Liputan6.com, New York - Sebagian besar benua Amerika akan terpapar polusi udara yang tidak sehat pada tahun 2054, menurut laporan baru yang mengkhawatirkan.
Para peneliti mengatakan jumlah orang Amerika yang terpapar udara tidak sehat pun akan meningkat sebesar 50% pada pertengahan abad ini.
Advertisement
Para peneliti di First Street Foundation, sebuah organisasi nirlaba yang menganalisis risiko iklim, menemukan bahwa satu dari empat orang Amerika sudah terpapar udara yang dianggap "tidak sehat" berdasarkan Indeks Kualitas Udara atau Air Quality Index (AQI).
Jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat sebesar 50% dalam beberapa dekade mendatang, dengan perkiraan total 125 juta orang Amerika akan mengalami polusi udara berbahaya pada pertengahan abad ini, demikian mengutip dari theguardian.com, Minggu (2/3/2024).
Jeremy Porter, kepala penelitian implikasi iklim di First Street Foundation, mengatakan bahwa antara tahun 2010 dan 2016, Amerika Serikat mulai melihat peningkatan polusi udara untuk pertama kalinya dalam 80 tahun. "Jika kita ingin mulai memikirkan solusinya, kita harus mulai memerangi sumber polutan udara, yaitu kebakaran hutan dan panas ekstrem," tuturnya lagi.
Pada Juni 2023 lalu, asap dari kebakaran hutan di Kanada menyebabkan warga Amerika mengalami hari terburuk, dengan rata-rata paparan polusi sejak tahun 2006. Kabut oranye apokaliptik yang menyelimuti sebagian besar benua Amerika membawa PM2.5, polutan udara kecil yang dapat masuk jauh ke dalam paru-paru seseorang.
Mengutip dari BMKG.go.id. PM2.5 adalah partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 2.5 mikron (mikrometer).
Partikel tersebut cukup kecil untuk melewati sawar darah-otak, dan tingkat paparan yang tinggi dikaitkan dengan demensia dan penyakit Parkinson, serta sejumlah penyakit pernapasan lainnya.
Undang-Undang Udara Bersih
Pada pekan terakhir Februari 2024, peneliti kesehatan AS menemukan bahwa tidak ada jumlah paparan PM2.5 yang aman.
"Itulah mengapa sangat penting untuk melakukan upaya terpadu dan menyeluruh dalam meningkatkan kualitas udara,” kata Jeremy Porter selaku kepala penelitian implikasi iklim di First Street Foundation.
Pemerintah federal berhasil mengurangi polusi udara antara tahun 1950 dan 2010, melalui Clean Air Act atau Undang-Udang Udara Bersih.
Jeremy Porter mengatakan bahwa meskipun terdapat kemajuan, Undang-Undang Udara Bersih belum mampu mengatasi kebakaran hutan dan penyebab polusi udara modern lainnya.
Regulator federal atau badan federal mengkategorikan kebakaran hutan sebagai "peristiwa luar biasa" yang tidak memperhitungkan sasaran kualitas udara. Sehingga memungkinkan Badan Perlindungan Lingkungan Amerika atau U.S. Environmental Protection Agency yang disingkat EPA untuk menghilangkan polusi yang disebabkan oleh kebakaran tersebut dari catatan pemantauan udara, meskipun asap kebakaran hutan menyumbang sepertiga dari seluruh polusi udara.
"Secara historis, kami fokus pada regulasi industri – kami menerapkan regulasi pada mobil, kami menerapkan regulasi pada pabrik, dan kami menurunkan jenis emisi yang terkait dengan polusi udara pada saat itu," tutur Jeremy, mengutip dari theguardian.com.
Advertisement
Tindakan Signifikan dari Pemerintah
Jeremy Porter mengatakan bahwa jika pemerintah ingin memastikan udara yang lebih bersih bagi warga Amerika di masa depan, mereka harus fokus pada polusi yang dihasilkan oleh asap kebakaran hutan dan berinvestasi dalam strategi mitigasi seperti pembakaran yang terkendali.
Tanpa tindakan pemerintah yang signifikan, dampak kesehatan masyarakat akibat udara kotor akan ditanggung oleh komunitas yang sudah rentan, khususnya warga kulit hitam Amerika.
Tindakan diskriminatif selama bertahun-tahun mengenai penempatan di jalan raya dan fasilitas industri telah menyebabkan orang kulit hitam terpapar polusi udara 38% lebih banyak dibandingkan orang kulit putih.
Anak-anak berkulit hitam lima kali lebih mungkin dirawat di rumah sakit karena terkena asma dibandingkan anak-anak berkulit putih.
Mengutip dari theguardian.com, Dr. Alexander Rabin, asisten profesor klinis di Universitas Michigan, mengatakan memburuknya kualitas udara juga akan memperburuk kesenjangan ini.
Kekhawatiran Para Pekerja di Tengah Polusi Udara
Dr. Alexander Rabin mengatakan bahwa orang-orang yang paling berisiko adalah orang-orang yang tinggal di pusat kota dan orang-orang yang mungkin tidak mampu untuk membeli alat-alat yang direkomendasikan untuk menghadapi udara buruk.
"Alat pembersih udara yang mahal, atau sistem penyaringan udara berkualitas tinggi di dalam rumah, tidak dapat diakses oleh komunitas yang paling membutuhkannya," ujarnya.
Dr. Alexander Rabin juga menyampaikan kekhawatirannya mengenai kesehatan masa depan orang-orang yang bekerja di luar ruangan.
"Khususnya di musim panas, ketika ada pekerja pertanian yang melakukan pekerjaan kasar di suhu yang sangat panas, tidak adil jika menyuruh mereka memakai masker N95 selama berjam-jam."
Dr. Alexander Rabin mengatakan ia menekankan bahwa undang-undang ketenagakerjaan perlu beradaptasi terhadap krisis iklim dengan memberikan perlindungan bagi pekerja selama adanya polusi udara. "Perlu ada perlindungan hukum, Anda tidak bisa hanya menempatkan tanggung jawab pada para pekerja secara individu," tuturnya.
Advertisement