Liputan6.com, Jakarta - Plaza Indonesia Fashion Week (PIFW) 2024 digadang-gadang menjadi pekan mode yang lebih besar dan berani dari sebelumnya. Ajang tahunan yang digelar mal mewah di bilangan Bundaran HI itu akan menghadirkan 31 show selama tujuh hari penyelenggaraan, dari 2--8 Maret 2024.
Zamri Mamat, Deputy Chief Marketing Officer Plaza Indonesia, menyatakan banyak perbedaan format di pekan mode yang digelar luring pertama kalinya sejak pandemi Covid-19. Salah satunya banyak kolaborasi yang tercipta antar-brand yang jadi peserta.
Advertisement
"Kalau dulu satu slot satu show, sekarang satu slot ada tiga show, ada dua brand, ada yang kita gabung," kata Zamri di sela peluncuran PIFW di Jakarta, Selasa, 27 Februari 2024.
Pihaknya juga tak ingin main-main dengan gaya di panggung. PI secara khusus mengundang penata gaya untuk membuat tampilan model di runway lebih atraktif. "Kalau dulu terserah brand," ucapnya.
Tak ketinggalan soal tema. PIFW membawa isu keberlanjutan dalam acara yang akan menghadirkan 1.044 koleksi dari 80 brand fesyen. Menurut Zamri, hal itu tak terlepas dari capaian mal dan gedung perkantoran yang mendapatkan sertifikasi green building pada tahun ini.
"Kita memang benar-benar mau sedikit responsible untuk alam, environment kita. Anything. Yang enggak terlalu perlu print, kita enggak print... Desainer juga mulai sadar sekarang. Banyaknya pakai kain-kain perca. Yang tidak merugikan lah, yang lebih responsible," katanya.
Sejauh Mata Memandang disebutnya sebagai contoh label lokal premium yang konsisten mempraktikan hal itu dalam proses produksi hingga distribusi mereka. "Tapi mereka enggak mau (disebut) sustainable karena agak takut juga... Jadi, sedikit responsible," sahutnya.
Gandeng Vogue Singapura untuk Perluas Pasar
Di sisi lain, Zamri menilai isu keberlanjutan juga tepat diangkat karena target pasar mereka yang merupakan kelompok A dan AB+ juga mulai peduli dengan isu tersebut. "Memang dari survei kita, mereka yang lebih peduli tentang hal itu. Untuk kedepannya, kalau bukan kita sendiri yang jaga alam kita, siapa lagi kan?" ujarnya.
Kesempatan itu pula dimanfaatkan untuk memperluas pasar tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga regional Asia Tenggara. Pihaknya menggandeng Vogue Singapura untuk membantu mempromosikan brand-brand fesyen lokal lebih luas lagi. Lagi pula, PI berpengalaman mengajak talenta negara tetangga untuk berpartisipasi di pekan mode tersebut, walau masih terbatas di koleksi pria.
"Sekarang kita mau explore regional untuk bantu brand-brand yang ada di PI dan brand yang kita support," ujarnya.
Menurut dia, kapasitas karya desainer Indonesia sudah layak menarik pasar regional. Beberapa brand lokal sejauh ini diterima positif di beberapa negara tetangga. Buttonscarves, misalnya, yang diterima baik di pasar Malaysia, atau Jan Sober yang lebih banyak merancang koleksi busana pria.
"Tinggal as a matter of time. Kalau dari segi hijab atau modest war, di sini lebih berkembang. Tapi, agak beda dikit cara pakai di sana (Malaysia). Kalau di sini tunik, kalau di sana lebih baju kurung gitu," imbuhnya.
Advertisement
Proses Kurasi
Untuk menghasilkan show prima, Plaza Indonesia mengaku mengkurasinya cukup lama. Diawali dengan menemui brand yang akan diajak kerja sama dan pemberitahuan tema yang akan diusung, mereka mendapat respons positif.
"Kurasinya menurut customer Plaza Indonesia suka, karena kita lebih ke A, B, AB+ pasarannya," ujarnya.
Pihaknya tidak membatasi kesempatan hanya untuk brand yang membuka gerai di mal itu, tetapi juga di luar. Komposisinya 50:50. "Kita mau kasih lebih banyak opportunity brand-brand lokal yang tidak ada di plaza indonesia untuk berkarya," sahutnya.
Berbeda dari sebelumnya, pihaknya menyiapkan show terkurasi setiap hari. PIFW juga mendorong kolaborasi antar brand dan desainer. Ia mencontohkan Batik Keris yang dikolaborasikan dengan Wilsen Willem agar koleksi mereka lebih berwarna.
"Batik Keris kita lihat agak sedikit ketinggalan dari segi desain. Batik, motif, segala macam itu bagus, tapi desain agak standar. Kita pairing dengan Wilsen Willem. Wilsen kan ada roknya yang cukup viral. Jadi, brand itu masih bisa berjualan, masih bisa relevan dengan zaman sekarang. Itu yang kita lakukan," ia menuturkan.
Bujet Membengkak
Banyak tantangan yang dihadapi PI dalam menggelar pekan mode. Yang utama adalah soal bujet. Karena tidak membatasi jumlah model yang dipakai dalam masing-masing show, yang terlibat bervariasi. Tarif mereka juga meningkat selepas pandemi. "Naiknya sampai 50--60 persen," katanya.
Pihaknya juga mencari akal dengan jumlah anggota tim internal yang lebih ramping dari sebelumnya. Untuk itu, PI menggandeng Studio One untuk membantu memperlancar acara.
Yang tak kalah penting adalah showcase the show. Karena ingin berbeda dari show lain, pihaknya benar-benar merancang segala aspek dengan detail.
"Kaya Mama Obin minta musiknya dari siapa, lighting-nya mau tahu. Dia diskusi. Benar-benar detail, bukan ya ada panggung, pasang musik, jalan aja," sambungnya.
Pihaknya juga harus memutar otak dengan luasan area panggung yang terbatas, yakni hanya 500 meter persegi tetapi target penontonnya mencapai 410 orang. Belum lagi soal jadwal antar-show yang padat. Ia berharap tidak ada keterlambatan agar semua berjalan tepat waktu.
"Itu tantangan untuk kita juga sebagai organizer. Bersihin, langsung bisa masuk yang kedua," ujarnya.
Advertisement