dijalankan oleh Abdullah cukup menggiurkan. Angkanya bisa mencapai Rp30–40 juta per bulan, dengan kebutuhan beras sebanyak 120 kilogram per hari.

“Bisa dikatakan rumah makan ini satu-satunya di Bahomakmur yang menghabiskan 120 sampai 125-kilogram beras per hari. Beras yang dipakai, dipesan dari Kendari, Sulawesi Tenggara,” kata Abdullah.

Dengan omzet cukup besar dan pelanggan yang banyak, Rumah Makan Dapur Pak Dul mampu mempekerjakan 17 orang untuk melayani para pembeli. 

 


Usaha Lainnya

Geliat ekonomi di sekitar Kawasan Industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Berbagai usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) terus bertumbuh di seputar Bahodopi, Morowali, Sulawesi Tengah. (Dok IMIP)

Tak hanya usaha warung makan. Usaha lain yang juga bertumbuh bahkan menjamur di Bahodopi adalah jasa cuci pakaian (laundry). Alasan dari mereka menjalankan usaha ini cukup beragam. Ada yang mengatakan bahwa usaha ini cukup mudah untuk dikerjakan dan tidak membutuhkan modal yang besar. Ada juga yang mengatakan bahwa keuntungan yang dijanjikan cukup statis dengan banyaknya jumlah karyawan yang ada di Kawasan Industri IMIP.

Seperti Ayu Lestari Rahman, perempuan asal Soppeng, Sulawesi Selatan, yang berdomisili di Bahomakmur. Sejak Januari 2023, Ayu dengan suaminya bersama-sama menjalankan usaha jasa cuci pakaian atau binatu. Dengan modal Rp18 juta yang dikumpulkan dari penghasilan suaminya sebagai mantan pekerja di jetty Labota, mereka lalu membeli peralatan berupa satu mesin cuci dan satu mesin pengering pakaian.

Ditemui di gerai cuci pakaian miliknya yang dinamai “BlueSea”, Kamis (15/2/2024), Ayu menceritakan kembali alasan mereka untuk berwirausaha. Setelah setahun bekerja di dermaga jetty (2022–2023), Rahman, suaminya, memutuskan untuk mengundurkan diri. Untuk mengenang pengalaman bekerja yang dekat dan akrab dengan samudera biru, maka BlueSea dipilih sebagai nama usaha binatu.

Dibandingkan usaha rumah makan, menurut Ayu, usaha binatu lebih mudah. “Saya tidak terlalu suka memasak,” ungkapnya.

Mereka pun memantapkan diri untuk menjalankan usaha binatu mengingat pertumbuhan penduduk sekitar makin besar sebagai potensi ekonomi yang menjanjikan.

 

 


Bisa Penuhi Kebutuhan Hidup

Geliat ekonomi di sekitar Kawasan Industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Berbagai usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) terus bertumbuh di seputar Bahodopi, Morowali, Sulawesi Tengah. (Dok IMIP)

Pada 2022, mula-mula usaha binatu mereka dirikan di Desa Fatufia. Namun, usaha binatu mereka terkendala kondisi air yang kotor. Kurang dari setahun, Ayu dan Rahman bersama kedua putranya yang berusia balita kemudian pindah mengontrak rumah ke desa tetangga, yaitu Desa Bahomakmur. Sampai saat ini, BlueSea telah menjadi salah satu rujukan warga Bahomakmur dan sekitarnya untuk mencuci pakaian.

Layanan binatu BlueSea menawarkan layanan berupa jasa cuci pakaian kilat atau sehari jadi. Ini menjadi kelebihan dibandingkan kebanyakan jasa binatu lain di Bahodopi yang baru dapat selesai 2–3 hari kemudian.

Namun, tarif yang dikenakan bagi pelanggan lebih tinggi dibandingkan tempat cuci serupa yang umumnya Rp5.000–6.000 per kilogram. Ayu menjelaskan, tarif layanan cuci pakaian sehari jadi di BlueSea adalah Rp7.000 untuk satu kilogram pakaian (tanpa disetrika), atau Rp10.000 per kilogram dengan disetrika.

Ada juga paket khusus untuk permintaan ekspres cuci pakaian dua jam selesai dengan ongkos lebih tinggi. Selain itu, BlueSea juga menyediakan layanan kurir gratis pengantar pakaian ke area Bahodopi dan sekitarnya.

Bagi Ayu, pemilik laundry BlueSea, membuka usaha jasa cuci pakaian cukup membantu memenuhi kebutuhan hidup bulanan keluarganya. Sejak setahun lebih berjalan, usaha binatu miliknya meraup penghasilan rata-rata Rp 15 juta per bulan.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya