Profil Ponpes Al Hanifiyyah Kediri yang Disebut Tak Mengantongi Izin

Baru-baru ini masyarakat tengah menyoroti kasus tewasnya seorang santri. Diketahui ponpes tersebut berdiri tanpa memiliki izin dari Kemenag.

oleh Natasa Kumalasah Putri diperbarui 28 Feb 2024, 14:29 WIB
Ilustrasi santri Banyuwangi tewas di Pondok pesantren di Kediri (Istimewa)

Liputan6.com, Bandung - Seorang santri dilaporkan meninggal dunia usai mengalami penganiayaan dari rekan korban di salah satu pondok pesantren di Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Korban berinisial BM (14) tewas dan empat rekan korban dinyatakan tersangka oleh kepolisian.

Kapolres Kediri Kota AKBP Bramastyo Priaji menuturkan pihaknya juga melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) serta pemeriksaan sejumlah saksi.

“Kasus ini terjadi di salah satu pondok pesantren di Mojo, Kabupaten Kediri. Kami tetapkan empat tersangka dan kami lakukan penahanan untuk proses penyelidikan lebih lanjut,” kata Bramastyo dikutip dari Antara.

Bramastyo menuturkan empat tersangka tersebut berinisial MN (18) asal Sidoarjo, MA (18) asal Kabupaten Nganjuk, AF (16) asal Denpasar Bali, dan AK (17) asal Surabaya. Sementara korban merupakan adik kelas para pelaku yang diketahui baru berusia 14 tahun.

Korban berasal dari Afdeling Kampunganyar, Dusun Kendenglembu, Desa Karangharjo, Kecamatan Glenmore, Banyuwangi. Diketahui kasus tersebut dilakukan berulang-ulang dan diduga terjadi kesalahpahaman di antara anak-anak tersebut.

Sehingga menyebabkan kejadian penganiayaan tersebut berlangsung berulang-ulang. Pihak polisi juga masih mendalami kasus dan meminta keterangan dari pesantren dan dokter yang memeriksa jenazah.

Pihak kepolisian menjelaskan bahwa korban meninggal dunia pada Jumat (23/2/2024) dan kasusnya dilaporkan pada Sabtu (24/2/2024). Pelaku terancam Pasal 80 ayat 2 tentang perubahan Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.


Keluarga Melapor Setelah Melihat Kondisi Tubuh Korban

(Ilustrasi)

Korban dilaporkan meninggal pada Jumat (23/2/2024) dan pengasuh pesantren mengaku tidak mengetahui kejadian penganiayaan tersebut. Pihaknya hanya mengetahui secara tiba-tiba jika santrinya sudah meninggal dunia.

Ia juga menjelaskan bahwa korban dilaporkan terjatuh karena terpeleset di kamar mandi. Sehingga pihaknya tidak menduga kematian korban dan tidak sempat melihat karena mengurus ambulans.

“Saat itu saya capek dan dibangunkan. Saya dapat laporan anak itu jatuh terpeleset di kamar mandi. Saat itu juga tidak muncul dugaan dan saya tidak sempat melihat karena mengurus ambulans dan keperluan untuk berangkat ke sana (Banyuwangi),” ujar Gus Fatih.

Setelahnya pihak pesantren menghubungi keluarga korban dan pihak keluarga berencana memakamkannya di Banyuwangi. Namun ketika jenazah korban dibawa ke rumah duka keluarga melihat kondisi tubuh ada memar dan wajah membengkak.

Alhasil pihak keluarga tidak terima dengan kematian korban dan sempat merekam kondisi korban hingga viral di media sosial. Pihak keluarga juga langsung melaporkan kasus tersebut ke Polsek Glenmore, Banyuwang, pada Sabtu (24/2/2024).


Ponpes Tidak Berizin

Ilustrasi penggedahan Pondok Pesantren di Jember (Istimewa)

Pondok pesantren tempat korban belajar bernama Ponpes Al Hanifiyah Kediri atau PPTQ Al Hanifiyyah. Saat ini ponpes tersebut tengah menjadi sorotan publik. Ponpes tersebut berlokasi di Dusun Kemayan, Desa Kranding, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.

Mengutip informasi dari media sosial Instagramnya, ponpes ini telah berdiri sejak 2014 yang juga menyelenggarakan sistem pendidikan berupa MTQ Al-Hanifiyyah dan TPQ Al Hanifiyyah. Diketahui pengasuh Ponpes Al Hanifiyah adalah Fatihunada atau akrab disapa Gus Fatih.

Ponpes ini memiliki total santri sekitar 93 orang dengan rincian sekitar 74 santri putri dan 19 santri putra. Kementerian Agama memastikan jika ponpes ini tidak memiliki izin atau Nomor Statistik Pesantren (NSP) dari Kemenag.

“Dia itu bukan pesantren tetapi mengaku dirinya pesantren. Dia pesantren yang tidak diakui negara,” kata Dirjen Pendidikan Islam Kemenag M. Ali Ramdhani di Jakarta pada Selasa (27/2/2024) melansir Antara.

Pihaknya juga menyebutkan jika PPTQ Al Hanifiyah memang secara definisi sebuah pesantren. Namun jika dalam negara pesantren tempat korban menimba ilmu tersebut tidak mengantongi izin.

“Seperti, kan, orang boleh bikin apapun. Boleh bikin sekolah? Boleh. Boleh bikin universitas? boleh. Tetapi kalau izin tidak dikeluarin, apakah bisa disebut universitas?,” ucapnya.


Imbau Orang Tua Selektif Memilih Pesantren

Ilustrasi santri anak di Pondok Pesantren Assalafiyyah 2 Mlangi, Sleman, Rabu (20/6/2023).

Sementara itu, Plt. Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Waryono Abdul Ghafur menjelaskan bahwa jumlah pesantren yang berizin dan terdaftar di Kemenag ada sekitar 40 ribuan.

Selain itu bagi pesantren yang memiliki izin pihak Kemenag memiliki struktur kepala seksi pesantren di Kabupaten atau Kota. Sehingga mereka bertugas untuk mengawasi sekaligus pembinaan terhadap pesantren-pesantren.

“Kemudian kalau ada pelanggaran seperti itu saksinya seperti apa? Itu juga di Keputusan Dirjen itu juga diatur. Jadi ada mulai dari peringatan lisan, kemudian tertulis, sampai kemudian boleh jadi juga pencabutan,” ujarnya.

Sementara itu pihaknya juga meminta orang tua untuk selektif dalam memilih pesantren untuk anak-anaknya. Orang tua bisa memeriksa NSP-nya hingga mengetahui Sanad dari para pengurusnya.

Pasalnya pesantren yang berizin akan mendapatkan pengawasan hingga pembinaan dari Kemenag.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya