Liputan6.com, Jakarta - Belum lama ini, Lembaga Survei Indonesia (LSI) kembali rilis hasil survei terkait Pemilihan Umum atau Pemilu 2024. Survei kali ini terkait kepuasan masyarakat terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024.
Hasilnya, terjadi penurunan yang signifikan. Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan. Dia menyampaikan, mayoritas masyarakat masih menilai penyelenggaraan Pemilu 2024 sangat memuaskan.
Advertisement
Namun, angkanya turun bila membandingkan saat exit poll pada 14 Februari 2024 dengan 5 sampai 10 hari setelahnya.
"Saat exit poll 94,5 persen, setelah 5 sampai 10 hari turun 83,6 persen," tutur Djayadi dalam rilis Persepsi Publik Tentang Pelaksanaan Pemilu 2024, Minggu 25 Februari 2024.
"Hanya 5 sampai 10 hari setelahnya terjadi penurunan yang signifikan hingga 10 persen lebih. Tapi menurut saya salah satu penjelasnya mengapa tingkat kepuasan ini menurun adalah karena setelah Pemilu masyarakat terekspos berita-berita tentang penyelenggaran Pemilu kan. Termasuk soal perdebatan Sirekap atau pemungutan suara ulang karena berbagai alasan dan sebagainya sehingga menurun," sambungnya.
Kemudian, dalam aspek Pemilu disebut diwarnai kecurangan, hasilnya cukup tinggi. Menurut Djayadi, pihaknya menanyakan tentang berita-berita yang cukup marak tentang maraknya kecurangan dalam Pemilu.
"Cara kami bertanya adalah ada yang berpendapat Pemilu 2024 diwarnai banyak kecurangan, apakah para responden setuju dengan pendapat tersebut. Dan ternyata jawabannya begini, 31,4% menyatakan setuju dengan itu, artinya menganggap Pemilunya diwarnai kecurangan," ucap dia.
Namun, lanjut Djayadi, ada sebanyak 60,5% masyarakat tidak setuju dengan pendapat tersebut, yakni tetap menganggap pelaksanaan Pemilu tidak diwarnai kecurangan.
Survei LSI tersebut dilaksanakan pada 19 Februari 2024 sampai dengan 21 Februari 2024 dengan target populasi survei warga negara Indonesia yang berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah dan memiliki telepon atau ponsel, sekitar 83 persen dari total populasi nasional.
Pemilihan sampel dilakukan melalui metode random digit dialing (RDD), yakni melalui proses pemanggilan nomor telepon secara acak terhadap 1211 responden yang dipilih secara acak, validasi, dan screening.
Ada pun Margin of error survei sekitar kurang lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen asumsi simple random sampling. Wawancara dengan responden pun dilakukan lewat telepon oleh pewawancara terlatih.
Berikut sederet hasil survei terkini terkait penyelenggaraan Pemilu 2024 yang dirilis Lembaga Survei Indonesia (LSI) dihimpun Liputan6.com:
1. Tingkat Kepuasan Masyarakat soal Penyelenggaraan Pemilu 2024 Turun
Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei terkait tingkat kepuasan masyarakat terhadap penyelenggaraan Pemilihan Umum atau Pemilu 2024. Hasilnya, terjadi penurunan yang signifikan.
Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan menyampaikan, mayoritas masyarakat masih menilai penyelenggaraan Pemilu 2024 sangat memuaskan. Namun, angkanya turun bila membandingkan saat exit poll pada 14 Februari 2024 dengan 5 sampai 10 hari setelahnya.
"Saat exit poll 94,5 persen, setelah 5 sampai 10 hari turun 83,6 persen," tutur Djayadi dalam rilis Persepsi Publik Tentang Pelaksanaan Pemilu 2024, Minggu 25 Februari 2024.
"Hanya 5 sampai 10 hari setelahnya terjadi penurunan yang signifikan hingga 10 persen lebih. Tapi menurut saya salah satu penjelasnya mengapa tingkat kepuasan ini menurun adalah karena setelah Pemilu masyarakat terekspos berita-berita tentang penyelenggaran Pemilu kan. Termasuk soal perdebatan Sirekap atau pemungutan suara ulang karena berbagai alasan dan sebagainya sehingga menurun," sambungnya.
Jika dilakukan survei lebih lanjut, Djayadi yakin tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelaksanaan Pemilu 2024 akan semakin turun jika sentimen negatifnya terus berlanjut.
Terlebih, kata dia, dalam tingkat kepercayaan soal jujur dan adil atau Jurdil, hal itu malah lebih parah penurunannya.
"Pada saat exit poll 14 Februari LSI menanyakan kepada para pemilih Pemilu yang diselenggarakan hari ini berlangsung jujur dan adil. 94,3 persen masyarakat menyatakan berlangsung jujur dan adil. Tapi sekarang kita tanyakan hal yang sama, tingkat penilaian Jurdilnya itu menurun tajam dari 94,3 menjadi 76,4 persen," terang Djayadi.
Djayadi menegaskan, hal tersebut harus menjadi perhatian, baik bagi pemerintah, KPU, dan penyelenggara pemilu lainnya.
"Bahwa ada penurunan penilaian positif masyarakat terhadap pemilu dari hari ke hari, sejak hari H sampai dengan sekarang," terang dia.
Advertisement
2. Sebanyak 60,5% Masyarakat Tidak Percaya Pemilu 2024 Diwarnai Kecurangan, Hanya 31,4% yang Percaya
Dalam survei, memuat terkait aspek Pemilu yang disebut diwarnai kecurangan. Menurut Djayadi, pihaknya menanyakan tentang berita-berita yang cukup marak tentang maraknya kecurangan Pemilu 2024.
"Cara kami bertanya adalah ada yang berpendapat Pemilu 2024 diwarnai banyak kecurangan, apakah para responden setuju dengan pendapat tersebut," ujar Djayadi.
Dan hasilnya, lanjut dia, sebanyak 31,4% menyatakan setuju dengan itu, artinya menganggap Pemilu 2024 diwarnai kecurangan. Namun meski begitu, angka yang tidak percaya dengan Pemilu 2024 diwarnai kecurangan jauh lebih tinggi.
"Memang ada sebanyak 60,5% masyarakat tidak setuju dengan pendapat tersebut, yakni tetap menganggap pelaksanaan Pemilu tidak diwarnai kecurangan," papar Djayadi.
"Tapi angka 31,4% ini sangat besar, kan gitu. Kalau kita tanya satu-satu apakah jurdil, apakah puas dengan pelaksanaan Pemilu, secara umum puas, tapi kalau ditanya apakah banyak kecurangan, ada 31,4%," sambung dia.
3. Angka yang Sebut Kecurangan Tinggi Mayoritas dari Paslon 01 dan 03
Kemudian, dalam rilis survei, tercatat masyarakat yang menilai Pemilu diwarnai kecurangan dari pemilih calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar di angka 38,1 persen, paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di angka 36,5 persen, dan paslon nomor urut 03 Ganjar Pranowo-Mahfud Md di angka 25,4 persen.
"Sementara yang tidak percaya Pemilu diwarnai kecurangan dari pemilih Anies-Cak Imin di angka 16,9 persen, Prabowo-Gibran di angka 71 persen, dan Ganjar-Mahfud di angka 12 persen," papar dia.
"Karena memang tidak spesifik ditanyakan siapa yang melakukan kecurangan," sambung Djayadi.
Menurut Djayadi, kesimpulannya, pihak yang menilai Pemilu 2024 diwarnai kecurangan mayoritas berasal dari pemilih paslon 01 dan paslon 03.
Sementara, kata dia, untuk kategori partai, yang menilai Pemilu diwarnai kecurangan lebih banyak pada pemilih PDIP dengan 21,9 persen dan PKS dengan 19,4 persen.
"Memang partai-partai yang mendukung 01 dan 03 cenderung lebih banyak proporsinya menilai pemilu diwarnai kecurangan," kata Djayadi.
Advertisement
4. Mayoritas Penerima Bansos Pilih Prabowo-Gibran
Kemudian, di dalamnya juga diukur soal korelasi tingkat pemilih paslon dengan penerimaan bantuan sosial (bansos), yang hasilnya lebih banyak di pemilih paslon nomor urut dua Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Djayadi menyampaikan, pihaknya menanyakan soal bansos dengan pertanyaan 'apakah menerima bansos'. Hasilnya, 24% masyarakat mengaku menerima bansos dan 74 persen menyatakan tidak pernah atau tidak menerima bansos.
"Bagaimana soal menerima dan tidak menerima bansos dikaitkan dengan pilihan capres. Di kalangan yang menerima bansos, yang 24 persen tadi, 69 persen mendukung 02. Hampir sama tuh 17,6 persen dan 17,8 persen mendukung pasangan 01 dan pasangan 03," tutur Djayadi.
Secara rinci, untuk penerima bansos sebesar 17,6 persen memilih Anies-Cak Imin; 69,3 persen memilih Prabowo-Gibran; dan 13,1 persen memilih Ganjar-Mahfud.
Sementara yang tidak menerima bansos namun memilih Anies-Cak Imin sebesar 28,2 persen; memilih Prabowo-Gibran 54 persen; dan memilih Ganjar-Mahfud 17,8 persen.
"Di kalangan penerima bansos itu dukungannya paling banyak cenderung di pasangan 02. Tapi di kalangan tidak menerima bansos juga dukungannya mayoritas di pemilih 02, 54 persen, tapi dukungannya lebih rendah," ucap dia.
"Jadi tingkat dukungan masyarakat yang tidak menerima bansos itu lebih rendah daripada yang menerima bansos di pemilih 02," sambung Djayadi.
Demikian juga kalau dilihat dari segi partai, kata Djayadi, masyarakat yang mengaku tidak menerima bansos cenderung lebih tinggi memilih PKB, PDIP, PKS. Sementara angka penerima bansos dan tidak menerima untuk pemilih Gerindra hampir sejajar, yakni di 12,4 persen dan 12,6 persen.
"Tingkat kepuasan penerima bansos yang 24 persen itu mengaku sangat puas dan pilihannya tentu saja menjadi lebih banyak di 02. Jadi tingkat kepuasan bansos berkorelasi positif dengan dukungan 02," kata dia.
5. Suara Pemilih PKB, NasDem, dan PDIP Pecah ke Prabowo-Gibran
Selain itu, salah satu yang dibahas adalah penyebaran suara para pendukung partai politik (parpol) terhadap pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang diusung.
Djayadi menyampaikan, suara para pemilih sesuai basis partai politik nyatanya terpecah. Hal itu cukup besar terjadi di tubuh PKB, NasDem, dan PDIP.
"Dari segi partai, umumnya pemilih partai cenderung lebih banyak memilih ke pasangan calon yang didukung partainya masing-masing. Cuma di sini misalnya kalau dilihat di sini partai PKB itu 50 persen memilih Anies, 47 persen memilih 02. Jadi terbelah antara 01 dan 02," ujar dia.
Dia menjelaskan, untuk Gerindra, 92,4 persen memilih paslon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Basis PDIP sendiri, lanjut dia, sebanyak 57 persen memilih paslon nomor urut 03 Ganjar Pranowo -Mahfud Md, namun suara dukungan terhadap paslon 02 cukup tinggi yakni 34,8 persen.
Sementara, pendukung NasDem memilih paslon nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar sebesar 42,6 persen dan suara beralih ke Prabowo-Gibran sebanyak 53,5 persen.
"Golkar cukup solid memilih 02 hampir 70 persen, NasDem terbelah 01 dan 02, cenderung lebih unggul di 02 di sini mungkin ini karena sudah push election ya," papar Djayadi.
Advertisement
6. Suara Pendukung Jokowi-Ma’ruf Banyak Migrasi ke Prabowo-Gibran
Selain itu, salah satu yang dipaparkan yakni soal adanya migrasi dukungan yang besar kepada pasangan nomor urut dua Prabowo-Gibran, yang berasal dari basis pemilih Jokowi-Ma’ruf.
"Pemilih Jokowi-Maruf di 2019 lalu yang bermigrasi itu terus menerus sampai dengan hari H, itu migrasinya ke Prabowo, sehingga saat ini mencapai 66 persen dari pemilih Jokowi-Maruf yang memilih 02," terang Djayadi.
Menurutnya, hasil temuan itu menunjukkan gagalnya PDIP dalam mempertahkan suara pendukung untuk tetap loyal memilih paslon nomor urut tiga Ganjar-Mahfud di Pilpres 2024. Selain itu, loyalis Jokowi juga malah lebih banyak memilih untuk mendukung paslon nomor urut satu Anies-Muhaimin.
"Pemilih Jokowi-Maruf yang non PDIP itu sebagian juga berpindah ke pasangan Anies walaupun tidak sebanyak yang dialami oleh 02," ucap dia.
Sebenarnya, kata Djayadi, suara untuk Anies-Cak Imin cukup besar berasal dari basis pendukung Prabowo-Sandi pada Pilpres 2019 lalu dengan 40 persen. Namun semakin mendekati hari H pencoblosan, fenomena pindah dukungan dari 01 ke 02 malah terus meningkat.
"Dukungan untuk Prabowo dikalangan yang dulunya memilh Prabowo di 2019 itu bisa dipertahankan cukup baik oleh Prabowo, hampir mencapai 60 persen," kata Djayadi.
7. Sebut Prabowo-Gibran Unggul di Semua Wilayah, Kecuali DKI Jakarta
Terakhir, Djayadi mengatakan, pasangan calon (paslon) nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka unggul di semua wilayah kecuali DKI Jakarta yang dimenangkan oleh paslon nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
"Mungkin kita bisa lihat di wilayah jadi kecuali di DKI pasangan Prabowo-Gibran itu unggul di semua wilayah," kata Djayadi, dalam paparannya, secara daring, Minggu (25/2/2024).
"Di wilayah Sumatera, wilayah Banten wilayah Jawa Barat, wilayah Jawa Tengah DIY, wilayah Jawa Timur, lalu Bali, NTT, kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua itu semua cenderung paslon 02 unggul kecuali di DKI," sambung dia.
Sementara, Djayadi menjelaskan di Jawa Barat suara Prabowo-Gibran juga bersaing ketat dengan Anies-Cak Imin. Di mana, Prabowo-Gibran memperoleh 50,4 persen sementara Anies-Cak Imin 42,2 persen.
"Jadi, di Jabar itu di sini terlihat bersaing cukup ketat," tandas Djayadi.
Advertisement