Yayasan Tunjuk Wakil Rektor 1 jadi Plt Rektor Universitas Pancasila

Anggota Yayasan dan Pendidikan Universitas Pancasila (YPPUP) menunjuk Prof Dr Sri Widyastuti, sebagai Plt Rektor Universitas Pancasila.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 27 Feb 2024, 15:42 WIB
Universitas Pancasila yang terletak di Jalan Lenteng Agung Raya, Jakarta. (Foto: Liputan6.com/Ady Anugrahadi).

Liputan6.com, Jakarta Anggota Yayasan dan Pendidikan Universitas Pancasila (YPPUP) menunjuk Prof Dr Sri Widyastuti, sebagai Plt Rektor Universitas Pancasila.

Sekretaris Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila Yoga Satrio menerangkan, keputusan ini berdasarkan hasil Rapat Pleno Yayasan pada hari Senin, 26 Februari 2024.

"Dari rapat pleno tersebut, diputuskan bahwa YPPUP telah mengambil Keputusan untuk menonaktifkan Rektor per hari ini, Selasa 27 Februari 2024, dengan adanya keputusan tersebut YPPUP menunjuk Wakil Rektor I Prof Dr Sri Widyastuti, sebagai Plt Rektor," kata Yoga kepada wartawan, Selasa (27/2/2024).

Dia menerangkan, Sri menjabat rektor sampai dengan dilantiknya Rektor baru periode 2024-2028. Adapun, proses pemilihan Rektor masih terus berjalan.

"Saat ini terdapat 8 kandidat bakal calon Rektor sehingga pemilihan Rektor dapat segera dilaksanakan," ujar dia.

Yoga menerangkan, YPPUP menghimbau agar seluruh pihak serta seluruh sivitas akademika Universitas Pancasila agar tetap tenang dalam menghadapi kasus dugaan pelecehan seksual ini selama proses hukum berlangsung.

Dia juga berharap semua pihak dapat menjaga kondusifitas, menghargai proses hukum yang sedang berjalan, mendukung kelancaran proses penyelesaiannya, dengan tetap berpegang teguh pada asas praduga tak bersalah sampai hukum memutuskan bersalah.

"Pada prosesnya berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 Pasal 12, maka yayasan akan tetap memberikan kepada pelapor jaminan keberlanjutan pekerjaan, jaminan perlindungan dari ancaman fisik dan non fisik dari pihak manapun," tandas dia.

 


Rektor Universitas Pancasila Dinonaktifkan

Sejumlah mahasiswa Universitas Pancasila melakukan aksi protes akibat kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh rektornya. (Foto: Liputan6.com/Ady Anugrahadi).

Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila (YPPUP) memutuskan menonaktifkan ETH dari jabatannya sebagai rektor Universitas Pancasila, menyusul terbongkar kasus dugaan pelecehan seksual terhadap dua orang bawahannya.

Hal itu dibenarkan oleh Sekretaris Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila Yoga Satrio. Dia mengatakan, pihaknya telah menerbitkan Surat Keputusan (SK) untuk menonaktifkan ETH sebagai rektor.

"Menonaktifkan (ETH) sampai berakhirnya masa bakti rektor pada tanggal 14 Maret 2024," kata Yoga dalam keterangannya, Selasa (27/2/2024).

Dalam kasus ini, polisi telah memeriksa delapan orang saksi. Pemeriksaan dilakukan untuk mengusut laporan dugaan pelecehan seksual yang dilayangkan RZ ke ke Polda Metro Jaya.

"Di LP saudari RZ sudah dilakukan pemeriksaan 8 saksi termasuk korban RZ," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi kepda wartawan, Senin (26/2/2024).

Namun Ade belum membeberkan tindak lanjut terkait laporan dengan korban inisial DF. Korban sebelumnya membuat laporan ke Bareskrim Polri, namun dalam perjalanannya kasus itu ke Polda Metro Jaya. "Satu nanti kita update lagi," ucap Kabid Humas Polda Metro Jaya.

 


Bantah

Rektor Universitas Pancasila ETH akhirnya buka suara terkait kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan terhadap dua karyawannya hingga dilaporkan ke polisi.

Melalui pengacaranya, Raden Nanda Setiawan, Rektor Universitas Pancasila ETH menepis adanya dugaan kejadian pelecehan seksual tersebut.

"Berita tersebut kami pastikan didasarkan atas laporan yang tidak benar dan tidak pernah terjadi peristiwa yang dilaporkan tersebut," kata dia dalam keterangan tertulis, Minggu, 25 Februari 2024.

Raden menjelaskan, setiap orang bisa mengajukan laporan ke kepolisian. Namun, kata dia, yang perlu digarisbawahi ancaman hukuman bagi siapa saja yang membuat laporan mengada-ada.

"Kita ketahui laporan atas suatu peristiwa fiktif akan ada konsekuensi hukumnya," kata Raden.

Raden menyebut, laporan kasus dugaan pelecehan seksual yang dilayangkan dua orang korban terhadap kliennya terlalu janggal. Pasalnya, laporan tersebut dibuat tengah proses pemilihan rektor baru.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya