Liputan6.com, Jakarta - Ada banyak cara untuk menarik perhatian publik. Namun, AVAVAV, brand yang didirikan oleh duo desainer asal Swedia di Italia itu memilih cara yang kontroversial. Dalam show di Milan Fashion Week 2024, mereka menghadirkan runway yang dipenuhi sampah hingga aksi seseorang melempari model dengan plastik kresek.
Tak pelak pertunjukan yang berlangsung pada Minggu sore, 25 Februari 2024 tersebut mengundang komentar negatif alih-alih menganggapnya sebuah inisiatif yang unik. Kolom komentar yang mengunggah karya AVAVAV di Instagram @milanfashionweek diwarnai beragam opini pedas.
Advertisement
"Menumpahkan minuman ke wajah model adalah tindakan tidak sopan dan mempermalukan. Model ada untuk menjual pakaian, untuk memamerkannya, bukan untuk diremehkan dengan cara ini. Akankah Editor, Selebriti, Bintang Film, atau Blogger merasa senang jika ada yang menumpahkan minuman ke wajahnya di depan umum? Saya meragukan itu. Ini bukan Seni, ini bukan Fashion, ini tidak sopan. Anda memerlukan Model untuk pertunjukan namun Anda mempromosikannya seperti 'Itu Bukan Apa-apa'. Jelas itu tak benar!" tulis akun @modelsworldofficial, dikutip Senin (26/2/2024).
"Fesyen sampah!?.. bekas dan dibuang!? Kupikir ini tidak sejalan dengan konsep 'hijau' yang ngetren saat ini!.. Saya menyerah, saya tidak mengerti, itu pasti sudah ditunjukkan karena kami di sini untuk membicarakannya!" imbuh warganet berbeda.
Merespons komentar negatif yang bertubi-tubi, Direktur Kreatif AVAVAV Beate Karlsson menjelaskan inspirasi pertunjukan koleksi Fall/Winter 2024 mereka. Sampah yang dilemparkan ke runway menggambarkan komentar negatif yang mereka terima setiap hari lewat akun media sosial mereka.
Menghadirkan Kebencian Online Secara Fisik
"Saya telah memikirkan bagaimana internet di masa depan, namun perilaku online masih cukup primitif. Orang-orang bertindak dengan cara yang sangat berlebihan, jadi saya terinspirasi oleh para pecinta kuat dan pembenci online merek tersebut. Kami ingin mengalihkan pandangan dari apa pun yang dikatakan orang kepada kami dan hanya fokus pada urusan kami. Kami ingin bertanya: “Apa itu AVAVAV?"" ucapnya, dikutip dari Hypebae.
Karlsson menyatakan pertunjukan itu berusaha menghadirkan kebencian online dalam ruang fisik. Ia berharap dengan melakukan hal itu, kebencian itu tidak akan pernah benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata.
"Kami menunjukkan kebencian online ini melalui agresi dalam kehidupan nyata. Mungkin ada banyak pendapat mengenai hal ini, tetapi itulah intinya," kata dia.
Saat memasuki ruang, para tamu dibagikansarung tangan plastik bermerek dan ember berisi sampah untuk dibuang ke para model saat mereka lewat, sementara layar digital melontarkan komentar-komentar buruk yang diterima AVAVAV. Para model ditimpuki kulit pisang, botol air, cangkir kopi, dan sampah sebagai metafora atas kekacauan online yang disebarkan oleh haters di media sosial.
Advertisement
Ragam Koleksi yang Dihadirkan
"Saya kira hanya cinta dari publik yang kami dapatkan dan semua orang yang memahami visi kami meskipun ada kesalahan. Terbuka banyak pintu bagi kami dan merek-merek ingin berkolaborasi dengan kami, hal ini terasa sangat positif dan meneguhkan," kata Karlsson perihal kritik paling positif yang diterimanya.
Lewat pertunjukan tersebut, Karlsson ingin menawarkan rasa kejujuran yang jarang terlihat di peragaan busana pekan mode. Menurut Karlsson, koleksi ini adalah favoritnya yang menghadirkan gaun tipis, kemeja berkerah besar, sepatu bot berujung empat khas merek tersebut, dan kolaborasi baru Eastpak.
"Saya sangat senang dengan hoodie tanpa bahu yang terlihat seperti hantu ini dan menurut saya ini sangat menyenangkan karena siluetnya belum pernah saya lihat sebelumnya. Kami memiliki banyak denim cantik, blazer, dan jas yang dirancang khusus sehingga koleksinya terasa jauh lebih kaya dibandingkan sebelumnya. Ini adalah koleksi pertama yang pernah saya miliki dan saya menyukai semua bagiannya," ia menerangkan.
Terlepas kritik yang datang, masih ada yang mengapresiasi ide dari pertunjukan itu. "Selalu cinta pertunjukan @avavav! Begitu mengejutkan dan penuh objektivitas," tulis seorang warganet.
Limbah Fesyen Zara
Di sisi lain, industri fesyen dan garmen terus disorot karena menghasilkan limbah yang sangat besar dan mencemari lingkungan lewat konsep bisnis fast fashion yang diusung. Salah satunya diadopsi Zara, brand fesyen asal Spanyol. Bersama Forever 21, H&M, Gap, Uniqlo, dan brand fast fashion lainnya, Zara mendapat kecaman dari aktivis lingkungan dari seluruh penjuru dunia.
Fast Fashion merupakan konsep industri fesyen yang memproduksi secara massal pakaian dengan cepat, murah, dan mengikuti tren. Kecaman itu juga ramai dibahas di media sosial, salah satunya lewat akun TikTok @vestiairecollective pada 16 November 2023.
"Think First Buy Second (berpikir dulu, membeli kemudian)" menjadi salah satu nama gerakan tersebut. Menurut unggahan tersebut, budaya fast fashion yang selalu mengikuti tren ini sudah menghasilkan 92 juta ton limbah tekstil global setiap tahunnya.
Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat hingga 134 juta ton per tahun pada 2030 mendatang. Proses manufaktur industri yang bergerak cepat itu bahkan dapat berkontribusi hampir pada 10 persen emisi karbon global dan 20 persen limbah air global. Maka itu, konsep bisnis fast fashion yang diusung oleh Zara dinilai berbahaya bagi lingkungan.
Advertisement