Liputan6.com, Lahore - Wanita dengan gaun bertuliskan huruf dari bahasa Arab di Pakistan nyaris dikeroyok massa.
BBC yang dikutip Selasa (27/2/2024) melaporkan bahwa massa yang marah di Pakistan menuduh seorang wanita yang mengenakan gaun berhiaskan kaligrafi Arab melakukan penistaan agama, karena mengira itu adalah ayat Al-Qur'an.
Advertisement
Wanita itu diselamatkan oleh polisi yang mengawalnya ke tempat aman setelah ratusan orang berkumpul. Dia kemudian memberikan permintaan maaf publik.
Gaun itu sejatinya memiliki tulisan "Halwa" yang dicetak dengan huruf Arab, artinya cantik dalam bahasa Arab bukan ayat Al-Qur'an.
Adapun penodaan agama dapat dihukum mati di Pakistan. Beberapa orang telah digantung bahkan sebelum kasus mereka diadili.
Polisi mengatakan kepada BBC bahwa mereka pertama kali menerima telepon pada hari Minggu (25/2) sekitar pukul 13:10 waktu setempat (08:10 GMT), perihal kerumunan orang berkumpul di sekitar seorang wanita di sebuah restoran di Lahore, ibu kota Provinsi Punjab, Pakistan.
Sekitar 300 orang sudah berkerumun di luar restoran saat mereka tiba, kata Asisten Inspektur Syeda Shehrbano.
Video adegan tersebut beredar di media sosial, salah satunya memperlihatkan seorang wanita, tampak ketakutan, duduk di sudut jauh restoran, menutupi wajahnya dengan tangannya.
Di tempat lain, dia dikelilingi oleh petugas, yang telah menjadi satu-satunya penghalang antara dia dan kerumunan orang yang berteriak agar dia melepas bajunya. Dalam beberapa video, terdengar orang-orang meneriakkan agar mereka yang melakukan penistaan agama harus dipenggal.
Detik-Detik Mendebarkan Proses Penyelamatan Wanita Bergaun Tulisan Arab
Rekaman yang dibagikan di media sosial menunjukkan Asisten Inspektur Shehrbano berdiri di pintu masuk restoran, berusaha memulihkan ketertiban di tengah kerumunan orang yang semakin banyak.
"Tidak ada seorang pun yang tahu apa yang tertulis di baju itu," katanya. "Prestasi terbesarnya adalah mencoba mengeluarkan wanita itu dari daerah tersebut untuk memastikan bahwa dia aman."
Shehrbano menambahkan bahwa dia harus "bernegosiasi" dengan orang banyak.
“Kami mengatakan kepada mereka bahwa kami akan membawa wanita itu bersama kami, tindakannya akan diperhitungkan dan kami akan meminta pertanggungjawaban dia atas kejahatan apa pun yang dilakukan sesuai hukum negara.”
Rekaman kemudian menunjukkan Shehrbano merangkul wanita yang kini mengenakan jubah hitam dan penutup kepala, lalu menerobos kerumunan. Petugas polisi lainnya membentuk rantai dengan tangan mereka untuk membersihkan jalan ketika orang-orang di kerumunan mendorong mereka.
Shehrbano mengatakan para pendukung partai garis keras Tehreek-e-Labaik Pakistan (TLP) termasuk di antara mereka yang ikut dalam kerumunan tersebut.
Advertisement
Pelaku Dibawa ke Kantor Polisi
Wanita tersebut dibawa ke kantor polisi, dan beberapa ulama membenarkan bahwa tulisan di gaunnya adalah kaligrafi Arab, bukan ayat Al-Qur'an.
Polisi kemudian meminta para ulama tersebut untuk merekam video yang menyatakan temuan mereka dan bahwa wanita tersebut tidak bersalah.
“Saya tidak punya niat seperti itu, itu terjadi karena kesalahan. Tetap saja saya minta maaf atas semua yang terjadi, dan saya pastikan hal itu tidak akan terjadi lagi,” katanya seraya menambahkan bahwa dia adalah seorang Muslim yang taat dan tidak akan pernah melakukan penodaan agama.
Pihak berwenang mengatakan dia berada di Lahore untuk berbelanja, dan sejak itu meninggalkan kota tersebut.
Bukan Si Wanita yang Harusnya Minta Maaf
Tahir Mahmood Ashrafi, mantan penasihat perdana menteri urusan agama mengatakan di X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter, bahwa laki-laki di antara kerumunan, bukan perempuan, yang seharusnya meminta maaf.
Asisten Inspektur Shehrbano mengatakan pihak berwenang telah melihat "insiden yang menjamur" serupa dengan yang terjadi pada hari Minggu (25/2).
"Seandainya saya tidak berteriak dan tidak meyakinkan orang banyak bahwa kami akan melakukan sesuatu, hal itu akan menjadi lebih buruk… Syukurlah,” katanya. Dia mendapat pujian luas, dan Kepala polisi Punjab menyerukan agar dia menerima penghargaan atas keberaniannya.
Undang-undang yang melarang penistaan agama pertama kali dikodifikasikan oleh penguasa India di Inggris dan diperluas pada tahun 1980an di bawah pemerintahan militer.
Pada bulan Agustus tahun lalu, sejumlah gereja dan rumah dibakar di Jaranwala, sebuah kota di sebelah timur Pakistan, setelah dua pria dari kota tersebut dituduh merusak Al-Qur'an.
Advertisement